MaTA: Putusan PK Kebanyakan Ringankan Koruptor
Font: Ukuran: - +
Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian. [Foto: Reza Gunawan/ AcehOnline]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menyikapi maraknya Putusan Peninjauan Kembali (PK) yang meringankan koruptor.
Hal ini disampaikan Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian kepada Dialeksis.com, Rabu (7/10/2020).
Alfian menjelaskan, pertama, PK sudah menjadi strategi baru bagi koruptor saat ini di mana faktanya, dari 22 koruptor mengajukan PK, sudah 12 koruptor dipenuhi masa tahanan oleh MK dan saat ini ada 50 koruptor terpidana mengajukan Permohonan PK ke Mahkamah Agung.
"Strategi tersebut menjadi tren saat ini dan menjadi preseden buruk terhadap memaksimalkan hukuman bagi pelaku kejahatan luar biasa," ungkap Alfian.
Kedua, kebijakan terhadap putusan PK yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung telah meruntuhkan dan mematikan rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak terhadap praktek korupsi yang telah terjadi.
Ketiga MaTA juga menilai, ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut di mana: a. pemberian efek jera terhadap koruptor akan semakin menjauh, peristiwa berulang terus terjadi dan publik dapat menyimpulan MA tidak memihak terhadap pemberantasan korupsi;
b. kinerja penegak hukum dalam hal ini KPK akan sia-sia karena hukuman yang diputuskan telah mengabaikan korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Selajutnya, keempat MaTA menuntut agar segera Ketua MA dapat mengevaluasi penempatan hakim-hakim MA yang kerap menjatuhkan vonis ringan terhadap pelaku koruptor, sehingga ada sistem yang berintegritas yang perlu dibangun terhadap kinerja hakim dan ini menjadi kepercayaan dan harapan publik saat ini.
"Kelima, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) penting mengawasi persidangan-persidangan PK pada masa yang akan datang, dan ini menjadi startegi untuk menimalisir maraknya pemenuhan PK oleh para koruptor, dan keberadaan KPK dalam pengawasan sidang PK sangat mendesak di masa yang akan datang," ujar Alfian .
"Keenam Komisi Yudisial (KY) diharapkan untuk aktif melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim yang menyidangkan PK Perkara Korupsi. Sehingga pemerintah tidak selalu divonis kalah dengan pelaku korupsi yang telah meruntuhkan ekonomi bangsa," pungkas Koordinator Badan Pekerja MaTA itu.