MaTA Sebut WTP Jadi Tren dan Gengsi Bagi Kepala Daerah
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alfi Nora
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian menjelaskan audit rutin yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap pemerintah daerah selama ini bersifat audit umum, terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh pihak yang menjadi objek audit.
“Jadi kalau audit umum yang dilakukan oleh BPK selama ini dan menghasilkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bukan berarti laporan tersebut atau pemerintahnya bebas korupsi,” jelasnya saat dihubungi Dialeksis.com, Senin (9/5/2022).
Untuk itu, kata dia, pihak BPK perlu memberikan informasi yang utuh kepada publik sehingga publik tidak menilai WTP ini bisa menjadi "barang obralan".
Alfian menyarankan, untuk memastikan sebuah pemerintah tidak korupsi, BPK bisa melakukan pengujian dengan audit tertentu atau audit investigasi. Namun provinsi Aceh belum pernah melakukan audit tersebut.
“Sehinga hari ini, ada kepala daerah menyuap pihak BPK agar berharap hasil audit keluar dengan status WTP menjadi peristiwa berulang yang terjadi,” terangnya.
Menurutnya, meraih WTP menjadi gengsi bagi kepala daerah, apalagi Aceh menjadi tren semua kelapa daerah mendapatkannya. Padahal daerah tersebut tatakelolanya masih jauh dari tanpa korupsi.
“Kami menemukan ada kepala daerah, setelah mendapatkan WTP sampai memerintahkan kepada instansi bawahnya untuk memasang spanduk ucapan selamat atas meraih WTP, sehingga opini yang dibangun seolah-olah baik baik saja padahal faktanya korup,” kata Alfian menjelaskan.
Maka, lanjutnya, penting bagi BPK untuk meluruskannya. Karena selama ini BPK diam atas legitimasi yang mereka berikan kepada daerah. Atau mareka masih beruntung tidak seperti BPK di Jawa Barat yang menerima suap.
“Kalau saat ini anda meraih WTP belum tentu tidak korupsi,” katanya.
MaTA juga menyoalkan temuan BPK selama ini dan itu tidak ditindaklanjuti oleh instansi yang telah diaudit, dimana BPK memiliki kewajiban untuk melaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH).
“Apabila temuan tersebut tidak ditindak lanjuti selama 60 hari sejak BPK menyerahkan hasil audit kepada pemerintah daerah, maka BPK berkewajiban melanjutkan temuan tersebut ke APH, akan tetapi BPK tidak melakukannya,” pungkasnya. [NOR]