Organisasi Pers Kecam Tindakan Pengawal Firli Intimidasi Dua Jurnalis TV di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Ketua IJTI Aceh, Munir Noer didampingi oleh Ketua PWI Aceh, Nasir Nurdin dan Ketua AJI Banda Aceh, Juli Amin saat memberikan keterangan pers kepada awak media di Sekretariat AJI Banda Aceh, Jumat (10/11/2023). [Foto: Naufal Habibi/Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Organisasi Pers Aceh yang terdiri dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Aceh, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh mengecam tindakan pengawal Ketua KPK Firli Bahuri yang diduga melakukan intimidasi kepada dua jurnalis saat melakukan peliputan kegiatan pimpinan anti rasuah tersebut.
Peristiwa itu menimpa Raja Umar jurnalis Kompas TV dan Kompas.com, dan wartawan Puja TV Nurmala.
Ketua IJTI Aceh, Munir Noer mengatakan kejadian itu terjadi saat kedua jurnalis tersebut melakukan peliputan pertemuan Firli Bahuri dengan sejumlah pimpinan media di bawah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh, di Sekretariat Bersama (Sekber) Wartawan di Banda Aceh pada Kamis malam (9/11/2023).
Intimidasi tersebut dilakukan seorang yang mengaku polisi menggunakan pakaian bebas, dan saat itu mengawal kegiatan Firli di Aceh. Yaitu berupa pemaksaan penghapusan foto dan video yang telah diambil oleh kedua jurnalis ini.
Pemaksaan penghapusan foto dan video tersebut merupakan salah satu upaya penghalangan kerja-kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pada Pasal 18 ayat 1.
"Seharusnya, kepolisian memahami dan menghargai kerja jurnalistik yang merupakan perwujudan dari pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Tetapi ini dilakukan upaya penghalangan," ujarnya.
Munir mengatakan kejadian ini kembali mengingatkan bahwa masih banyak anggota polisi yang belum memahami kerja-kerja jurnalistik di lapangan.
Apalagi, wartawan tersebut juga sudah menjalankan kerja-kerja sesuai kode etik jurnalistik. Mereka menggunakan id card media dan juga telah memperkenalkan diri sebelum peliputan.
"Tidak boleh ada larangan bagi jurnalis melakukan peliputan, apalagi ditempat umum, dan peristiwa ini juga terjadi di markas wartawan (Sekber)," ujarnya.
Dalam hal ini, pihaknya mengecam keras dan meminta Mabes Polri dan Polda Aceh untuk mengusut dugaan intimidasi terhadap wartawan tersebut
"Maka dari itu, kita mengecam keras dan meminta Mabes Polri dan Polda Aceh untuk mengusut dugaan intimidasi terhadap wartawan tersebut. Tidak ada yang berhak melarang jurnalis melakukan peliputan di tempat publik," pungkasnya. [NH]