Pemerintah Aceh Tegaskan Pelantikan Pejabat Eselon III dan IV Bukan karena Kerabat
Font: Ukuran: - +
Rahmad Raden, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh . (Foto: Humas Aceh)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh Penetapan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan eselon III dan IV bukan karena kerabatnya pejabat, melainkan karena kualifikasi pendidikannya terpenuhi, kompetensi teknisnya memadai, kompetensi manajerialnya teruji, dan hasil evaluasi Tim Penilai Kinerja Pemerintah Aceh, menunjukkan ia cakap dan memenuhi syarat memangku jabatan struktural administrator maupun pejabat pengawas di lingkungan Pemerintah Aceh.
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh Rahmad Raden, di Banda Aceh, Minggu (23/9), untuk menepis rumor yang berkembang pasca pelantikan 626 pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Aceh, Senin (17/3), lalu.
Sebelumnya muncul perbincangan yang menjadi berita, bahwa di antara pejabat yang dilantik tersebut terdapat mertua Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, istri Plh Sekda Aceh Taqwallah, dan istri Sekjen DPD Demokrat Iqbal Farabi.
Menurut Rahmad, status perkawinan seseorang tak bisa dijadikan alasan untuk menghambat karier PNS. Hal ini tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor Nomor 5 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017.
Kebijakan dan manejemen PNS dan Aparatur Sipil Negera (ASN) didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa membedakan latar belakang politik, ras, wana kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecatatan, katanya.
"Menghambat karier seseorang gara-gara status pernikahannya merupakan tindakan diskriminatif," tegas alumni Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri itu.
Syarat pengangkatan seorang PNS dalam jabatan administrator menurut PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS antara lain berstatus PNS, kualifikasi pendidikan paling rendah Sarjana atau Diploma IV, memiliki kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural, berdasarkan hasil evaluasi oleh tim penilai kinerja PNS, jelas Rahmat.
Menurut Rahmad, tiga pejabat perempuan yang dilantik Plt Gubernur Aceh, di antara 626 pejabat eselon III dan eselon IV saat itu, alih-alih karena faktor kekerabatannya, mereka justru memiliki kualifikasi yang melebihi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Rahmad menjelaskan, Dra Nurhayati yang dilantik sebagai Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) pada Dinas Pendidikan Aceh, merupakan Pengawas Sekolah berprestasi tingkat nasional tahun 2013.
Karir PNS-nya dimulai sebagai sebagai guru Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) tahun 1988-1998, dan dipercaya sebagai kepala sekolah tahun 1988-2009. Jabatan kepala SMK diserahterimakan kepada pejabat lainnya ketika ia mendapat kepercayaan baru sebagai pengawas sekolah pada tahun 1998-2018.
Selain latar belakang kesarjanaannya, lanjut Rahmad, Nurhayati pernah dikirim belajar (short scourt) ke Melbourne, Australia, saat guru SMK. Pada saat menjabat Kepala SMK ia dipercaya oleh Kemendiknas RI mengikuti pendidikan singkat (short course) ke Philipina. Ketika menjadi Pengawas Sekolah pun, lagi-lagi Nurhayati dikirim ke National Institute of Education, Singapore.
"Bila bukan berprestasi mungkinkah Nurhayati diutuskan ke luar negeri berkali-kali?" tanya Rahmad apologis.
Bahkan, tambah Rahmad, sebelum dilantik sebagai Kepala Bidang GTK Dinas Pendidikan Aceh, Nurhayati telah dipercaya pada posisi tersebut sebagai Pelaksana Tugas (Plt), usai mengikuti short course tentang pendidikan karakter di Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPI), Malaysia. Nurhayati menjadi Plt Bidang GTK itu menggantikan Darmansyah yang diangkat sebagai Kepala Dinas Pemuda dan Olah Raga Aceh.
Sementara itu, Rahmad tidak menapik Safrida Yuliani, SE, M.Si, Ak istri Plh Sekda Aceh Taqwallah. Ia dilantik sebagai Kabid Pengembangan dan Sertifikasi Kompetensi Teknis Inti pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aceh. Begitu juga Feriyana, SH, M.Hum yang bersuamikan Iqbal Farabi, Sekjen DPD Partai Demokrat Aceh. Ia dilantik sebagai Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Aceh. Keduanya PNS perempuan berprestasi, jelasnya.
Rahmad melanjutkan, Safrida Yuliani lulusan Magister (S2) Ilmu Akuntansi (2009) dengan predikat cumlaude. Safrida memulai karirnya dari jenjang paling bawah sebagai Kaur Perencanaan pada Kantor Camat Samalanga (2000-2001).
Sebelum dilantik sebagai Kabid Pengembangan & Sertifikasi Kompetensi Teknis Inti pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aceh, ia sudah melewati 10 jabatan sejak 2000-2001.
Jabatannya terakhir adalah PPK Dana Dekosentrasi Kediklatan pada PBSDM, sejak Maret 2018. Selain sudah mengikuti Diklatpim IV dan III, Safrida juga pemegang sertifikasi keahlian pengadaan barang dan jasa Juni 2018, urai Rahmad.
Lebih lanjut Rahmad menjelaskan profil singkat Feriyana. Perempuan kelahiran Sabang 19 September 1970 itu tak bisa dipungkiri istri Iqbal Farabi, Sekretaris DPD Partai Domakrat Aceh. Tetapi Feriyana bukan PNS karbitan.
Masa kerja Feriyana sudah 21 tahun (1997-2018). Magister Hukum (S2) jebolan Universitas Sumatera Utara ini bahkan dinyatakan lulus tiga besar untuk Jabatan Tinggi Pratama Kepala Biro Hukum Setda Aceh (Eselon II) Desember 2017.
Pelantikan Feriyana sebagai Sekretaris Bappeda Aceh juga bukan promosi, hanya reposisi saja dari jabatan esolon III sebelumnya di Biro Hukum Setda Aceh ke eselon yang sama sebagai Sekretaris Bappeda Aceh, tutur Rahmad lagi.
"Mempersoalkan ketiga pejabat perempuan yang pelantikannya disetujui Kemendagri itu, menurut saya tidak tepat, kecuali kita memang sangat anti gender atau memiliki motif lain," pungkas Rahmad. (Humas Aceh)