Nasir Djamil : Kementerian ATR Wajib Menjaga Wibawa dan Menjalankan PP 23/2015
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jika merujuk Undang-undang Pemerintah Aceh, BPN di Aceh akan beralih menjadi Badan Pertanahan Aceh dan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2015 juga mengamanatkan hal serupa, bahwa kantor wilayah pertanahan di Provinsi Aceh dan kabupaten/kota akan menjadi Badan Pertanahan Aceh dan Kantor Pertanahan Aceh Kabupaten/Kota. Namun hingga kini Pemerintah Pusat belum mengalihkan kewenangan kepada Dinas Pertanahan Aceh yang sudah dibentuk berdasarkan perundang-undangan itu.
Bahkan ketika dialeksis.com mengecek pada dokumen, PP yang seharusnya selesai tahun 2008 molor menjadi tahun 2015. Demikian juga dengan tim pengalihan yang seharusnya telah terbentuk pasca sebulan PP 23 Tahun 2015 diundangkan hingga kini belum dibentuk oleh Pemerintah Pusat. Kemudian sebagai lex specialis di Aceh, secara kelembagaan Badan Pertanahan Aceh sejatinya mampu mencerminkan otonomi khusus Aceh berdasarkan UUPA, khususnya kedaulatan dan kemandirian dalam pengelolaan sektor agraria di Aceh.
Merespon keadaan itu, Dialeksis.com (04/09/2020) menghubungi Nasir Djamil Anggota DPR RI Komisi II, salah satunya membidangi urusan pertahanan dan reforma agraria. Menurutnya, karena sudah ada mandat di Peraturan Presiden No. 23 tahun 2015, maka mau tidak mau atau suka tidak suka. Wajib untuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) harus menyerahkan kewenangan pengalihan urusan pertanahan kepada Pemerintah Provinsi Aceh.
“Memang banyak plus dan minus soal perlimpahan itu, tapi terlepas plus minus kalau saya karena sudah ada Peraturan Presiden itu menjalankan dengan rasa tanggung jawab, mari jaga kewibawaan PP tersebut. Itu yang sangat penting sekali,” ujarnya.
Penilaian atas sikap institusi kementerian ATR, Nasir Djamil menyingkapi seolah-olah tidak berwibawa PP yang sudah disahkan dimata kementerian urusan agraria, jika tidak menjalankan instruksi presiden. Faktanya masih ada dualisme pengelolaan pertanahan di Aceh. Itu namanya tidak tunduk terhadap keputusan presiden untuk Aceh terkait pelimpahan kewenangan urusan pertahanan.
“Itu namanya mengangkangi keputusan presiden, bahaya nih, bisa dituduh tidak patuh kepada presiden selaku seorang kepala negara” tegas Ketua Forbes Aceh ini.
Ia menekankan, kalau memang tidak diinginkan pelimpahan urusan pertanahan ke Aceh cabut saja keputusan presiden itu. Sekali lagi penting kementerian ATR itu menjaga kewibawaan seorang presiden yang sudah memutuskan kebijakan. Siapa lagi yang bisa menjaga kewibawaan itu kalau bukan menteri.
[Foto: Muslim, S.HI, MM/Anggota DPR RI, Fraksi Demokrat]
Sementara itu, secara terpisah Dialeksis.com menghubungi Muslim, SHI., MM Anggota DPR RI fraksi Partai Demokrat Dapil Aceh, dirinya berharap agar presiden memberikan teguran keras kepada menteri yang tidak menjalankan instruksi presiden perihal pelimpahan kewenangan urusan pertanahan kepada pemerintah Provinsi Aceh.
“Pemerintah Aceh bisa berkomunikasi kepada Komisi II agar membuat surat secara kelembagaan ditujukan kepada presiden terkait lamanya menteri ATR bertindak melaksanakan kebijakan yang sudah diputuskan presiden terkait pelimpahan kewenangan urusan pertahanan ke Aceh,” saranya [].