Pemerhati Sosial: Mau Sampai Kapan Aceh Tanpa Bioskop?
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi bioskop
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sudah 18 tahun Aceh tanpa bioskop. Hal ini dianggap bertentangan dengan hak kebudayaan dan hak sipil politik masyarakat Aceh.
"Satu daerah dianggap maju kalau pemerintahnya mampu mengakomodir segala hak masyarakatnya, termasuk hal yang berhubungan dengan kebudayaan," ungkap Pemerhati Sosial yang sempat menjadi Peneliti di Aceh Institute itu, Teuku Muhammad Jafar saat dihubungi Dialeksis.com, Senin (6/1/2020).
"Bila hak ini belum ditunaikan juga, berarti pemerintah belum secara maksimum memberikan kebahagiaan kepada rakyatnya," tambah Jafar.
Diketahui saat ini Pemerintah Kota Banda Aceh setuju dan sedang meminta restu kepada Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) soal wacana pembangunan bioskop ini.
"Kalau MPU tidak kasih restu juga, berarti ya (dinanti) gerakan massa," kata Jafar.
Dahulu, lanjutnya, Aceh punya bioskop dan jumlahnya tidak satu, bahkan tersebar di seluruh daerah di Aceh.
"Gini ya, sekarang sudah 2020, mau sampai kapan Aceh tanpa bioskop? Mau tunggu 2025 lagi?" ungkap Pemerhati Sosial itu.
"Kalau ada film baru, orang Aceh berbondong-bondong ke sana (bioskop luar Aceh untuk menonton), ngapain gitu? Di sini kan bisa juga," tambahnya.
Jika pun bertentangan dengan syariat Islam, Jafar menyarankan agar pemerintah mendirikan bioskop berbasis syariah.
"Kan bisa dipisah antara laki-laki dan perempuan. Sudahlah, cukup sudah memakai alasan itu," pungkasnya.(sm)