Sabtu, 08 November 2025
Beranda / Berita / Aceh / Menjajal Manisnya Boh Giri Matang, Buah Kebanggaan dari Tanah Peusangan

Menjajal Manisnya Boh Giri Matang, Buah Kebanggaan dari Tanah Peusangan

Jum`at, 07 November 2025 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Muhammad Ajmal, seorang pemuda asal Desa Kubu, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen sedang memeriksa Boh Giri Matang yang siap dipanen. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Bireuen - Di Desa Kubu, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, hamparan hijau pepohonan tumbuh rindang di halaman rumah warga.

Dari kejauhan tampak bulat-bulat besar berwarna hijau muda bergelantungan di antara dedaunan, itulah boh giri, atau jeruk Bali, yang menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Matang.

Kali ini, pewarta Dialeksis.com pada Jumat (7/11/2025), berkesempatan menjajal langsung rasa manis jeruk pamelo khas Bireuen itu. Bersama Muhammad Ajmal, seorang pemuda asal Desa Kubu, perjalanan dimulai dari pekarangan rumahnya yang sederhana. Di belakang rumah, berdiri kokoh sekitar sepuluh batang pohon boh giri yang sudah berumur lebih dari 12 tahun.

“Ini semua ditanam ayah dulu, kira-kira dua belas tahun lalu. Alhamdulillah, sampai sekarang masih berbuah lebat. Kadang malah nggak sempat dipetik semua karena buahnya banyak kali,” ujar Ajmal sambil tersenyum, memetik satu buah yang sudah matang dari tangkainya.

Menurut Ajmal, hampir setiap rumah di Desa Kubu memiliki pohon boh giri di halaman mereka. Selain karena mudah tumbuh di tanah Peusangan yang subur, perawatannya pun sederhana.

“Cukup dibersihkan rumput di bawahnya dan disiram kalau musim panas. Kalau musim hujan, malah tumbuh lebih cepat,” katanya.

Saat musim panen tiba, aroma segar jeruk memenuhi udara. Warga biasanya menjual sebagian hasil panen ke pasar tradisional di Matang Geuleumpang Dua atau ke pinggir jalan nasional.

"Kalau lagi banyak yang minta, bisa kami jual tujuh ribu sampai sepuluh ribu per buah. Kadang ada juga orang luar kota datang langsung beli ke rumah,” jelasnya.

Namun, bagi Ajmal, hasil penjualan bukanlah satu-satunya alasan untuk terus menanam boh giri. Buah ini juga menjadi bagian dari keseharian masyarakat.

"Rasanya manis, segar, dan katanya bagus untuk jantung. Jadi, kalau sudah matang, kami makan sendiri juga. Alhamdulillah, ada rezeki dari tanah sendiri,” ujarnya sembari mengupas kulit tebal buah jeruk besar itu.

Jeruk pamelo Matang ini memang bukan buah sembarangan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia melalui SK No. 488/Kpts/SR.120/12/2005 telah menetapkan Jeruk Pamelo Giri Matang sebagai varietas unggul nasional.

Pengakuan itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Bireuen, terutama bagi petani kecil seperti Ajmal yang terus menjaga keberadaan buah ini.

Dalam bahasa Aceh, kata boh berarti buah. Sementara giri tidak memiliki arti harfiah yang dikenal luas, namun masyarakat setempat sudah sejak lama menyebut jeruk Bali dengan nama itu. Dari generasi ke generasi, sebutan boh giri Matang melekat kuat dan menjadi identitas daerah.

Tak heran, ketika melintasi kawasan Matang Geuleumpang Dua, banyak pengendara yang singgah di kios-kios buah di pinggir jalan.

Di sana, buah-buah besar berkulit hijau muda tersusun rapi di meja kayu. Warga percaya, rasa manis segarnya tak kalah dari pamelo daerah lain.

"Kalau orang sudah pernah coba boh giri Matang, pasti cari lagi,” kata Ajmal dengan nada bangga.

Di balik kesederhanaannya, boh giri menyimpan cerita tentang ketekunan masyarakat Bireuen menjaga hasil bumi mereka.

Buah ini bukan hanya sumber penghasilan tambahan, tapi juga simbol syukur dan kemandirian. Dari tanah yang sama, tumbuh harapan agar suatu hari nanti boh giri Matang tak hanya dikenal di Aceh, tapi juga menjadi ikon buah unggulan nasional yang harum namanya hingga ke luar negeri.

“Bagi kami, yang penting bukan hanya bisa dijual. Tapi pohon ini warisan orang tua, dan hasilnya jadi berkah untuk keluarga,” tutup Ajmal. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI