DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Muhammad Chalis selaku Juru Bicara DPP Muda Seudang Aceh menyikapi akan dibangunnya rencana pembangunan empat Batalyon Teritorial Pembangunan (UTP) yang akan dibangun dibeberapa wilayah jajaran Kodam IM yakni di Pidie, Nagan Raya, Aceh Tengah dan Aceh Singkil.
Dirinya mengatakan bahwa keberadaan TNI di Aceh dibatasi oleh MoU Helsinki dijelaskan bahwa jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi sebanyak 14.700 orang. Karena memang dasar ini terjadi saat relokasi tentara non organik akan dimulai pada tanggal 15 September 2005. Dua dekade keberadaan MoU Helsinki yang dilahirkan oleh GAM dan Pemerintah Pusat menjadi catatan penting perjalanan perdamaian di Aceh.
Muda Seudang paham bahwa pembangunan Batalyon Teritorial untuk langkah strategis dalam memperkuat wilayah NKRI, tapi yang harus diingatkan adalah Pembangunan Batalyon Teritorial akan berdampak pada pasukan untuk mengisi dan kebijakan ini tidak mengindahkan nota MoU Helsinki.
"Kami mengkritik kebijakan pembangunan ini akan mengesampingkan pengaturan keamanan di Aceh," ucap Muhammad Chalis, Senin (28/4/2025).
Klausul 4.11 MoU Helsinki menegaskan bahwa Tentara akan bertanggungjawab menjaga pertahanan eksternal Aceh. Dalam keadaan waktu damai yang normal, hanya tentara organik yang akan berada di Aceh.
"Tentara organik dibatasi hanya 14.700 orang. Kami mengimbau harus data yang jelas berapa sudah pasukan tentara organik di Aceh," ucap Magister Ilmu Politik Universitas Malikussaleh.
Upaya pembangunan ini harus benar-benar menjadi dasar penguatan damai di Aceh. Walaupun kewenangan pertahanan di Aceh menjadi kewenangan Pemerintah Pusat tapi akta damai menjadi hukum tertinggi bagi kedua belah pihak secara prinsip.
Chalis menekankan kebijakan harus dievaluasi oleh Kementerian Pertahanan di Aceh. "Kami tidak butuh pasukan, tapi butuh kebijakan pusat yang strategis di Aceh untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat Aceh," pesannya. [*]