OJK Dorong Petani Nilam Aceh Tingkatkan Produksi, Kesempatan Besar bagi Petani Milenial
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mendorong para petani nilam, khususnya di Aceh, untuk meningkatkan produksi secara signifikan.
Mahendra mengungkapkan bahwa peluang besar masih terbuka bagi para petani nilam, terutama petani milenial, untuk memanfaatkan potensi ekonomi dari sektor ini.
Mahendra Siregar menekankan pentingnya para petani terlibat dalam ekosistem yang dapat menjaga keberlanjutan produksi.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya membangun formula kerja sama yang saling menguntungkan antara petani, pengumpul, eksportir, hingga end-user.
"Kesempatan terbuka lebar, yang paling penting adalah menjaga keberlanjutan dan saling menguntungkan di semua lini," ujarnya kepada Dialeksis.com di Banda Aceh, Selasa (15/10/2024).
Mahendra juga menyoroti keistimewaan nilam Aceh dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Menurutnya, kondisi tanah, iklim, dan tradisi menanam nilam di Aceh memberikan keunggulan tersendiri dalam produksi minyak atsiri yang berkualitas tinggi.
"Walaupun banyak tempat bisa memproduksi nilam, ternyata nilam dari Aceh ini istimewa. Pertama karena kondisi tanahnya, musimnya, cuacanya, dan juga tradisinya," tambah Mahendra.
Ia menjelaskan bahwa dengan pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang, potensi nilam Aceh bisa dioptimalkan lebih jauh.
Mahendra juga menyoroti peluang besar bagi generasi milenial untuk ikut terlibat dalam sektor ini.
"Bagi milenial yang ingin terjun di sektor pertanian, khususnya nilam, peluangnya masih besar. Pasar dunia sangat membutuhkan produk ini," katanya.
Mahendra Siregar juga menyebut bahwa meskipun produksi nilam Indonesia mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, permintaan pasar dunia masih jauh lebih tinggi dari kapasitas produksi saat ini.
Data menunjukkan bahwa produksi nilam di Indonesia terus naik, dari 1,3 juta ton pada 2021 menjadi 1,93 juta ton pada 2023. Namun, permintaan global yang terus meningkat membuat harga nilam tetap tinggi.
Menurutnya, meskipun harga nilam mengalami fluktuasi, selama masih berada di atas biaya produksi dan margin keuntungan petani tetap baik, keberlanjutan industri ini dapat terus terjaga.
"Selama harga fluktuasi tadi tetap berada di tingkat di atas biaya produksi dan margin yang baik, kita bisa berharap keberlanjutan ini terus meningkat," jelas Mahendra.
Namun, ia mengingatkan bahwa stabilitas harga sangat penting untuk menjaga keseimbangan di seluruh rantai pasok.
"Kalau harga terus naik tanpa stabilitas, bisa jadi hanya menguntungkan satu pihak, tetapi akan merugikan pihak lain, seperti eksportir dan end-user di hilir," ujarnya.
Karena itu, Mahendra berharap harga nilam dapat stabil sehingga semua pihak dalam ekosistem ini merasa diuntungkan, mulai dari petani hingga konsumen akhir.
Mahendra Siregar optimistis dengan masa depan industri nilam di Aceh. Menurutnya, jika para petani dapat terus meningkatkan produksi dan menjaga kualitas nilam Aceh yang sudah dikenal unggul, maka mereka dapat menikmati keuntungan yang lebih besar di masa depan.
Ia juga mendorong petani milenial untuk lebih terlibat dalam sektor ini, karena peluang masih sangat besar.
Dengan dukungan teknologi dan pengetahuan yang lebih baik, generasi muda dapat berperan penting dalam menjaga keberlanjutan dan meningkatkan daya saing produk nilam Aceh di pasar global.
Mahendra berharap sinergi antara para petani, pengusaha, dan pemerintah dapat terus terjalin untuk memperkuat posisi nilam Aceh sebagai komoditas unggulan Indonesia di kancah internasional.
"Petani happy, pengumpul happy, eksportir happy, bahkan end-user juga akan happy," pungkasnya. [nh]