Penegakan Hukum Teroris Indonesia Lebih Baik dari Negara Lain
Font: Ukuran: - +
Direktur Eksekutif Institute for Defense, Security, and Peace Studies, Mufti Makarim , pada acara cara diskusi nasional yang bertema: Criminal Justice System Dalam Penangangan Tindak Pidana Terorisme (Foto: romi)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh- Direktur Eksekutif Institute for Defense, Security, and Peace Studies, Mufti Makarim menilai pilihan sistem penegakan hukum atau crimal justice system di Indonesia lebih baik daripada negara negara lain.
" pendekatan Hak asasi manusia lebih dikedepankan dalam sistem penegakan hukum di Indonesia terhadap terorisme. Hal ini berbeda dengan negara lain dimana pendekatan keamanan nasional lebih diprioritaskan ketimbang penegakan HAM. Yang Perlu dicatat, Pelibatan TNI bersifat perbantuan, bukan aktor utama dalam situasi non darurat perang. " demikian ujar mufti pada acara diskusi nasional yang bertema: Criminal Justice System Dalam Penangangan Tindak Pidana Terorisme, yang digelar di Bin Ahmad Coffee pada Senin (4/6/2018) . Kegiatan ini sendiri diselenggarakan oleh Jaringan Survey Inisiatif (JSI).
Mufti juga menuturkan Tren Terorisme di Indonesia belakangan telah bergeser
Sementara Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Saifudin Bantasyam menilai bahwa hal yang perlu di clearkan terhadap penegakan hukum terorisme di Indonesia adalah definisi teroris itu sendiri.
"Secara internasional definisi terorisme belum disepakati. Oleh karena itu hal ini perlu di clearkan. Kita berharap Semoga UU teroris baru ini tidak menjadi UU subversi yang baru. Banyak hal yang perlu di tuntaskan. Terutama terhadap wacana agar teroris ditempatkan terpisah dalam sel sendiri. Artinya dia tidak berbaur dengan tahanan lain. Ini lantas jadi pertanyaan kalau di sel diasingkan bagaimana dengan hak mereka?" ujar Saifuddin.
Disisi lain menurut Manager Kebijakan dan Hukum Jaringan Survey Inisatif (JSI) Ahmad Mirza Safwandy, mengatakan pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan terorisme dibenarkan secara hukum. Akan tetapi harus memperhatikan kebutuhan di lapangan.
"Pelibatan TNI dimungkinkan karena Pasal 7 Ayat 2 UU TNI tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP) mengatur itu, dalam pasal tersebut disebutkan pelibatan TNI dalam operasi selain perang harus melalui keputusan politik presiden." ujar Mirza, di hadapan puluhan peserta diskusi. (Ris)