Nyak Sandang, Donatur Seulawah 001 yang Masih Hidup
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Calang - Rakyat Aceh pernah berjasa kepada Pemerintah Indonesia, dengan membelikan pesawat pertama sebagai cikal bakal berdirinya PT Garuda Indonesia.
Begitu pula dengan masyarakat Aceh sendiri. Salah satunya adalah Nyak Sandang, sebagai salah seorang donatur untuk pembelian pesawat Seulawah 001. Saat ini, pria yang akrab disapa dengan sebutan Ayah oleh masyarakat sekitar itu sudah sepuh. Dia yang kini berusia 91 tahun menetap di Gampong Lhuet, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya.
Dikutip dari situs Aksi Cepat Tanggap/ACT Aceh, Ayah sebagai salah seorang pelaku sejarah yang hingga detik ini masih menyimpan baik, bukti obligasi sebagai donatur pembelian pesawat Seulawah 001.
Nyak Sandang sehari-hari hanya beraktifitas dirumah. Tak ada kesibukan lain di luar seiring kondisi fisiknya yang kian sepuh.
Penglihatan Nyak Sandang sudah gelap total sejak puluhan tahun silam akibat mengidap katarak. Yang jelas, operasi tahap pertama pada salah satu matanya gagal. Atas inisiatif bersama, pihak keluarga tidak mengizinkan untuk operasi pada mata sebelahnya lagi.
Namun di balik kekurangan tersebut, Nyak Sandang punya 'semangat 45' dalam bercerita. Termasuk kisah bagaimana dulu ia bersama ribuan warga Kecamatan Lamno pergi ke lapangan Masjid Lamno untuk bertemu Gubernur Aceh, Tgk. H. Daud Bere’euh, atau Ayah memanggilnya dengan sebutan Abu Daod.
Gubernur Aceh yang pertama tersebut datang ke Lamno setelah sebelumnya bertemu dengan Soekarno di Banda Aceh. Di hadapan kumpulan saudagar Aceh waktu itu, Soekarno dengan iba sambil bercucuran air mata meminta rakyat Aceh mau gotong royong menyumbangkan hartanya agar Indonesia bisa punya pesawat.
Mengingat saat itu, Indonesia baru saja mendeklarasikan kemerdekaannya, tentu pesawat menjadi armada yang sangat penting untuk berpergian atau berhubungan dengan luar negeri. Mengabarkan kepada dunia bahwa telah berdiri sebuah negara bernama Indonesia.
Nyak Sandang mulai menceritakan tentang kiprah heroiknya rakyat Aceh membelikan Indonesia sebuah pesawat.
Dikisahkan Nyak Sandang di rumah nya yang berukuran 6x6 meter, sebelum Abu Daod tiba di Lamno, berita kedatangan orang nomor satu di Aceh pada saat itu sudah tersebar ke segenap penjuru gampong.
Di setiap meunasah, bergema informasi bahwa Gubernur Aceh akan datang ke Lamno. Masyarakat yang ingin ikut, harap kumpul di meunasah untuk nantinya pergi sama-sama dengan angkutan yang sudah disediakan.
Waktu hari H, angkutan yang mengantarkan masyarakat ke lapangan masjid sudah siap untuk mengangkut semua masyarakat bertemu dengan Abu Daod. Bahkan, kisah Nyak Sandang, ada warga yang rela jalan kaki berkilo-kilo karena tidak terangkut dengan angkutan yang tersedia hanya untuk melihat langsung bagaimana wujud dan rupa gubernur Aceh.
Antusias masyarakat untuk bertemu dengan gubernur bukan tanpa alasan. Indonesia dan Aceh khususnya cukup lama berada dalam kondisi peperangan di mana tidak ada pemerintahan sah yang mengendalikan negeri.
Jadi, ketika tersiar kabar bahwa Aceh sudah mempunyai gubernur, masyarakat menyambutnya dengan haru-biru, semua bersuka cita ketika mendengarnya. Apalagi ketika tahu bahwa Gubernur Aceh akan ke Kecamatan Lamno. Bertemu dengan masyarakat Lamno.
Hari itu tepat pukul sebelas siang tahun 1950. Tepat lima tahun setelah Indonesia merdeka. Masyarakat tumpah ruah di lapangan Masjid Lamno. Semua berdesak-desakan memenuhi lapangan. Nyak Sandang waktu itu masih berumur 23 tahun. Bersama kedua orang tuanya dan seluruh warga Lamno, mereka memenuhi lapangan masjid.
Abu Daod mulai berpidato. Bahwa beberapa waktu lalu Presiden Indonesia, Soekarno, datang berkunjung ke Kuta Raja (sekarang Banda Aceh). Soekarno menemui Abu Daod berikut beberapa saudagar Aceh di Hotel Kuta Raja (Samping Masjid Raya).
