Pedagang Pasar Keluhkan TikTok Shop, Pengamat Ekonomi: Perlu Diedukasi Penjual untuk Gunakan Marketplace
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Rustam Effendi. [Foto: for Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengamat Ekonomi Rustam Effendi menyebutkan angka pertumbuhan ekonomi Aceh selama Triwulan II 2023 terhadap Triwulan II 2022, pada jasa keuangan di Aceh menunjukkan minus (-) 17,3% atau makin terkontraksi dibanding triwulan I -6,89%.
Menurut Dosen Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) itu merosotnya ekonomi Aceh disebabkan oleh beberapa faktor.
“Pertama, pertumbuhan ekonomi Aceh memang tidak tumbuh signifikan, masih terperangkap pada kisaran angka 4,0%,” kata Rustam kepada Dialeksis.com, Rabu (27/9/2023).
Kedua, lanjutnya, sektor lapangan usaha ekonomi pada Triwulan II 2023 tampak makin banyak yang minus dibanding Triwulan sebelumnya.
Lebih lanjut, kata Rustam, daya beli masyarakat makin menurun, baik akibat adanya kenaikan harga pangan seperti beras, juga karena terbatasnya kesempatan kerja sebagai implikasi dari minimnya investasi swasta di daerah ini. Akibatnya, tambahan pendapatan bagi masyarakat mnjadi terbatas.
Selain itu, kata dia, rendahnya ekonomi masyarakat karena bertambahnya penjualan lewat market place atau E-commerce, hal itu sangat berpengaruh terhadap turunnya omzet di pasar-pasar.
“Market place menyediakan layanan yang lebih bagus, khususnya dari sisi harga, juga banyak pilihan,” ucapnya.
Solusinya, menurut pemegang Sertifikat Financial Risk Management ini mengatakan, pemerintah harus menawarkan kebijakan yang dapat meringankan beban pedagang dengan beberapa insentif jangka pendek.
Misal, sebutnya, rasionalisasi biaya sewa tempat usaha, sehingga pedagang juga dapat menawarkan harga yang lebih bersaing, setidaknya tidak terlalu jauh dengan yang ditawarkan di market place.
Tak hanya itu, bagi Rustam, penting juga para pedagang diberikan edukasi dan diajarkan untuk menggunakan market place, sehingga mereka bisa berjualan di samping offline juga dengan market place.
“Dengan 2 pola penjualan ini tentu berpeluang menambah omzet, toko yang ada tetap buka seperti biasa. Pedagang harus beralih ke pasar digital,” jelasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, para pedagang mengeluhkan kondisi pasar yang kini berubah drastis, banyak pedagang ditinggal pembeli dan bahkan pelanggan.
Mardhiah, salah satu pedagang di Pasar Aceh mengungkapkan kepada Dialeksis.com bahwa melesunya aktifitas jual beli di Pasar Aceh sudah terjadi paska pandemi Covid-19, akan tetapi pukulan paling parah terjadi pada bulan Mei 2023 hingga hari ini.
Menurutnya maraknya toko-toko online dan TikTok Shop sebagai penyebab lesunya penjualan di Pasar Aceh, pembeli lebih memilih untuk berbelanja online.
Merespons fenomena itu, kata Rustam, pada kondisi seperti itu sangat penting peran pemerintah lewat dinas teknis untuk mengedukasi pedagang.
“Yang jelas tidak mungkin meminta menutup online shop yang sudah menjamur seperti sekarang ini. Terpenting sekarang bagaimana para pedagang bisa ikut terlibat dalam market place tersebut, apalagi dengan berkembangnya ekonomi digital seperti sekarang ini,” jelasnya.
Mendag Larang TikTok Shop
Usai viral pedagang di pasar dan pusat perbelanjaan sepi pelanggan dan menyalahkan TikTok Shop, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Mendag) pun mengambil langkah. Permendag bakal mengatur ketentuan yang melarang media sosial untuk berjualan langsung.
Mendag Zulkifli Hasan bakal meneken Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 50 Tahun 2020 tentang Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Nantinya media sosial (medsos) seperti TikTok dilarang berjualan lewat TikTok Shop.
Dalam Permendag tersebut diatur bahwa media sosial dalam hal komersil hanya diperbolehkan memfasilitasi promosi barang atau jasa atau mengiklankan, tidak boleh melakukan transaksi apapun.