Penanganan Banjir Aceh Utara Perlu Sinergitas Bersama Antara Pemkab, Pemprov dan Pusat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zakir
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara, Hamdani, S.Ag., M.Sos. [Foto: Serambinews]
DIALEKSIS.COM | Aceh Utara - Aceh Utara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh dan tecatat sebagai kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Serambi Mekkah - julukan Aceh. Dulu Aceh Utara adalah penyumbang PAD terbesar untuk Aceh berkat adanya ladang Migas serta beberapa industri skala besar lainnya.
Masa kejayaan Migas Aceh Utara bukan hanya menjadi motor penggerak PAD Aceh, tapi juga sebagai salah satu penyokong APBN dari Pulau Sumatera. Tak heran bila Aceh Utara dulunya menyandang gelar 'Petro Dollar'. Lalu bagaimana dengan Aceh Utara hari ini?.
Aceh Utara hari ini bisa dibilang berada di "fase kegelapan". Disamping denyut Migas yang mulai berhenti, ekonomi masyarakat kabupaten yang dipimpin Bupati Muhammad Thayib atau akrab disapa Cek Mad juga hancur tiap tahunnya akibat diterjang banjir besar.
Ya, Kabupaten Aceh Utara hampir tiap tahun dikepung banjir besar yang mengakibatkan separuh lebih wilayahnya "tenggelam" setiap tahunnya. Parahnya lagi, Kota Lhoksukon - Pusat Pemerintahan Utara - termasuk yang paling parah dilanda banjir.
Kota Lhoksukon mengalami banjir besar bila aliran sungai di sekitarnya, yakni Krueng (sungai) Keureuto, Krueng Pirak, Krueng Peutoe, dan juga Krueng Pase meluap secara bersamaan. Biasanya banjir akan datang bila hujan lebat mengguyur wilayah pegunungan di Kecamatan Paya Bakong, Pirak Timu, dan Cot Girek, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Bener Meriah dan Gayo Lues.
Terakhir banjir besar yang menerjang Aceh Utara terjadi pada 3-5 Januari 2022 yang mengakibatkan 15 kecamatan tergenang dengan pusat ketinggian banjir berada di Lhoksukon, Pirak Timu, Matang Kuli, Cot Girek, Langkahan, Tanah Luas, Syamtalira Aron, dan Samudera. Dalam banjir ini 3 orang dilaporkan meninggal dunia dan lebih 30 ribu orang terpaksa harus mengungsi.
Namun banjir besar awal tahun baru 2022 itu bukan lah yang terparah. Banjir yang lebih parah terjadi pada Desember 2020 lalu, yang mengakibatkan Aceh Utara nyaris lumpuh total karena banjir merendam 23 dari 27 kecamatan, dengan korban jiwa sebanyak 5 orang (bpba.go.id). Titik banjir terparah tahun 2020 juga berada di Kecamatan Lhoksukon, Pirak Timu, Matang Kuli, Cot Girek, Langkahan, Tanah Luas, Syamtalira Aron, dan Samudera. Artinya, Pusat Pemerintahan Aceh Utara (Kota Lhoksukon) dan kecamatan penyangga di sekitarnya itu merupakan daerah yang paling rawan banjir.
Banjir tahunan ini bukan hanya merendam permukiman warga yang luas tapi juga menghancurkan ekonomi mereka, karena ladang sawah terendam hingga gagal panen. Selain itu, para pedagang juga mengalami kerugian besar akibat barang dagangan di toko-toko mereka rusak terendam banjir. Dengan kata lain, bila masalah banjir tahunan di Aceh Utara tidak teratasi dalam beberapa tahun kedepan maka Aceh Utara akan terus menerus terperosok dalam kehancuran, khususnya infrastruktur dan ekonomi.
Melihat banjir besar yang tiap tahunnya melanda, dan melihat kemampuan dari APBK, rasanya akan mustahil Pemkab Aceh Utara dapat mengatasi masalah banjir sendirian dalam waktu beberapa tahun mendatang. Perlu perhatian bersama termasuk Pemerintah Provinsi dan Pusat .
Terkait hal ini, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Utara, Hamdani, S.Ag., M.Sos mengatakan, masalah penanganan banjir tahunan perlu sinergitas bersama baik Pemkab Aceh Utara, Kabupaten Tetangga, Pemerintah Provinsi Aceh dan juga Pemerintah Nasional melalui instansi terkait.
"Masalah banjir di Aceh Utara, menurut kami ya harus ditangani secara terpadu. Artinya kita Pemkab Aceh Utara, Kabupaten tetangga, Pemerintah Provinsi Aceh, dan Balai Wilayah Sungai, harus duduk bersama mencari solusi jangka panjang. Ya kita sangat mengharapkan sinergitas dan peran Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Pusat dalam mengatasi masalah banjir," ujar Hamdani saat dimintai tanggapan oleh Dialeksis.com, Minggu (23/1/2021).
Hamdani menuturkan, pihaknya juga belum bisa memastikan apakah keberadaan Waduk/Bendungan Keureuto dapat meminimalisir masalah banjir di Aceh Utara, mengingat pembangunannya yang belum rampung. Karena itu, kata dia, perlu kajian lebih lanjut secara bersama-sama.
Menurut penilaiannya, keberadaan Bendungan Keureuto juga harus disertai aliran sungai yang memadai. "Maka dalam hal ini, hal yang sangat urgent untuk mengatasi bencana banjir di Aceh Utara adalah melakukan normalisasi atau perluasan daerah aliran sungai (DAS) serta pembangunan tanggul sepanjang aliran sungai di Krueng Keureutoe, Krueng Pirak, dan juga Krueng Pase," ungkapnya.
Hamdani juga mengharapkan peran bersama berbagai pihak dalam menjaga kelestarian hutan supaya penyerapan air kedalam tanah lebih optimal. "Menurut kami hanya dengan itu permasalah banjir di Aceh Utara dapat diatasi," tegasnya.
"Kami Pemerintah Aceh Utara tentu sangat mengharapkan sinergitas bersama dalam pencegahan banjir yang terjadi setiap tahunnya. Adanya sinergitas tentu akan melahirkan formulasi yang tepat untuk mengatasi masalah banjir tahunan, dan tentu yang paling kita harapkan adalah adanya alokasi anggaran baik dari Provinsi ataupun Nasional untuk normalisasi daerah aliran sungai dan pembangunan tanggul," demikian pungkas Hamdani, Kabag Humas Pemkab Aceh Utara.
[Zakir]