Pemkab Aceh Selatan Dinilai Netek ke Dana Desa
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Fenomena yang menghadirkan polemik kembali dipertontonkan oleh Pemerintah Aceh Selatan melalui pendanaan pelaksanaan MTQ XXXV tingkat kabupaten Aceh Selatan. Bagaimana tidak, momentum yang dilaksanakan setiap 2 (dua) tahun sekali itu, kali ini justru terkesan adanya pembebanan pada dana desa, padahal momentum itu semestinya sudah didanai full melalui APBK Aceh Selatan.
"Untuk menyokong pembiayaan MTQ tingkat kabupaten kali ini beredar khabar, setiap Gampong di salah satu kecamatan justru dibebani sebesar 500 ribu/gampong, kantor camat dibebani 2.500.000 bahkan karyawati hingga PNS juga turut harus berkontribusi," ungkap pemuda asal Sawang Aceh Selatan, Jekki kepada Dialeksis.com, Sabtu (20/03/2021).
Padahal semestinya untuk kegiatan tersebut sudah ada alokasi anggarannya full dari APBK, jika tetap dipungut dari sumber lainnya justru berpotensi adanya tumpang tindih penggunaan anggaran. Hal yang lebih miris adanya kesan kegiatan pemkab sering netek kepada dana desa," tambahnya.
Menurut Jekki, kebijakan Pemkab yang bergantung pada dana desa untuk menyokong kegiatan kabupaten dapat disinyalir menunjukkan dana APBK Aceh Selatan tidak mampu secara optimal untuk melaksanakan sebuah kegiatan tingkat kabupaten.
"Seharusnya pemerintah Aceh Selatan lebih menyokong pembangunan gampong-gampong di luar hal yang dapat ditangani dengan dana desa, bukan malah sebaliknya kerap membebankan setiap agenda kabupaten kepada dana desa. Tentunya patut dipertanyakan apakah ini efek dari defisit anggaran ataupun efek dari PAD yang terus menurun dari tahun ke tahun,"ujarnya.
Lebih lanjut kata Jekki, pelaksanaan MTQ atau momentum rutin lainnya tingkat kabupaten semestinya dipersiapkan dengan lebih matang termasuk dari aspek ketersedian dan penggunaan anggaran kabupaten itu sendiri.
"Lantas, apakah ini bagian dari alasan atau ada korelasinya dengan indikasi dana desa di Aceh Selatan tetap dicairkan lebih awal pada tahun 2021 misalkan walaupun padahal khabarnya sebagian Gampong belum melakukan LPJ tahun 2020. Apakah karena pemerintah kabupaten sering netek pada dana desa, sehingga ketika ada persoalan dan penyalahgunaan dana desa, pemkab terkesan membiarkan saja," imbuhnya.
Pihaknya berharap tata kelola keuangan pada APBK Aceh Selatan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan transparan. "Akhir-akhir ini KPK RI sudah menetapkan Aceh Selatan sebagai salah satu dari 13 daerah di Aceh dengan pengawasan terhadap tindak pidana korupsi sangat rendah. Bahkan salah satu aspek yang dinilai adalah persoalan pengelolaan dana desa. Kita berharap kondisi ini menjadi bahan mawas diri dan evaluasi pemkab bukan malah dengan dungu menyombongkan diri," sebutnya.
Jekki juga menyinggung persoalan logo MTQ Aceh Selatan hasil copy paste dari google yang sempat beredar di masyarakat.
"Di sini terlihat lemahnya kemampuan pemerintah Aceh Selatan untuk mempertimbangkan hasil karya dan inovasi. Di banyak daerah sering pembuatan logo seperti ini diadakan kompetisi untuk menghadirkan berbagai kreasi yang tentunya tidak menerima produk hasil duplikat, berbeda dengan Aceh Selatan malah terkesan membiarkan hal itu terjadi," kata Jekki.
"Untung saja setelah diprotes, logo tersebut tidak jadi digunakan. Jika tidak justru akan mencoret nama baik Aceh Selatan di mata orang luar,"pungkasnya.