kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Nasir Djamil Sampaikan Reintegrasi Aceh Harusnya Sudah Selesai

Nasir Djamil Sampaikan Reintegrasi Aceh Harusnya Sudah Selesai

Senin, 18 Januari 2021 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
Ketua Forbes DPR RI dan DPD RI asal Aceh, Muhammad Nasir Djamil. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Forum Bersama (Forbes) Anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh Muhammad Nasir Djamil mengatakan, konstruksi perdamaian Aceh dengan Pemerintah Pusat pasca perdamaian dilakukan dengan cara pembangunan.

"Perdamaian itu kan instrumennya pembangunan. Instrumen yang paling penting untuk mewujudkan perdamaian ialah melalui pembangunan karena pembangunan itu akan memberi keadilan terutama bagi mereka yang berdomisli di tempat-tempat yang terisolir," kata Nasir kepada Dialeksis.com, Senin (18/1/2021).

Adapun dengan Badan Reintegrasi Aceh (BRA), ia mempertanyakan apakah lembaga BRA itu sifatnya ad hoc (jangka waktu tertentu) atau permanen.

Jika seandainya permanen, kata dia, Aceh akan selamanya reintegrasi. Sedangkan reintegrasi sendiri, jelas dia, punya makna untuk menyatukan kembali.

Ia menekankan, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh saja sudah selesai. sedangkan untuk BRA, ia mempertanyakan, apa lagi yang perlu di reintegrasi lagi oleh Pemerintah Aceh.

Jika seandainya lembaga BRA ini sifatnya permanen, kata dia, Aceh akan disuguhi dengan sebuah kenyataan bahwa reintegrasi di Aceh tidak akan pernah selesai.

Ketika di sampaikan wartawan Dialeksis.com bahwa BRA sudah punya Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Reintegrasi Aceh, Nasir mengaku belum membaca lengkap qanun tersebut.

Akan tetapi, ia mengatakan, di dalam qanun tersebut bisa disebutkan hingga sampai kapan lembaga BRA ini berdiri. Jika pun sifatnya permanen, kata dia, perlu diganti nama lembaga dengan nama yang baru.

"Kan disitu (qanun) bisa disebut bahwa lembaga BRA ini bersifat ad hoc. Jadi, kalaupun tetap permanen maka harus dipikirkan untuk mengganti namanya. Jangan badan reintegrasi lagi. Karena reintegrasi itu seolah-olah kesannya kita terus bergulat dengan reintegrasi, nggak akan selesai-selesai reintegrasi kita," jelasnya.

Kemudian, ia menegaskan, kucuran dana alokasi dana pemerintah pusat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) harus bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakat Aceh melalui pembangunan-pembangunan.

Pembangunan itu, lanjut dia, harus bisa memberi akses bagi masyarakat untuk bisa berusaha mencari penghidupan.

Ketika diminta penilaiannya terkait reintegrasi di Aceh pasca damai dari 1-10, Nasir menjawab nilai yang ia berikan berada di posisi tengah per setengah.

"Kalau saya nilai dari 1-10, saya berada di posisi tengah. Setengah-tengah-setengah gitu. Kalau dihitung dari 1-10, saya di tengah tambah setengah lagi," jawab Nasir.

Ia membenarkan ketika wartawan menimpali reintegrasi di Aceh masih belum maksimal. Nasir juga mengaku bingung dengan kata-kata "reintegrasi," karena ia menilai Aceh harusnya sudah selesai dan sudah tak perlu lagi melakukan reintegrasi.

"Karena mantan-mantan kombatan sudah menjadi kepala daerah. Ada yang jadi bupati, wali kota, jadi gubernur, jadi anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) kemudian jadi pengurus KONI (Komite Olagraga Nasional Indonesia) Aceh. Apa itu bukan reintegrasi namanya," sebut Nasir.

Ia juga mempertanyakan, reintegrasi seperti apa lagi yang sedang dilakukan BRA. Karena, kata dia, penggunaan kata "Re" di kalimat Re-integrasi sifat lembaganya ad hoc.

Ia menjelaskan, makna "Re" itu setelah kerja dan tupoksinya kelar, dengan sendirinya lembaga BRA ini selesai, dalam artian reintegrasi itu telah selesai.

"Berbaurnya mantan-mantan kombatan menjadi kepala daerah, menjadi anggota DPR Provinsi atau Kabupaten/Kota bahkan mereka pengurus di cabang-cabang olahraga dan lain sebagainya, mereka juga ikut berpatisipasi dalam banyak hal. Dengan begitu, sudah selesai sebenarnya reintegrasi itu," jelasnya.

Ia juga menukaskan, sifat BRA yang permanen dapat memberi citra buruk bagi Aceh dan masyarakatnya di mata orang lain di luar sana.

Ketika wartawan Dialeksis.com menimpali Nasir Djamil dengan pertanyaan, jika faktanya memang belum selesai. Nasir dengan tegas menjawab, reintegrasi Aceh menurut dia telah selesai.

"Belum selesai reintegrasi Aceh dengan pemerintah pusat, sudah dong. Sudah selesai," tegasnya.

Jika ada butir MoU Helsinki yang belum termaktub dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), kata Nasir, perjuangan melekatkan butir-butir MoU Helsinki ke UUPA pengubahannya melalui regulasi.

Ia berpesan kepada Pemerintah Aceh untuk memikirkan nasib lembaga BRA itu. Jika sifatnya ad hoc, kata dia, lembaga sesegera mungkin harus menyelesaikan tugasnya. Sedangkan jika permanen, kata Nasir, BRA ini harus diganti nama baru.

"Orang bertanya-tanya, reintegrasi seperti apa yang sedang dilakukan Aceh. Penilaian orang diluar sana, Aceh dinilai nggak bisa reintegrasi, tidak akan selesai-selesai. Tahun ini reintegrasi, tahun depannya lagi reintegrasi lagi. Kapan selesainya. Jadi, berpedoman lah seperti BRR Aceh," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda