Pengelolaan DAS Krueng Aceh Dibahas
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sejumlah pemangku kepentingan di Aceh mulai membahas pengelolaan bersama daerah aliran sungai setelah kegiatan ekonomi keluarga yang bersumber dari sektor agraris kerap mengalami kegagalan panen akibat puso, banjir, hingga longsor.
Di fasilitasi Uni Eropa melalui proyek Support to Indonesia’s Climate Change Response- Technical Assistanca Component (SICCR-TAC) para pemangku kepentingan diantara KPH I, BKSDA, BPDAS, MDPN, Dinas PU Pengairan, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan. Serta lembaga-lembaga seperti PDAM Tirta Montala, Perkumpulan Telapak, penyuluh kehutanan dan beberapa pemangku kepentingan lainnya duduk bersama membahas ketersedian air pada kegiatan ekonomi warga.
Terlebih Perubahan iklim yang telah menjadi isu penting di dunia dewasa ini semakin membuka mata sebagian masyarakat, Bencana alam setiap tahun terjadi. Sementara, perbaikan ekonomi bagi masyarakat tidak ada jaminannya, sebagai akibat dari rentannya sumber daya lahan dan hutan yang menjadi tempat mereka mengandalkan hidup selama ini.
Di sisi lain, pada tataran pelaksana di pemerintahan dianggap masih belum optimal menjalankan visi misi pemerintah dalam upaya menciptakan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut mengemuka pada "Workshop Pertemuan Para Pemangku Kepentingan dalam Inisiasi Pengelolaan Bersama Daerah Airan Sungai," yang berlangsung pada tanggal 25-26 April 2018, di Banda Aceh.
Daerah aliran sungai (DAS) khususnya Krueng Aceh. Urgensi sumber air ini menjadi penekanan serius Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh dalam sambutannya yang dibacakan oleh Ir. Aggy Zultina. Menurutnya, DAS Krueng Aceh sangat penting bagi kepentingan warga Banda Aceh dan Aceh sebagai sumber air bersih. Namun ketersediaan airnya sudah mulai berkurang dikarenakan oleh beberapa faktor perubahan iklim, serta faktor-faktor lain seperti dampak dari illegal logging, illegal mining, serta penyalahgunaan lahan di bantaran sungai.
"Kualitas air juga semakin menurun. Untuk itu pengelolaan DAS yang baik harus dapat dilakukan secara teintegrasi" paparnya.Ia juga menambahkan bahwa Krueng Aceh adalah masa depan bagi anak cucu kita, untuk itu perlu dijaga dengan baik. Karena jika Krueng Aceh tidak dapat dikelola dan dijaga dengan baik maka ditakukan akan terjadi krisis air atau konflik air seperti negara-negara di Afrika. Untuk itu problema tentang siapa yang bisa menjamin ketersediaan air di hulu perlu untuk dibahas dalam workshop ini.
Di penghujung sambutannya, pihak DLHK Aceh juga memberikan apresiasi dan mengucapkan terimakasih kepada proyek SICCR-TAC, yang telah mendukung kegiatan dalam peningkatan kapasitas aparat dan masyarakat. Juga diharapkan dapat mendorong masyarakat dalam mengelola kelestarian kawasan DAS Krueng Aceh.Sementara itu, Walikota Banda Aceh yang diwakili oleh Asisten Pembangunan, Iskandar S.Sos, M.Si, mengakui peranan strategis Krueng Aceh. Tidak hanya hanya itu, sungai ini juga berpotensi besar dalam pembentukan wajah kota dan kualitas ruang kota Banda Aceh, serta yang paling penting adalah sebagai bahan baku air bersih bagi masyarakat.
Iskandar memaparkan deforestasi masif yang saat ini berlangsung terbukti menimbulkan masalah seperti terjadinya banjir, ketersediaan air, serta mengganggu kualitas hidup dan ekosistem di wilayah pesisir."Hutan di hulu sungai sedang rusak parah, penebangan, perkebunan dan pertambangan liar kini menjadi ancaman bagi ekosistem DAS Krueng Aceh" ujar Iskandar.
Aceh sebenarnya memiliki institusi yang dapat menjaga kelestarian lingkungan melalui berbagai lembaga adat seperti panglima uteun, keujreun blang, panglima laot, dll yang mempunyai peran dan tugas masing-masing. Di samping itu, pemerintah mukim sebagai salah satu kekhasan Aceh sudah mendapatkan ruang yang diakui melalui Undang-Undang Pemerintah Aceh.Urgensi pertemuan para pemangku kepentingan dalam workshop ini diharapkan mampu membangun strategi komunikasi para pihak yang memiliki dan menghadapi masalah yang sama di wilayah DAS Krueng Aceh. Serta berdiskusi tentang cara mengelola dan melindungi kualitas sumber daya hutan dan lahan sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hal tersebut menjadi penekanan Muslahuddin Daud, Adviser SICCR-TAC dalam pembukaan yang berlangsung pada hari Rabu, 25/4/2018. Ia juga menambahkan bahwa proyek ini telah melatih 150 penyuluh terkait dengan program agroforestri dinamis. Sektor ini menurutnya merupakan masa depan pertanian dan kehutanan karena kondisi alam yang tidak bertambah. Karena mampu menjawab persoalan makanan, energi dan air. Selain itu, metode ini juga dapat meningkatkan ekonomi dan melestarikan alam, sekaligus diharapkan dapat menyelesaikan konflik pertanahan dan kehutanan."Kita sudah melakukan ujicoba dan praktik di lapangan. Jika ada para peserta yang hendak menerapkan sistem ini, pihak SICCR-TAC siap bekerjasama, termasuk dengan adanya dukungan dari dinas-dinas terkait seperti dinas lingkungan hidup dan kehutanan, perkebunan dan pertambangan" pungkasnya.