DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Isu legalisasi tambang rakyat belakangan kembali mencuat di Aceh, seiring banyaknya aktivitas pertambangan skala kecil yang berlangsung tanpa regulasi jelas.
Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Perwakilan Daerah Aceh mendukung penuh sepanjang legalisasi dilakukan sesuai aturan dan melalui kajian yang komprehensif.
Sekretaris Jenderal PERHAPI Aceh, Muhammad Hardi, menyebutkan bahwa legalisasi tambang rakyat merupakan ranah politik dan kebijakan pemerintah.
Namun, organisasi yang menaungi para ahli pertambangan itu siap mendampingi dengan memberikan pandangan, kajian, hingga roadmap yang diperlukan.
“Kalau legal, kita pasti support. Kalau ilegal, kita tidak bisa masuk ke ranah itu. PERHAPI akan selalu berada pada posisi yang sah secara regulasi,” tegas Hardi kepada wartawan dialeksis.com, Sabtu (23/8/2025).
Menurut Hardi, PERHAPI hadir bukan sekadar sebagai perkumpulan profesi, melainkan mitra strategis pemerintah dalam merumuskan arah pengelolaan sumber daya mineral yang berkelanjutan.
“Kita di PERHAPI siap memberikan roadmap. Kalau pemerintah meminta pandangan atau arahan, kita sudah punya kerangka. Roadmap ini berisi bagaimana potensi pertambangan rakyat bisa dikelola, apa dampaknya, positif dan negatifnya,” jelasnya.
Ia menambahkan, sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan PERHAPI sangat diperlukan agar kebijakan tidak hanya bersifat politis, tetapi juga teknis dan ilmiah.
“Kita harapkan pemerintah Aceh bisa langsung menggandeng PERHAPI. Karena di dalam wadah ini ada banyak unsur, mulai dari akademisi, praktisi industri, hingga ASN yang berkompeten di bidang pertambangan,” ujar Hardi.
Terkait tambang rakyat, khususnya tambang emas yang marak di Aceh, Hardi menegaskan perlunya kajian menyeluruh sebelum dilakukan legalisasi.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang memberikan ruang pengaturan khusus terhadap tambang rakyat.
“Tambang rakyat bisa dilegalkan apabila sudah melalui kajian. Kajian itu harus dilakukan pemerintah dengan melibatkan kami. Kalau hasilnya dinyatakan layak, maka tambang rakyat bisa dilegalkan. Standarnya sudah ada di UU Minerba,” terang Hardi.
Ia menyebutkan, ada tiga aspek penting yang menjadi pertimbangan utama dalam kajian tersebut yaitu kebermanfaatan bagi masyarakat lokal, apakah benar-benar memberi manfaat langsung atau justru dikuasai pihak luar.
Yang kedua, ketersediaan sumber daya cadangan, apakah memang terdapat potensi yang layak dikelola dalam jangka panjang. Yang ketiga lama historis kegiatan tambang, apakah aktivitas tambang rakyat tersebut sudah berlangsung lama atau baru muncul belakangan.
“Kalau masyarakat sudah menambang di suatu lokasi selama puluhan tahun, tentu itu bisa menjadi indikasi awal. Tapi tetap harus diuji kebermanfaatannya, jangan sampai hanya jadi pintu masuk investasi besar yang merugikan rakyat,” kata Hardi.
Hardi tidak menampik, tren tambang emas rakyat saat ini paling banyak terjadi di Aceh. Namun, tanpa regulasi yang jelas, potensi konflik dan kerusakan lingkungan justru semakin besar. Karena itu, ia menilai kajian lebih mendalam harus segera dilakukan.
“Sekarang kan marak tambang emas rakyat. Nah, ini harus kita lihat dulu, jangan buru-buru dilegalkan tanpa kajian. Kita harus pastikan lokasi yang diajukan pemerintah benar-benar layak, baik secara geologi, lingkungan, maupun sosial,” ujarnya.
Sebagai organisasi profesi, Hardi menegaskan bahwa PERHAPI Aceh akan selalu bersikap netral dan profesional. Pihaknya tidak menolak legalisasi tambang rakyat, tetapi menekankan pentingnya regulasi dan kajian akademik agar kebijakan yang diambil tidak menimbulkan masalah baru.
“Intinya, kita mendukung regulasi tambang rakyat. Tapi jangan digeneralisir. Setiap lokasi harus dikaji bersama, melibatkan akademisi, ahli pertambangan, sampai aspek hukum. Dengan begitu, legalisasi benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat,” pungkas Hardi.