Soekarno dengan kerendahan hati meminta Abu Daod untuk menyerukan kepada seluruh rakyat Aceh agar menyisihkan sedikit hartanya untuk membeli pesawat. Saat itu, pemerintah Indonesia belum memiliki satu pesawat pun. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya ke Lamno, Abu Daod pun kembali ke Banda Aceh.
Setelah Abu Daod pulang kembali ke Banda Aceh. Abu Disabang yang merupakan ulama yang sangat disegani di Lamno langsung merespon seruan tersebut. Dari titah Abu Disabang lah, rakyat Lamno bahu membahu mengumpulkan harta untuk membeli 'burung besi' pertama Indonesia.
Nyak Sandang menuturkan, orang tuanya menjual sepetak kebun yang di dalamnya terdapat 40 batang pohon kelapa seharga 100 perak. Uang hasil jual kebun senilai 100 perak tersebut, semuanya disumbangkan untuk donasi membeli pesawat.
"Ureung tuha lon jameun geu pueblo lampoh yang dalam jih na peut ploh bak u. Harga lampoh nyan nibak masa nyan sertoh perak. Hase geupeublo nyan geu sumbang mandum untuk bloe pesawat keu nanggroe tanyoe nyoe (Orang tua saya menjual sepetak kebun yang didalamnya ada 40 batang kelapa. Harga kebun tersebut pada saat itu seratus perak. Hasil menjual kebun tersebut, semuanya disumbangkan untuk beli pesawat negara kita ini)," tutur Nyak Sandang semangat.
Nyak Sandang juga menuturkan, bahkan ada salah seorang saudagar Lamno yang menjual salah satu rumahnya dan menyerahkan seluruh hasil penjualan tersebut untuk membeli pesawat.
"Ureung Lamno, menye ka geukheun le Abu Disabang bantu, nyan meu lumba-lumba bantu. Na yang pueblo itek, manok, lampoh bahkan na yang pueblo rumoh. Ureung jameun menye ka ulama titah, nyan hana preh singeh le. Kadang menye geuyu grob lam krueng, di grop cit. Dumnan keu sayang ureung awai keu ulama (Orang Lamno, kalau Abu Disabang bilang bantu, semua berlomba-lomba bantu. Ada yang jual itik, ayam, kebun bahkan ada yang jual rumah. Orang dulu kalau perintah ulama tidak nunggu besok lagi. Mungkin kalau ulama suruh loncat ke sungai, loncat juga)," ungkap Nyak Sandang.
Abu Disabang merupakan salah satu ulama kharismatik yang sangat disegani di Lamno. Pengaruhnya luar biasa pada saat itu. Ketika dikonfirmasi apakah Abu Disabang berasal dari Sabang (Pulau Weh), Nyak Sandang mengatakan kurang tahu terkait hal itu.
Ketika Soekarno meminta sumbangan kepada rakyat Aceh, beliau berjanji dalam 40 tahun sumbangan tersebut akan dikembalikan. Namun takdir berkata lain, belum sempat janji tersebut ditunaikan. Posisi Soekarno sudah tergantikan dengan naiknya Soeharto sebagai presiden kedua Indonesia.
Hingga detik ini, Nyak Sandang masih menyimpan dengan rapi tanda penerimaan uang darinya kepada pemerintah Indonesia, yang memuat keterangan bahwa sumbangan tersebut berbentuk hutang pemerintah Indonesia kepada rakyat Aceh.
Dalam tanda penerimaan tersebut memuat jenis hutang, jumlah, nama yang mendaftarkan, tahun dan tanda tangan penerima. Semua keterangan tersebut ditulis dalam ejaan lama, seperti jenis hutang yang ditulis Matjam Hutang, jumlah hutang yang ditulis Djumlah Hutang dan nama yang mendaftarkan dengan ejaan Nama Jang Mendaftarkan.
Nyak Sandang menuturkan bahwa dari dulu ia memang punya kebiasaan menyimpan semua barang-barang lama dengan rapi. Semua dokumen seperti ijazah sekolah, sertifikat, beliau simpan dengan sangat apik. Sayangnya ketika banjir besar beberapa waktu silam, semua dokumen tersebut raib dan hanya menyisakan beberapa dokumen saja. Salah satunya adalah bukti penerimaan hutang pembelian pesawat yang telah beliau pres sedemikian rupa.
Saat ini, Nyak Sandang mengaku tidak mengharapkan apa-apa dari pemerintah, pengorbanan orang tuanya, masyarakat gampong dan juga beliau kepada Pemerintah Indonesia mutlak atas dasar ikhlas ingin membangun negeri. Dengan kondisi kehidupannya sekarang yang bisa dibilang dalam kekurangan, Nyak Sandang tetap memegang prinsip untuk tidak pernah mengiba kepada siapa pun.
Jiwa besar ini membuat Nyak Sandang terlihat tenang dan berkharisma di usia senja. Semoga Pemerintah Indonesia terutama PT Garuda Indonesia bisa memberikan sedikit perhatian kepada Nyak Sandang di sisa usianya. []
*Tulisan ini sebelumnya sudah ditayangkan di situs ACT Aceh.