Mengembangkan Hasil Hutan Bukan Kayu untuk Peningkatan Ekonomi
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi ubi hutan. [Net]
DIALEKSIS.CO | Samar Kilang - Kawasan hutan Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh merupakan salah satu kawasan hutan yang kaya dengan berbagai hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Hasil hutan bukan kayu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan olahan berbagai jenis makanan dan minuman serta dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Beberapa jenis HHBK yang dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi dan bernilai ekonomi tinggi seperti Janeng atau Ubi Hutan [Dioscorea hispida Dents] dan Aren (Arenga pinnata).
“Samar Kilang merupakan salah satu daerah di Bener Meriah yang letaknya berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Utara, daerah ini luar biasa kaya dan banyak potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat,” ujar Raihal Fajri, Direktur Katahati Institute pada saat peresmian produk janeng dan aren hasil produksi kelompok perempuan Samar Kilang, Selasa (25/1/2022).
Namun, katanya, selama ini masyarakat belum mengetahui bahwa tanaman-tanaman tersebut bernilai ekonomi dan bisa meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat Samar Kilang yang tinggal di pinggiran hutan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
“Karena belum mengetahuinya, akhirnya masyarakat membiarkan saja tanaman tersebut tumbuh dan menjadi semak-semak, padahal tanaman-tanaman tersebut selain dapat dikonsumsi dan bernilai ekonomi, juga memiliki nilai histori yang menarik,” ungkap Raihal.
Raihal mencontohkan, seperti Janeng, masyarakat Samar Kilang pernah menjadikan umbi-umbian ini sebagai makanan pokok, saat mereka dilanda kemarau dan gagal panen pada tahun 1970-an.
“Selain itu, janeng ini juga menjadi makanan pejuang Aceh saat bergerilya di dalam hutan melawan pasukan Belanda. Selain itu juga pernah menjadi makanan utama pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM),” ujar Raihal.
Selama ini, janeng dan aren masih di konsumsi hanya oleh masyarakat Samar Kilang dan tidak dijual keluar Kecamatan Syiah Utama. Hal yang sama juga terjadi pada gula aren, di Samar Kilang banyak pohon aren, namun airnya hanya diolah menjadi gula tampang, padahal gula aren ini juga bisa diolah menjadi bubuk dan dalam bentuk manisan.
“Kami melihat disini banyak potensi yang dapat di kembangkan dan bernilai ekonomi tinggi, namun pengolahan, pengepakan dan pemasaran belum baik, sehingga dengan dukungan dari Kedutaaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, kami membantu perempuan-perempuan di Samar Kilang bisa mengolah hasil hutan non kayu ini menjadi bernilai dan menarik di pasaran,” tambah Raihal.
Setelah hampir setahun mendampingi perempuan-perempuan Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama ini, kelompok perempuan ini telah berhasil mengembangkan produk janeng dan aren dan pada hari ini produk mereka telah di luncurkan dan siap dipasarkan.
“Harapannya, selain aren yang berbentuk serbuk dan manisan, janeng diolah menjadi tepung dan keripik, akan ada produk-produk hasil hutan lain yang dapat dikembangkan dan dijual kepasaran,” imbuhnya.
Raihal menambahkan, pemarasan hasil produksi kelompok perempuan Samar Kilang ini tidak hanya dipasarkan di Kabupaten Bener Meriah, tapi juga dapat dipasarkan ke seluruh Indonesia bahkan ke luar negeri.
“Penjualan selain dilakukan dengan cara onfline, kelompok-kelompok perempuan ini juga dilatih bagaimana berjualan dengan online dengan menggunakan market place yang ada,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Bener Meriah, Dailami dalam sambutannya mengatakan, atas nama Pemerintah Kabupaten Bener Meriah kami mengucapkan terima kasih kepada Katahati Institute dan Kedutaan Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste melalui The Canada Fund for Local Initiatives (CLFI) telah membantu mendampingi kelompok perempuan di Kecamatan Syiah Utama.
“Kami patut berterimakasih karena pendampingan ini telah terbentuk kelompok perempuan yang paham dengan cara meningkatkan ekonomi dan manfaatnya akan dirasakan adalah akan meningkatkan produktifitas masyarakat disini,” sebut Dailami.
Dailami berharap kelompok perempuan yang berhasil memproduksi janeng dan aren di Kecamatan Syiah Utama dapat menjadi contoh kepada masyarakat di daerah lain di Bener Meriah dalam memberdayakan masyarakat.
“Kelompok perempuan ini akan menjadi pelopor bagi daerah-daerah lain dalam memberdayakan masyarakat, khususnya dalam mengembangkan pengetahuan terkait potensi wilayah dan usaha serta untuk pengolahan hasil hutan bukan kayu,” tambah Dailami.
Kegiatan ini juga harus diberikan apresiasi karena masyarakat telah berusaha mandiri melalui hasil dan potensi yang ada didaerahnya. “Dan ini telah kita harapkan terbentuk sejak lama, dan tidak hanya ada di Samar Kilang,” sambungnya.
Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dalam pernyataan tertulis yang dibacakan oleh Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Aceh, Amirullah menyebutkan, Pemerintah Aceh menyambut baik peluncuran pusat usaha dan pengetahuan hasil hutan bukan kayu di Samar Kilang ini.
Kegiatan yang digagas oleh Katahati Institue dan Kedutaan Kanada dalam memberdayakan kaum perempuan di Samar Kilang ini adalah salah satu bentuk penguatan perempuan di bidang ekonomi.
“Sebagaimana kita ketahui, Samar Kilang memiliki sumber daya alam cukup kaya, tapi belum banyak bersentuh dunia usaha, diantaranya adalah hasil umbi-umbian, termasuk janeng dan aren,” sebut Nova.
Hasil hutan non kayu itu sebenarnya termasuk komoditi yang sangat ekonomis jika dikelola dengan baik, apalagi kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap janeng dan aren cukup tinggi.
Karena itu, sebuah langkah sangat brilian dilakukan untuk membentuk komunitas perempuan dalam rangka mengoptimalkan potensi hasil hutan non kayu di daerah ini harus diberikan dukungan dan apresiasi.
“Harapan kita, semangat ini dapat mendorong perempuan Samar Kilang semakin berdaya secara ekonomi, sehingga kaum perempuan di daerah ini, disamping dapat mengoptimalkan sumber daya alam lokal, juga dapat pula membantu peningkatan ekonomi keluarga,” ujar Nova Iriansyah.
“Dalam rangka memperkuat pemberdayaan dan pendampingan perempuan ini, saya berharap hendaknya Katahati Institute dan Kedutaan Kanada berkenan memberi dukungan secara berkelanjutan kepada aktivitas perempuan Samar Kilang dalam pengelolaan hutan non kayu di daerah ini,” tambahnya.
Nova Iriansyah menambahkan, saat ini, tercatat ada sekitar 565 jenis hasil hutan bukan kayu di Indonesia yang dapat dimanfaatkan dan diolah oleh masyarakat. Ada beberapa di antaranya yang cukup familiar dan menjadi produksi komoditas strategis serta berpotensi untuk dikembangkan. Jenis-jenis HHBK tersebut antara lain getah kayu, bambu, rotan damar, buah-buahan, dan madu.
“Namun demikian, pemanfaatan HHBK harus dilaksanakan dengan cermat, agar tidak menuai permasalahan. Permasalahan ini kerap muncul, ketika produk-produknya bergeser menjadi komoditi perdagangan dalam skala besar,” ungkap Nova. [rls]