Mualem Minta Unsyiah Tetap Kritis dan Jadi Agen Perubahaan di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Mulyana Syahriyal
H. Muzakir Manaf (Mualem). (Foto: ist/dialeksis.com)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh – Pasca mendapat pengukuhan dengan akreditasi A oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN) Perguruan Tinggi (PT), Ketua Umum Dewan Pimpinan Aceh (DPA), Partai Aceh (PA) H. Muzakir Manaf (Mualem) meminta agar Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) tetap kritis dan jadi agen perubahan.
Menurutnya, penetapan dan pengukuhan akreditasi A tersebut merupakan langkah maju di tengah persaingan kualitas tata kelola perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia, Asia bahkan dunia.
“Selamat kepada rektor dan civitas akademika Unsyiah yang kembali memperoleh akreditasi A, tentu setelah melalui proses panjang dengan melalui serangkaian kreteria yang begitu ketat dan kompetitif,” kata Mualem, melalui Juru Bicara (Jubir) Partai Aceh, H. Muhammad Saleh, Sabtu (18/7/2020).
Ia berharap, agar Unsyiah dapat tetap tegar, kokoh, konsisten dan profesional dalam peningkatan mutu pendidik (dosen) serta mahasiswa maupun lulusannya. Ini sejalan dengan amanat Tri Darma Perguruan Tinggi serta cita-cita luhur dari pendiri dan pengagas lahirnya Unsyiah di Aceh.
“Jadi, semua prestasi ini bukan datang secara kebetulan,” ungkapnya
Ia juga meminta agar Unsyiah harus konsisten dan kritis dalam menempatkan dirinya sebagai agen perubahaan bagi kemajuan sosial, politik, budaya dan ekonomi serta pembangunan di Aceh.
“Tetaplah kritis dengan situasi dan kondisi yang ada. Termasuk melahirkan berbagai gagasan dan konsep akademis, sebagai modal dasar untuk merawat perdamaian abadi serta kekhususan Aceh, buah dari MoU Damai, 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia,” ujarnya.
Bagi perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) selama 30-an tahun lebih, Komite Peralihan Aceh (KPA) dan Partai Aceh. Unsyiah bukanlah perguruan tinggi asing. Sebab, banyak para dosen dan alumninya, ikut terlibat dalam perjuangan pisik, gagasan maupun konsep hingga terwujud perdamaian antara GAM dengan Pemerintah Indonesia di Helsinki.
“Berbagai konsep dan gagasan tentang perdamaian dan pembangunan Aceh, baik secara terbuka maupun tertutup, terus kami dapatkan dari para guru besar perguruan tinggi di Aceh. Salah satunya Unsyiah,” ungkapnya.
Selain itu, tak sedikit dari alumni Unsyiah dan perguruan tinggi negeri serta swasta di Aceh yang menjadi anggota DPR Aceh serta DPRK di seluruh Aceh. Ini membuktikan, Partai Aceh tetap terbuka dengan kehadiran para akademisi.
“Karena itulah, kami tidak pernah menutup mata terhadap berbagai jasa dan konstribusi tersebut, sehingga saat Partai Aceh memimpin Aceh, banyak akademisi yang kami libatkan dari struktur Pemerintah Aceh. Baik sebagai staf ahli maupun kepala dinas (SKPA),” tutup Mualem. (MS)