Pemerintah Aceh Akui Kerusakan Hutan Jadi Persoalan Serius, Pemerhati Lingkungan Harap Komitmen Berkelanjutan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Pemerhati Lingkungan, TM Zulfikar. [Foto: ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh sudah mengakui bahwa kerusakan hutan telah menjadi persoalan serius yang harus segera ditindaklanjuti.
Dalam satu momen, Dinas Lingkungan hidup dan Kehutanan Aceh mengumumkan kepada publik bahwa pada periode 2019-2020 sudah ada 1.596 hektar hutan yang rusak, dan Pemerintah Aceh kemudian menyampaikan komitmennya untuk serius menggiatkan berbagai program penyelamatan kerusakan hutan yang terjadi.
Komitmen pemerintah provinsi ini juga diapresiasi oleh pemerhati lingkungan hidup, TM Zulfikar. Menurutnya, sudah sepantasnya pemerintah provinsi mengambil peran pemulihan kerusakan hutan, dikarenakan terdapat peta penguasaan wilayah yang dikuasai penuh oleh pemerintah provinsi.
Meskipun dirinya juga tak menafikan penguasaan pemerintah pusat seperti di wilayah konservasi misalnya, tetapi dia berharap agar pemerintah provinsi mau menumbuhkan komitmen bersama dengan pemerintah pusat dalam upaya kolaborasi merawat lingkungan.
“Dari level atas sampai ke level bawah harus sama-sama melakukan pengawasan hutan. Ini yang menurut saya perlu didorong, salah satunya dengan cara penegakan hukum secara terpadu,” ujar TM Zulfikar kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Rabu (23/11/2022).
Menurutnya, wujud dari kolaborasi ini juga bisa digandeng bersama masyarakat. Masyarakat bisa mengambil peran pengawasan, misalnya dengan cara memberikan informasi secara lengkap di titik-titik mana saja telah terjadi perusakan hutan. Dengan demikian, pengawasan dan penindakan hukum bisa berjalan secara serumpun.
Di sisi lain, bicara soal penindakan hukum terhadap oknum perusak hutan, menurut Zulfikar baiknya jangan dilakukan secara represif. Bagusnya jika ada pelanggaran diberi peringatan terlebih dahulu untuk satu atau dua kali. Kemudian jika pelanggaran perusakan hutan terus menjadi-jadi, baru kemudian disikat habis dan harus diberi efek jera.
“Bagi yang sudah bandel, yang sudah nakal, dan sudah berkali-kali, saya pikir harus ada efek jera. Artinya penegakan hukum harus dijalankan,” ungkapnya.
Sementara itu, bicara soal program penyelamatan hutan dari kerusakan yang digagas pemerintah provinsi, kegiatan yang dilakukan haruslah menyeluruh ke semua wilayah dan jangan separuh-separuh.
Menurut Zulfikar, kerusakan hutan di Aceh sudah melebar kemana-mana. Semua wilayah yang berpotensi rusak harus ada perlakuan cepat.
“Titik-titik kritis mungkin boleh menjadi prioritas. Namun masalahnya wilayah kritis ini tidak hanya ada di satu tempat saja. Sudah melebar kemana-mana. Semua wilayah harus menjadi perhatian kita bersama,” ucapnya.
Sehingga, kata dia, dengan adanya komitmen yang berkelanjutan dan upaya maksimal dari semua pihak, maka dapat dipastikan penurunan emisi gas rumah kaca dan pengurangan dari bencana alam dapat teratasi dengan tutupan hutan yang semakin bagus.(Akh)