Sabtu, 06 Desember 2025
Beranda / Berita / Aceh / Pergi Umrah Saat Daerah Dilanda Bencana, Bupati Aceh Selatan Dinilai Tak Berempati

Pergi Umrah Saat Daerah Dilanda Bencana, Bupati Aceh Selatan Dinilai Tak Berempati

Sabtu, 06 Desember 2025 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Pegiat Muda Barsela, Angga Putra Arianto. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Keputusan Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, yang berangkat menunaikan ibadah umrah ke Tanah Suci di tengah kondisi daerahnya yang masih dilanda bencana banjir dan tanah longsor menuai kritikan dari berbagai kalangan.

Pegiat Muda Barsela, Angga Putra Arianto, yang menyebut langkah tersebut sebagai tindakan yang tidak menunjukkan empati seorang pemimpin terhadap rakyatnya.

Angga menilai, keberangkatan kepala daerah di saat masyarakat sedang berjuang menghadapi dampak bencana adalah sikap yang sangat disayangkan dan mencederai rasa keadilan sosial.

Menurutnya, di saat seluruh elemen masyarakat Aceh sedang bahu-membahu membantu saudara serumpun yang tertimpa musibah di berbagai wilayah, seorang kepala daerah justru memilih meninggalkan daerahnya.

“Tidak ada yang salah dengan ibadah umrah. Itu mulia. Tapi waktunya yang sangat tidak tepat. Saat rakyatnya sedang susah, kepala daerah malah pergi. Ini soal empati dan kehadiran seorang pemimpin,” kata Angga kepada wartawan dialeksis.com, Sabtu (6/12/2025).

Ia menegaskan, Aceh saat ini sedang berada dalam kondisi darurat bencana.

Banjir dan longsor melanda banyak wilayah, termasuk Kabupaten Aceh Selatan yang juga terdampak cukup parah, khususnya di kawasan Bakongan Raya dan Trumon Raya.

Di sejumlah titik, kata Angga, kerusakan infrastruktur masih terlihat dan warga masih hidup dalam keterbatasan.

“Ini Aceh lagi bencana. Di mana-mana orang saling bantu. Tapi bisa-bisanya seorang bupati pergi meninggalkan rakyatnya di situasi sekacau ini. Ini sangat melukai perasaan masyarakat,” ujarnya.

Angga menegaskan bahwa kehadiran seorang kepala daerah di tengah masyarakat saat terjadi bencana menjadi simbol kepemimpinan, keteladanan, dan keberpihakan terhadap rakyat.

Dalam situasi darurat, rakyat membutuhkan sosok pemimpin yang berdiri bersama mereka, memastikan bantuan berjalan, serta mengawasi langsung proses pemulihan.

“Dalam suasana terdampak bencana, di mana masih terdapat kerusakan dan keterbatasan yang menuntut penanganan cepat, kehadiran kepala daerah itu sangat penting. Rakyat butuh pemimpin yang memberi rasa aman, bukan yang justru meninggalkan daerahnya,” tegas Angga.

Ia bahkan menyebut kondisi ini sebagai potret kacaunya tata moral kepemimpinan di negeri ini. “Benar-benar sudah kacau negara ini sampai ada kepala daerah seperti itu. Tidak ada rasa empati dan keprihatinan dalam dirinya sampai tega meninggalkan rakyatnya dalam kondisi seperti ini,” katanya.

Lebih jauh, Angga juga mengungkit fakta bahwa sebelum berangkat ke Tanah Suci, tepatnya pada 27 November 2025, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS telah mengeluarkan Surat Pernyataan Ketidaksanggupan dalam penanganan tanggap darurat banjir dan longsor yang melanda wilayahnya.

Hal itu, menurut Angga, semakin memperkuat anggapan bahwa kepemimpinan daerah sedang berada dalam kondisi yang tidak ideal.

“Ini tambah menyakitkan. Sudah menyatakan tidak sanggup menangani darurat, lalu pergi pula meninggalkan daerah. Ini bukan sekadar soal izin umrah, tapi menyangkut tanggung jawab moral sebagai kepala daerah,” katanya.

Ironisnya, sebelum keberangkatan tersebut terjadi, Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem sebelumnya juga telah menolak permohonan izin perjalanan ke luar negeri yang diajukan oleh Bupati Aceh Selatan.

Permohonan itu disampaikan Mirwan pada 24 November 2025, namun tidak dikabulkan karena saat itu Aceh sedang dilanda bencana hidrometeorologi di berbagai daerah.

“Gubernur saja sudah menolak. Artinya ini memang dianggap tidak pantas dilakukan dalam situasi bencana. Tapi tetap saja dilakukan. Ini menunjukkan sikap yang tidak menghormati kondisi darurat yang sedang dihadapi rakyat,” kata Angga.

Atas peristiwa ini, Angga mendesak agar Pemerintah Aceh dan pihak berwenang melakukan evaluasi serius terhadap sikap kepala daerah yang dinilainya tidak elok tersebut. Ia menegaskan, apapun alasan yang disampaikan, tindakan meninggalkan daerah di tengah bencana tetap merupakan perbuatan yang tidak patut.

“Apapun alasannya, ini perbuatan yang tidak elok dan perlu ditindak. Bukan untuk menghukum ibadahnya, tapi untuk menegakkan etika kepemimpinan. Jangan sampai rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya sendiri,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI