MaTa Nilai Pemerintah Aceh Tak Responsif dalam Covid-19
Font: Ukuran: - +
Reporter : Indra Wijaya
Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik, Hafidh.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTa) menilai Pemerintah Aceh tidak responsif dalam penanganan Covid-19. Hal itu terlihat dengan besarnya jumlah anggaran yang dialokasikan sebanyak Rp2,5 triliun namun yang baru terserap sebesar Rp. 174,7 milyar, atau hanya 6,99% dari total alokasi.
Informasi yang diperoleh MaTa per Juli 2020, alokasi anggaran untuk penanganan dampak covid-19 seluruh Aceh (pemerintah Kabupaten/ kota dan pemerintah provinsi) sebesar Rp. 3,2 trilyun. Provinsi Aceh sendiri mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 2,5 trilyun, sementara alokasi seluruh kabupaten/ kota di Aceh jika dijumlahkan sebesar Rp. 730,6 milyar.
Alokasi itu dibagi per kabupaten/ kota di Aceh dengan alokasi anggaran tertinggi yaitu kabupaten Pidie Jaya dengan alokasi sebesar Rp. 97,2 milyar. Selanjutnya disusul kabupaten Abdya sebesar Rp. 54,2 milyar dan Kota Lhokseumawe sebesar Rp. 51,4 milyar.
Sementara untuk daerah terendah mengalokasikan anggaran penanganan dampak covid-19 yaitu kabupaten Aceh Jaya yaitu sebesar Rp. 5,6 milyar.
"Jika melihat realisasi per juli 2020, tidak sampai setengah dari seluruh kabupaten/kota di Aceh yang serapan anggarannya diatas 50%, bahkan ada daerah yang baru terserap anggaran penanganan dampak covid sebesar 2,7%, yaitu Kabupaten Aceh Timur," kata Hafidh Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik, melalui keterangan tertulis yang diterima dialeksis.com, Rabu (22/9/2020).
Ia mengatakan, tingkat keterbukaan informasi program dan alokasi anggaran penanganan dampak covid-19 di provinsi Aceh semakin rendah.
"Pemerintah Aceh hingga kini belum mempublikasikan alokasi anggaran dan bentuk program penanganan dampak covid-19 secara terperinci kepada publik," ungkapnya.
Kata Hafidh, dalam ketentuan alokasi anggaran penanganan dampak covid-19 difokuskan pada tiga kelompok isu, yaitu pemulihan dampak ekonomi, penanganan bidang kesehatan dan yang terakhir untuk penyediaan jaring pengaman sosial (JPS).
Dari informasi itu kata Hafidh, diketahui bahwa alokasi anggaran penanganan dampak covid-19 di provinsi Aceh terbesar diperuntukkan bagi penyediaan Jaring Pengaman Sosial (JPS) yaitu sebesar 2,3 trilyun. Kemudian disusul isu kesehatan sebesar Rp. 134, 4 milyar dan pemulihan ekonomi sebesar Rp. 19,6 milyar.
Lanjut Hafidh, MaTa menyimpulkan, bahwa pemerintah Aceh tidak responsif menjawab permasalahan dilapangan. Hal itu dilatarbelakangi berbagai masalah. Bahkan bantuan sembako pemerintah Aceh sempat ditolak dibeberapa wilayah.
"Fakta ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah Aceh merencakanan penanganan dampak covid-19 dengan baik," terangnya.
"Kondisi ini diperparah oleh sikap Pemeritah Aceh yang tidak transparan dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran kebutuhan penanganan dampak covid-19 di Aceh," tuturnya. (IDW)