Pelayanan Exchange Money dan Pembayaran Digital di Kawasan Wisata Sabang Harus Ditingkatkan
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
T Saipul Hadi, Mahasiswa Magister Sains Ekonomi Islam Universitas Airlangga. [Foto: For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Beberapa waktu lalu diberitakan sulit para turis yang ada di kawasan Sabang dalam mendapati pelayanan penukaran uang.
Salah satu Mahasiswa Aceh yang tengah menempuh pendidikan Magister Sains Ekonomi Islam di Universitas Airlangga, T Saipul Hadi mengatakan, ini menjadi perhatian kita bersama, Aceh yang saat ini sudah menerapkan sistem syariah harusnya juga bisa dinikmati para pengunjung dari luar daerah yang datang ke Aceh sebagai Turis.
“Saat ini di Aceh sudah ada banyak Bank Syariah, salah satunya yang mendominasi yaitu Bank Aceh Syariah dan Bank Syariah Indonesia,” sebutnya.
Harusnya, kata Saipul, kedua lembaga Bank ini bisa berupaya maksimal dalam penerapannya.
“Salah satunya adalah BSI. Walaupun BSI masih seumur jagung, namun BSI bisa dikatakan sebagai lembaga Bank yang berada diujung tongkat, namun dalam penerapannya BSI masih belum bisa memberikan pelayanan maksimal, terutama pelayanan terhadap Turis yang mungkin masih asing dengan sistem Syariah,” sebutnya.
Dirinya mengatakan, disinilah menjadi sebuah dilematis bagi masyarakat luar daerah yang mengenal sistem konvensional (Non-Syariah). Dalam hal ini, menurutnya, penting lembaga keuangan yang ada di Aceh memikirkan dan memberikan solusi terhadap turis yang masih mengenal sistem Konvensional dalam bertransaksi.
“Di Aceh kan semua sudah Syariah, gak bisa lagi konvensional, jadi harus ada alternatif lainnya, ataupun pelayanan lebih bagi mereka,” sebutnya.
Dirinya mencontohkan kawasan Sabang yang bisa dikatakan sebuah daerah di Aceh yang dikenal dengan kawasan atau daerah Wisatanya dimana kawasan tersebut mengundang banyak wisatawan dari luar daerah termasuk turis dari mancanegara.
“Disinilah peran BSI, BAS, Bank Indonesia dan Lembaga Keuangan lainnya dalam mengupayakan pelayanan maksimal terhadap kawasan-kawasan seperti Sabang, atau kawasan yang membutuhkan waktu perjalanan yang lumayan lama dan harus menyeberangi antar wilayah (Lewat jalur laut atau udara),” ujarnya lagi.
“Misalkan penambahan armada pelayanan publik Money Exchange, atau ATM bersama berjalan, ataupun Kios Penukaran Uang di kedai-kedai masyarakat, ini yang peranan yang harus dilakukan oleh para lembaga keuangan tersebut,” ujarnya.
Menurutnya, dalam hal ini Disbudpar Aceh juga memiliki peranan yang besar dalam mensosialisasikan penerapan Qanun LKS tersebut kepada para wisatawan mancanegara.
“Terutama disini yang menjadi targetnya adalah para Tour Guide yang ada di Aceh, mereka diberi bekal pelatihan untuk mensosialisasikan sistem keuangan syariah di Aceh kepada para Turis ini dan tentu Disbudpar Aceh juga jangan sampai lepas tangan terhadap konsep wisata halal yang tengah di godok selama ini harus berjalan dengan sangat sukses di Aceh,” tukasnya.
Oleh karena itu, Menurutnya, semua elemen harus saling bersinergi dalam mengupayakan agar konsep wisata halal di Aceh dengan mengutamakan penerapan Qanun LKS harus berjalan dengan maksimal.
Alternatif transaksi lainnya bagi Turis
Sebenarnya, kata Saipul, sudah ada yang namanya pembayaran secara Digital. “Misal pakai QRIS, DANA, OVO dan lainnya, jadi selain diarahkan menggunakan account syariah di Aceh, para Turis ini juga bisa diarahkan menggunakan account digital dengan beberapa aplikasi pembayaran itu,” katanya.
Hanya saja, kata Saipul, harus adanya Money Exchange juga. Menurutnya lagi, seperti swalayan Nasional Alfamart dan Indomaret jika didorong untuk menyediakan jasa penukaran uang mata asing ini lebih memudahkan juga bagi turis.
“Jadi misal mereka sudah account QRIS, OVO ataupun DANA, mereka cukup tukar uang diswalayan kemudian, langsung isi saja uang digital, jadi ketika ingin transaksi para turis bisa pakai uang digital menggunakan aplikasi tersebut, jadi secara tidak langsung ini juga sudah memberikan solusi baru bagi turis,” ujarnya.
Lanjut Saipul mengatakan, para Tour Guide ini harus bisa mensosialisasikan hal tersebut kepada para turis terutama dikawasan Sabang.
“Akses ke Sabang inikan terbatas juga, harus pakai kapal penyeberangan atau kapal cepat, baru bisa ke Banda Aceh, jadi penting sekali digodok pendukung lebih untuk kawasan wisata seperti ini,” sebutnya lagi.
Dia mengatakan, ketika ingin mengundang turis ke Aceh maka yang diharapkan turis dapat menghabiskan uangnya di Aceh untuk mendapatkan pengalaman wisata halal yang luar biasa.
“Namun jika fasilitas, dan sosialisasinya, pelayanannya, dan promosi wisata halalnya tidak memadai bagaimana turis ingin menghabiskan uangnya di Aceh untuk berwisata khususnya,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Saipul, Disbudpar Aceh harus bisa terus mempromosi dan memberi pelatihan kepada para Tour Guide di Aceh, lembaga keuangan Syariah terus bisa meningkat pelayanannya agar semakin baik, BAS dan BSI harus bisa memberikan fasilitas terbaik dalam melayani para turis lokal, luar daerah bahkan mancanegara.
Dirinya menyakini lembaga keuangan Syariah di Aceh mampu dan sanggup menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Walapun penerapan Qanun LKS ini masih belum sempurna, namun kita harus yakin bahwa hal ini bisa diwujudkan, selama semuanya bersinergi demi mewujudkan kawasan Wisata Halal di Aceh sesuai implementasi Qanun LKS,” pungkasnya. [ftr]