Peran Riefky Harysa dibalik Penyelesaian Kisruh PSSI
Font: Ukuran: - +
Teuku Riefky Harsya dan Menpora Imam Nahrawi
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) beberapa waktu lalu memutuskan untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Sebagaimana dilansir laman resmi PSSI, keputusan itu diambil dalam rapat Komite Eksekutif PSSI yang dipimpin Plt. Ketua Umum PSSI Joko Driyono di Jakarta pada Selasa (19/2/2019) .
keputusan untuk menggelar KLB ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan terakhir kisruh di tubuh PSSI, yang juga melibatkan Joko Driyono, mengenai pengaturan skor.
Kekisruhan antara Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) serta Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi telah menjadi cerita panjang. Sejak Menpora menerbitkan surat keputusan berisi pembekuan PSSI dan dilanjutkan dengan sikap ngotot La Nyalla Mattalitti mempertahankan legalitasnya, sepak bola Indonesia "mati suri".
Korban berjatuhan, mulai dari klub bubar, gaji pemain terbengkalai, dan yang termutakhir, citra Indonesia di level internasional tercoreng lantaran Persipura gagal menggelar laga 16 besar Piala AFC. Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan turun tangan memediasi kedua belah pihak.
Publik tentu belum lupa, pada media 2014, insan sepakbola tanah air dihebohkan dengan permasalahan sepakbola antara lain mengenai tragedi 'sepakbola gajah', judi bola, dan minimnya prestasi sepakbola Indonesia di dunia internasional.
Pada akhir tahun 2014, setelah dilantiknya Imam Nachrowi sebagai Menpora RI muncul petisi untuk membekukan PSSI yang digalang sejumlah kelompok sosial dan pemerhati sepak bola Indonesia, yang selanjutnya Menpora RI pada tanggal 2 Januari membentuk Tim Sembilan yang diberi penugasan untuk mengevaluasi kinerja organisasi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Pada bulan januari 2015, PSSI melaksanakan Kongres Luar Biasa yang antara lain membahas tentang evaluasi kinerja 2014, program kerja PSSI 2015 serta rencana untuk melaksanakan Kongres Luar Biasa pada bulan april 2015 untuk memilih pengurus baru. Terkait dengan pembentukan Tim sembilan, Asosiasi Provinsi PSSI menyatakan penolakannya terhadap Tim Sembilan yang dibentuk oleh Kemenpora RI yang dianggap sebagai bentuk intervensi Pemerintah terhadap PSSI yang dihawatirkan akan berdampak terhadap turunnya sanksi skorsing (pembekuan) oleh FIFA kepada PSSI.
Pada tanggal 15 Januari 2015, Komisi X DPR RI yang ketika itu diketuai Teuku Riefky Harsya dari Partai Demokrat, menerima PSSI dalam RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum), dimana dalam Rapat tersebut PSSI menyampaikan beberapa program PSSI untuk perbaikan persepakabolaan nasional dan juga menyampaikan penyesalan serta penolakan terhadap terbentuknya Tim Sembilan oleh Kemenpora RI, hal ini dinilai akan berimplikasi terhadap diberikannya sanksi oleh FIFA.
Selanjutnya pada tanggal 20 Januari 2015, Komisi X DPR RI melakukan Rapat Kerja dengan Menpora yang antara lain membahas tentang pembentukan Tim 9 dan kekisruhan antara Menpora dan PSSI. Dalam Rapat Kerja yang dihadiri oleh 43 dari 53 anggota Komisi X DPR RI tersebut, sebagian besar anggota Komisi X DPR RI mempertanyakan dibentuknya Tim Sembilan karena dipandang sebagai bentuk intervensi Pemerintah yang akan berpotensi turunnya sanksi skorsing oleh FIFA yang akan merugikan terhadap persepakbolaan nasional. Di akhir rapat kerja yang berlangsung 9 jam tersebut terjadi deadlock pada kesimpulan rapat dikarenakan Menpora tidak menyepakati adanya frasa " Komisi X DPR RI mendesak Menpora RI agar langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan tidak berdampak terhadap diberikannya sanksi oleh FIFA kepada PSSI".
Rapat Kerja tersebut kemudian dilanjutkan pada tanggal 5 Februari 2015 dengan menghasilkan kesepakatan yang merubah frasa diatas menjadi "Komisi X DPR RI mendesak Menpora RI dan PSSI agar langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan tidak akan berdampak terhadap kemunduran sepakbola nasional".
Pada tanggal 18 februari 2015 BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) mengirimkan surat kepada CEO PT. Liga Indonesia yang isinya antara lain bahwa BOPI belum bisa memberikan rekomendasi penyelenggaraan Indonesia Super League (ISL) Tahun 2015 karena klub-klub belum memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Pada tanggal 19 februari 2015 FIFA mengirimkan surat kepada PSSI untuk merespon adanya rencana Pemerintah (Kemepora RI/BOPI) dalam menunda penyelenggaraan ISL Tahun 2015. Dalam surat FIFA tersebut yang ditanda tangani oleh Jerome Valcke sebagai Sekretaris Jenderal menyampaikan bahwa semua anggota FIFA, termasuk dalam hal ini PSSI, harus mengelola sendiri kegiatanya secara independen tanpa pengaruh dari pihak manapun sebagaimana pasal 13 dan 17 Statuta FIFA (FIFA Statute). FIFA juga mengingatkan bahwa hanya PSSI sebagai penyelenggara liga yang memiliki lisensi dan sebagai organisasi yang menentukan kriteria klub mana saja yang dapat mengikuti liga sesuai dengan pasal 2 dan 3 dari aturan lisensi klub FIFA. Oleh karena itu, berkaitan dengan penundaan ISL Tahun 2015 sebagaimana surat yang ditulis dan dikirimkan oleh BOPI tersebut, FIFA menegaskan kembali bahwa ketentuan dan persyaratan klub untuk mengikuti ISL Tahun 2015 cukup mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Statuta FIFA.
Inti dari surat FIFA tersebut diatas adalah hanya PSSI yang dapat menentukan kriteria dan klub mana saja yang dapat berpartisipasi untuk mengikuti ISL), sehingga kick off ISL Tahun 2015 tetap dapat dijalankan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Terkait dengan adanya rekomendasi penundaan kick off ISL Tahun 2015 oleh BOPI yang selanjutnya dijadikan dasar oleh Menpora RI untuk meminta POLRI agar menunda pemberian izin pada kegiatan tersebut, Teuku Riefky Mengingatkan Menpora RI untuk tidak melanggar kesepakatan rapat kerja tanggal 5 Februari 2015 yang salah satu poin keputusannya adalah mendesak Menpora RI dan PSSI agar langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan tidak akan berdampak terhadap kemunduran sepakbola nasional.
Kemudian Putra Aceh itu juga tercatat pernah Mendesak Menpora RI dan BOPI untuk mencabut rekomendasi penundaan Kick Off ISL 2015 karena hal ini dipastikan akan menyebabkan turunnya sanksi pembekuan PSSI oleh FIFA, karena dianggap adanya intervensi oleh Pemerintah. Kegaduhan antar lembaga penegak hukum, POLRI vs KPK jangan sampai bersambung dengan kegaduhan antar lembaga yang semestinya mengayomi persepakbolaan, Menpora vs PSSI. (PD)