Pemerintah Aceh Deklarasikan Stop Pornografi
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - 'Pornografi adalah konten berbentuk gambar yang menyimpang dari norma dan budaya universal'. Itulah pesan singkat Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah, yang dituliskan pada papan pesan, di salah satu stand, usai mendeklarasikan Aceh Stop Pornografi, di Lapangan Blang Padang, Senin (22/4/2019).
Sementara itu, dalam sambutannya Plt Gubernur menegaskan pentingnya deklarasi Tolak Pornografi sebagai upaya melindungi generasi penerus dari ancaman pengaruh buruk globalisasi.
"Kampanye ini sangat penting sebagai bagian dari kebulatan tekad kita untuk melindungi dan menyelamatkan generasi muda Aceh dari bahaya pengaruh negatif globalisasi. Kita tahu bahwa era globalisasi yang berkembang dewasa ini tidak hanya menghadirkan hal positif seperti teknologi baru yang memudahkan kerja-kerja kita, tapi juga memudahkan masuknya kejahatan-kejahatan global, termasuk pornografi," ujar Nova.Bahkan, sambung Nova, pornografi bisa begitu mudah diakses semua orang, hanya melalui jaringan handphone di tangan, gambar-gambar yang tidak senonoh dengan cepat menyebar. Dalam beberapa kasus, gambar ponografi turut memicu kejahatan seksual, pergaulan bebas dan berkembangnya budaya yang tidak sesuai budaya Aceh.
Menurut Nova salah satu pemicu mudahnya mengakses pornografi adalah tersedianya jaringan internet. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan informatika RI menyebutkan, hingga Januari 2018, dari total 265,4 juta penduduk Indonesia, sebesar 50 persen atau sejumlah 132.7 juta merupakan pengguna internet, dan sebesar 49 persen atau 130 juta orang merupakan pengguna aktif media sosial.Plt Gubernur mengibaratkan kehadiran jaringan internet sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi, sangat banyak menghadirkan kemudahan dalam mendukung kerja-kerja dan aktivitas sehari-sehari, namun di sisi lain internet juga bisa menghadirkan masalah.
"Salah satunya dapat dilihat dari konten media sosial yang banyak negatif dan berbau pornografi. Ironisnya, konten itu bisa diakses siapa saja, termasuk anak-anak. Negara tentu wajib melindungi anak-anak, sebab mereka adalah aset masa depan bangsa kita. Dan, 30 persen atau 79,6 juta populasi rakyat Indonesia adalah anak-anak," kata Nova.
Berdasarkan survei Kemendikbud tahun 2018 menyebutkan, jumlah anak Indonesia yang terpapar pornografi cukup banyak. Survei yang dilakukan di empat provinsi, yaitu di Aceh, Jogyakarta, Jawa Tengah dan Jakarta, menunjukkan bahwa 22,2 persen anak-anak di Kota Banda Aceh usia 9 hingga 18 tahun telah terpapar pornografi. Sementara di Yogyakarta mencapai 26,8 persen, Semarang 34,7 persen dan Jakarta 16,3 persen.
"Ini artinya, 2 dari 10 anak Aceh terpapar pornografi. Survei ini tentu menghadirkan pukulan telak bagi kita, sebab faktanya pengaruh pornografi terhadap anak-anak Aceh cukup tinggi. Maka itu perlu langkah cepat dan tepat untuk mengatasi permasalahan ini agar tingkat keterpaparan anak Aceh terhadap konten yang tidak senonoh ini dapat kita turunkan," imbuh Nova.
Saat ini sudah ada 3 regulasi yang mengamanatkan langkah sigap memberantas pornografi di Aceh, yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 38 Tahun 2015 tentang Pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi, serta Pergub Aceh Nomor 66 tahun 2015 tentang Rencana Aksi Provinsi untuk Pencegahan dan penanganan Pornografi.
"Gerakan 'Tolak Pornografi!' merupakan bentuk pernyataan perang masyarakat Aceh terhadap pornografi. Saya berharap semua lembaga publik, pihak swasta dan elemen masyarakat mendukung langkah ini, sehingga kita dapat menyelamatkan generasi muda Aceh dari kerusakan moral," ujar Nova tegas.
Bersamaan dengan deklarasi Tolak Pornografi ini, Plt Gubernur Aceh telah membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan pornografi. Plt jug mengimbau agar gugus tugas ini segera dibentuk di tingkat kabupaten/kota.
Nova memaparkan, 4 langkah yang harus segera dilakukan gugus tugas ini, yaitu memetakan masalah pornografi di daerah kita, sehingga dengan adanya data itu, kita dapat mengupayakan langkah-langkah penanggulangan dengan baik, Mengupayakan agar situs-situs porno ditutup agar tak seorangpun yang bisa mengaksesnya.
Selanjutnya, membatasi jam operasional warung internet di Aceh, sebab warnet ini salah satu tempat potensial penyebaran internet, serta larangan bagi pelajar dalam jam sekolah berkunjung ke warnet. Untuk itu, razia di Warnet-warnet di seluruh Aceh harus ditingkatkan agar mereka patuh terhadap kebijakan ini.Terakhir, perlu dilakukan sosialisasi bahaya pornografi di seluruh aceh, mulai dari sekolah – sekolah sampai kepada seluruh kepada keluarga. Para ulama, tokoh adat, Tim Penggerak PKK, dan seluruh keluarga diharapkan berperan dalam sosialisasi ini sehingga gerakan 'Tolak Pornografi' menjadi semangat yang berkembang di daerah Aceh.
"Kampanye ini jangan dianggap seremonial belaka. Usai pertemuan ini, lembaga terkait di Aceh saya imbau untuk segera menyiapkan rencana strategis, agar perang melawan pornografi benar-benar dapat kita lakukan secara nyata, dengan target yang realistis, terukur, dan dapat dievaluasi secara berkala," pungkas Plt Gubernur.
Kegiatan yang mengangkat tema 'Kilau Generasi Bebas Pornografi Wujudkan Generasi Aceh Hebat' ini juga diisi dengan pembacaan Deklarasi Stop Pornografi oleh Plt Gubernur Aceh dan diikuti oleh seluruh hadirin. Deklarasi juga ditandai dengan pelepasan burung Merpati dan melakukan cap tangan sebagai simbol Tolak Pornografi. (h)