Pakar Anggaran Ungkap Utang Pemko Banda Aceh: Prediksi PAD yang Terlalu Optimis
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Pakar akuntansi sekaligus Dosen FEB USK, Dr. Syukriy Abdullah, S.E., M.Si. [Foto: usk.ac.id]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dr. Syukriy Abdullah, S.E., M.Si., pakar anggaran dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (FEB USK), memberikan pandangannya terkait utang yang masih dihadapi Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh. Menurutnya, salah satu penyebab utama utang tersebut adalah prediksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terlalu optimis.
Dalam diskusi bersama Dialeksis.com pada Rabu (11/9/2024), Dr. Syukriy menjelaskan bahwa Pemko Banda Aceh mengalami masalah keuangan karena target pendapatan yang diharapkan tidak tercapai, sementara belanja tetap berjalan sesuai alokasi dalam anggaran.
“Ketika pendapatan diprediksi 100 miliar, maka belanja juga dianggarkan 100 miliar. Ini yang disebut anggaran berimbang. Namun, jika pendapatan yang diharapkan tidak tercapai, otomatis akan ada defisit yang berujung pada utang,” ungkapnya.
Dr. Syukriy juga menyoroti bagaimana proyek-proyek yang melibatkan pihak ketiga, seperti kontraktor, dapat menjadi beban anggaran jika tidak dikelola dengan baik.
“Kontrak yang sudah ditandatangani antara Pemda dan pihak ketiga harus dibayar, meskipun pendapatan belum pasti. Hal ini sering menimbulkan utang di akhir tahun ketika pendapatan tidak cukup untuk membayar seluruh belanja,” jelasnya.
Menurutnya, permasalahan ini diperburuk oleh kebiasaan pemerintah daerah yang sering kali memproyeksikan pendapatan yang lebih tinggi dari potensi sesungguhnya. Hal ini dilakukan untuk memberi ruang bagi anggaran belanja yang lebih besar, termasuk untuk memenuhi janji-janji kampanye yang diusulkan oleh anggota Dewan dalam bentuk pokok pikiran (pokir).
Namun, ketika pendapatan tidak mencapai target, belanja yang telah dianggarkan tetap harus dibiayai, yang pada akhirnya memicu munculnya utang.
Data terakhir yang dirilis oleh Pemko Banda Aceh menunjukkan bahwa hingga minggu kedua Agustus 2024, realisasi PAD baru mencapai 48,15 persen. Padahal, secara proporsional, pada pertengahan tahun anggaran seharusnya realisasi PAD sudah mencapai 50 persen.
“Ini menunjukkan kemungkinan besar target PAD tidak akan tercapai, dan ini akan berimplikasi pada belanja yang tidak bisa direalisasikan sepenuhnya karena uangnya tidak cukup,” tambah Dr. Syukriy.
Selain itu, Dr. Syukriy menekankan pentingnya verifikasi eksternal terhadap prediksi pendapatan daerah, khususnya PAD.
“Sering kali target PAD yang dianggarkan hanya di atas kertas dan tidak sesuai dengan realita. Verifikasi oleh auditor eksternal diperlukan untuk memastikan bahwa target pendapatan yang dipatok itu realistis dan dapat dicapai,” tuturnya.
Terkait utang yang terus berlanjut, Dr. Syukriy menyatakan bahwa penundaan pembayaran utang dari tahun ke tahun bukanlah solusi yang efektif.
“Jika utang terus menumpuk tanpa ada langkah konkret untuk meningkatkan pendapatan atau mengurangi belanja, maka beban keuangan Pemko Banda Aceh akan semakin berat di masa mendatang,” katanya mengakhiri.
Pemerintah Kota Banda Aceh hingga kini belum memberikan tanggapan resmi terkait masalah ini, meskipun telah mengeluarkan surat edaran pada 29 Agustus 2024 yang berisi penundaan pelaksanaan kegiatan satuan kerja perangkat daerah akibat rendahnya realisasi PAD.
Masalah utang Pemko Banda Aceh ini menjadi peringatan bagi pemerintah daerah untuk lebih realistis dalam menyusun anggaran, terutama terkait proyeksi pendapatan dan belanja, serta lebih transparan dalam pengelolaan keuangannya. [arn]