Mengolah Gula Merah dari Batang Sawit
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM, Banda Aceh - Kabid Perbenihan, Produksi dan Perlindungan Perkebunan Distanbun Aceh, Azanuddin Kurnia mengatakan batang sawit bisa diolah menjadi gula merah dan pembuatannya sangat sederhana serta bernilai ekonomi tinggi.
"Dengan program replanting (Peremajaan Sawit Rakyat), hal tersebut bisa dilaksanakan. Aceh mendapat kuota seluas 12.258 ha pada Tahun 2018 ini yang tersebar pada 7 kabupaten yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Didalam program replanting ini, selain mengganti tanaman tua dan tanaman muda tapi produksinya dibawah 10 ton TBS/ha/tahun serta yg berasal dari bibit illegal, untuk Aceh kita akan mengarahkan pada beberapa inovasi kegiatan," ujarnya.
Yang pertama, kata Azanuddin setelah tanaman sawit ditebang, maka batangnya yang sudah tumbang dimanfaatkan niranya utk pembuatan gula merah. Satu batang sawit yang sudah berumur diatas 15 tahun, bisa menghasilkan nira sebanyak 3-15 liter per 24 jam dan bisa mengeluarkan nira selama 2-3 bulan.
Hal ini tergantung pada umur tanaman, kondisi batang yang sehat dan lokasi batang sawit tersebut ditanam. Bila diambil rata-rata 5 liter saja per 24 jam selama 2 bulan, maka akan menghasilkan nira sebanyak 300 liter.
Dari 300 liter bisa menghasilkan gula merah sebanyak 60 kg atau sekitar 20% dari nira yang ada. Harga jual dipasaran Medan sekitar Rp15.000-20.000/kg. Bila diambil rata-rata hanya Rp.10.000/kg, maka dalam satu batang selama 2 bulan (60 hari) bisa menghasilkan Rp.600.000/batang. Dikali dengan 100 batang (100 batang rata-rata per hektar) maka dalam 2 bulan petani sudah bisa mendapatkan sebesar Rp.60 juta.
"Nah, ini merupakan alternatif ekonomi baru bagi petani sawit yang mau menambah income dan hasilnya sangat besar. Itu belum lagi bila kita menghitungnya sebanyak 10 liter per hari dan harga bisa Rp. 15.000, bisa dibayangkan berapa pendapatan petani dari gula merah ini. Insya Allah tahun depan dari dana Otsus kita akan laksanakan pelatihan cara pembuatan gula merah dari batang sawit kepada petani sawit yang mendapat program replanting ini," katanya.
Azan mengatakan pelatihan serupa sudah pernah dibuat di Desa Alue Leuhoop Kecamatan Cot Girek Kabupaten Aceh Utara.
"Bahkan disana bisa menghasilkan 16 liter per 24 jam, dan harga jual di tingkat pasar Lhoksukon mencapai Rp.17.000/kg."
Kegiatan selanjutnya setelah 2-3 bulan, sambungnya, batang sawit yang sudah diambil niranya, baru dicincang untuk pembuatan pupuk kompos. Ini bisa mengurangi biaya produksi petani untuk membeli pupuk, baik pupuk kimia maupun pupuk organik. Selain itu bisa juga dibuat untuk pelet dan lainnya dari limbah sawit.
"Kegiatan keempat adalah lahan yang sudah bersih, maka akan dimanfaatkan untuk tumpang sari Pajale (Padi - Jagung - Kedelai) yang akan mendapatkan bantuan juga dari Ditjen Tanaman Pangan Kementan. Lahan replanting sawit ini bisa menambah LTT (luas tambah tanam)," kata Azan.
Kegiatan terakhir adalah semua petani yang mengajukan dan mendapat program replanting ini akan diikutkan dalam program ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil atau Pembangunan Sawit Berkelanjutan). Berdasarkan Permentan Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kepala Sawit, maka ISPO diwajibkan bagi perusahaan sedangkan bagi petani bersifat sukarela.
"Dari kuota seluas 12.258 ha, kami menargetkan di tahap awal seluas 500 ha akan kita ikutkan dalam ISPO ini. Kita sedang melakukan diskusi mendalam dengan pihak donor yang akan membiayai ISPO ini. Kita tidak menggunakan anggaran pemerintah dalam ISPO ini. Sudah ada pihak yang akan membantu, semoga proses ini lancar sampai akhir."
Untuk sumber dananya, Ketua Umum IKA SEP FP Unsyiah ini menyatakan bahwa dana replanting bukan berasal dari APBK, APBA, APBN, melainkan dana dari BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), lembaga yang berada dibawah Kementrian Keuangan dan sifatnya hibah sebanyak Rp25 juta/ha. Sedangkan bila belum cukup, pemerintah memfasilitasi kredit dengan bunga rendah bisa sampai Rp.30jt/ha.
"Sampai saat ini kita sudah melakukan tiga kali sosialisasi di tingkat provinsi, kemudian sosialiasi tingkat kabupaten yang sudah di Aceh Barat, Aceh Tamiang, dan Aceh Utara. Sosialisasi nanti akan menyusul di Nagan Raya, Aceh Singkil, Aceh Jaya, dan Aceh Timur," ujarnya.