Penyelesaian Kasus HAM, Pengamat Politik : Kasus HAM Harus Diselesaikan Tahun Ini
Font: Ukuran: - +
Reporter : Rizkita Gita
Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (fisip) Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya.
DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Pengamat Politik Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya, menilai instruksi Presiden Joko Widodo terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu merupakan terobosan yang bagus di era Pemerintahan saat ini.
Namun menurut Kemal, kasus-kasus tersebut harus diselesaikan dalam tahun ini, sebelum memasuki tahun Politik, yaitu jelang pemilu 2024.
“Karena pelanggaran HAM dapat menjadi isu kampanye yang dapat dilupakan pasca kampanye, sehingga tidak menjadi kesempatan kampanye bagi partai tertentu,” kata Teuku Kemal Fasya kepada Dialeksis.com Kamis (26/1/2023). Di Lhokseumawe.
Untuk diketahui Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan instruksi kepada 17 lembaga kementerian dan non kementerian terkait kasus pelanggaran HAM. nantinya lembaga tersebut akan menjalankan rekomendasi dari tim penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu atau PPHAM.
“Intruksi itu merupakan bagian dari program awal kerja Presiden Jokowi sejak 2014 lal, serta bagian dari rangkaian keputusan presiden nomor 17 tahun 2022,” sebutnya.
Hal itu merupakan terobosan yang bagus di era pemerintahan presiden jokowi saat ini dan harus disambut baik oleh pemerintah daerah khususnya aceh yang telah memiliki komisi kebenaran dan rekonsiliasi atau KKR sehingga menjadi pintu masuk untuk menyelesaikan kasus pelanggaran ham berat masa lalu di Aceh.
Sambung Kemal, intruksi itu juga berdampak baik bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM karena kasus kejahatan apapun tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan, sehingga status para korban maupun keluarga korban dapat terjamin.
“Saya rasa penyelesaian kasus HAM itu bukan merupakan kepentingan politik Presiden Jokowi. Kalau dilihat Presiden tidak ada kepentingan politik lagi setelah menjadi Presiden. penyelesaian kasus ham ini baru dilakukan sekarang karena tarik ulur antara elit bangsa juga sangat tinggi terutama terkait citra elit bangsa,” sambungnya lagi.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah mengakui 12 kasus sebagai pelanggaran HAM berat di masa lalu, diantaranya Provinsi Aceh, yakni peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis tahun 1989. Tragedi Simpang KKA tahun 1999 dan peristiwa Jambo Keupok tahun 2003.
Pengakuan 12 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu itu dinilai sebagai legasi yang baik dari Presiden Joko Widodo. (RG)