DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh meluruskan informasi yang berkembang di ruang publik terkait isu pengiriman surat Gubernur Aceh ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam penanganan bencana besar yang melanda sejumlah wilayah di Aceh.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, menegaskan bahwa tidak ada permintaan bantuan langsung ke PBB sebagaimana yang ramai dispekulasikan di media sosial.
“Itu salah pemahaman. Surat tersebut bukan ditujukan ke PBB, melainkan kepada lembaga-lembaga internasional yang memang sudah ada dan beroperasi di Indonesia,” kata Muhammad MTA kepada awak media, Selasa (16/12/2025).
Ia menjelaskan, lembaga seperti UNDP, UNICEF, dan IOM merupakan mitra resmi pemerintah Indonesia yang selama ini memiliki program dan pengalaman panjang di Aceh, termasuk saat penanganan tsunami 2004.
Menurutnya, Pemerintah Aceh hanya meminta partisipasi dan keterlibatan lembaga-lembaga tersebut dalam penanganan darurat serta rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, sejalan dengan upaya melibatkan NGO dan organisasi masyarakat sipil nasional yang saat ini telah bekerja di Aceh.
“UNICEF sampai sekarang masih memiliki program di Aceh, khususnya perlindungan anak. Pemerintah Aceh berharap program-program seperti ini tetap berjalan dan diperkuat untuk pemulihan pascabencana,” jelasnya.
Muhammad MTA menegaskan, meskipun lembaga-lembaga tersebut berafiliasi internasional, seluruh aktivitasnya tetap berada di bawah mekanisme dan izin pemerintah pusat.
“Mereka tidak bisa masuk tanpa izin pemerintah pusat. Itu prosedur yang sudah baku dan berjalan selama ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa seluruh langkah penanganan bencana di Aceh tetap berada dalam koordinasi nasional dan supervisi pemerintah pusat, meskipun status bencana telah ditetapkan sebagai bencana provinsi.
“Walaupun statusnya bencana provinsi, supervisi dari pemerintah pusat sangat kuat. Ini menunjukkan negara hadir dan menjadikan bencana ini sebagai prioritas nasional,” katanya.
Hingga saat ini, tercatat 77 lembaga kemanusiaan telah terdaftar secara resmi di Desk BNPB dan Posko Penanganan Bencana Aceh, dengan sekitar 1.900 relawan terlibat langsung dalam kegiatan kemanusiaan.
“Semua terkoordinasi dan tercatat secara resmi. Ini kerja besar dan melibatkan ribuan orang di lapangan,” tegas Muhammad MTA.
Menanggapi isu yang menyebut seolah-olah Gubernur Aceh melangkahi kewenangan Presiden, Muhammad MTA menilai narasi tersebut muncul akibat miskomunikasi publik.
“Yang dibangun seakan-akan gubernur melangkahi presiden. Padahal tidak. Gubernur tidak meminta bantuan ke PBB,” ujarnya.
Ia memastikan komunikasi antara Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat berjalan dengan baik. Bahkan, Badan Komunikasi Presiden telah menerima penjelasan dan menyambut positif langkah-langkah yang diambil Pemerintah Aceh.
“Ini bencana besar, bahkan belum pernah terjadi selain tsunami. Maka penanganannya juga harus luar biasa dan dilakukan bersama,” katanya.
Selain UNDP, UNICEF, dan IOM, lembaga lain seperti Islamic Relief juga telah terdaftar dan mulai berkontribusi. Skema kerja sama selanjutnya akan disesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat.
“Fokus utama kami adalah keselamatan, pemulihan, dan pemenuhan hak-hak korban. Selama status bencana masih berlangsung, Pemerintah Aceh akan bekerja maksimal,” pungkas Muhammad MTA. [nh]