PDIP Panas : Ganjar Vs Loyalis Soekarno
Font: Ukuran: - +
Sumber : cnnindonesia.com [Dok. Tempo.co]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Hubungan antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan kadernya yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, kurang harmonis saat ini.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo menilai perseteruan antara Ganjar dengan PDIP ini merupakan buntut dari luapan sejumlah kader loyal keluarga Sukarno yang berusaha menegur Ganjar agar tidak berlebihan menonjolkan diri lewat pencitraan.
"Ini lebih pada mereka yang loyal pada trah Soekarno berusaha [meminta] mereka yang di luar trah Soekarno menghormati trah Soekarno. PDIP besar dan dapat elektabilitas besar gara-gara itu. Mereka berusaha memaksa Ganjar untuk melihat tempatnya lagi, introspeksi diri," ucap Kunto.
Perseteruan Ganjar dan PDIP juga bisa diartikan bahwa sejumlah kader PDIP ingin berusaha mendorong Puan Maharani atau sosok dari keluarga Sukarno lainnya untuk diusung menjadi capres oleh PDIP pada Pemilu 2024 mendatang
Menurut Kunto, elite PDIP di kelas menengah mulai gerah dengan manuver politik yang dilakukan oleh Ganjar lewat media massa atau media sosial.
"[Ganjar] kelihatan di media dan sosial medianya dan itu buat beberapa orang di PDIP gerah apalagi belum dapat izin dan segala macam," tuturnya.
Kunto pun memperkirakan perseteruan di internal PDIP ini akan dimanfaatkan Ganjar untuk mendulang elektabilitas. Kunto pun memprediksi elektabilitas Ganjar akan terus mengalami peningkatan setelah perseteruan ini menjadi sorotan publik.
"Ini sangat dimanfaatkan tim Ganjar karena sinetron terzalimi terbukti efektif, kemarin saja Demokrat naik elektabilitasnya. Kayaknya ini walau tidak disengaja tapi ini akan dikapitalisasi oleh Ganjar. Elektabilitas sangat ada jadi besar," katanya
Ketidakharmonisan di internal partai banteng bermoncong putih mengemuka ketika Puan Maharani selaku ketua pengurus pusat PDIP tidak mengundang Ganjar untuk menghadiri acara pengarahan kepada kader PDIP jelang Pemilu 2024 di Semarang, Jateng pada Sabtu (22/5).
Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto mengungkapkan pengurus partai tak mengundang Ganjar karena alasan tak simpatik dengan gubernur Jateng itu yang terlihat ambisius ingin maju sebagai calon presiden (capres) pada 2024.
Pemilik sapaan akrab Bambang Pacul itu menilai intensitas pencitraan Ganjar di media sosial dan media massa terlalu tinggi untuk mengejar ambisinya sebagai capres tersebut.
"Wis kemajon (sudah kelewatan). Yen kowe pinter, ojo keminter (bila kamu pintar, jangan sok pintar)," ucap Pacul.
Puan dalam sambutannya pun menyindir sosok pemimpin yang hanya terkenal di media sosial, tapi tak banyak melakukan aksi nyata di lapangan.
"Pemimpin itu ke depan adalah pemimpin yang ada di lapangan, bukan di sosmed. Pemimpin yang memang dilihat teman-temannya, orang-orang yang mendukungnya. Ada di lapangan, bukan hanya di media," kata Puan di Semarang, Sabtu (22/5).
Pengamat politik dari Universtias Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, mengatakan tidak diundangnya Ganjar dalam kegiatan yang melibatkan Puan itu menunjukkan bahwa kompetisi dan faksionalisme kuat tengah terjadi di tubuh PDIP.
Menurutnya, sikap politik yang ditampilkan Pacul dan Puan mengindikasikan bahwa restu politik PDIP di 2024 tidak akan diberikan kepada sosok yang berasal dari luar keluarga Presiden pertama RI, Soekarno.
"Tentu sikap Puan tidak lepas dari hasil perhitungan politik hasil pengamatan dan observasi panjang yang ia lakukan pada pola kepemimpinan dan pendekatan politik Ganjar," ucap Khoirul.
Namun, lanjutnya, Ganjar bisa melakukan sejumlah langkah bila tetap ingin mendapatkan tiket capres dari PDIP di Pemilu 2024 mendatang.
Pertama, menurut Khoirul, Ganjar harus bisa membangun kepercayaan faksi-faksi elite PDIP bahwa dirinya akan tetap berada dalam kontrol politik eliet PDIP sebagai petugas partai, bukan pemain solo yang berlabel PDIP.
Kedua, kata dia, Ganjar harus mampu memastikan bersih dari kasus lama yang sering dikaitkan dengannya, terutama soal dugaan kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Ketiga, menurut Khoirul, Ganjur harus mampu menciptakan momentum politik seperti yang dilakukan Joko Widodo pada 2013 silam.
"Ganjar harus mampu menjelaskan kepada masyarakat akar rumput di level nasional tentang justifikasi mengapa dirinya layak, perlu, dan relevan untuk dipilih menggantikan Jokowi di 2024 mendatang," tutur dia.
"Jika tiga hal itu tidak mampu dilakukan Ganjar, maka ia berpotensi masuk daftar nama-nama besar yang selama proses jelang kompetisi, terlanjur layu sebelum berkembang," imbuh Khoirul.
(mts/gil)