Perlu Langkah Kreatif Mengatasi Rendahnya Literasi dan Akses Pendidikan di Pedalaman
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal ZA. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penjabat Gubernur Aceh, Safrizal ZA menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi pendidikan di Aceh, khususnya mengenai angka literasi dan rata-rata lama sekolah.
Saat ini, rata-rata lama sekolah di Aceh masih berada di angka 9,5 tahun atau setara dengan kelas 1 SMA. Ia menegaskan, angka ini harus menjadi perhatian utama seluruh instansi terkait.
Hal ini disampaikan dalam kegiatan pengukuhan Bunda Literasi, pemberian apresiasi di bidang perpustakaan dan kearsipan, serta peresmian Teater Library di Gedung Layanan Perpustakaan Aceh di Jalan T. Nyak Arief, Banda Aceh, Selasa (5/11/2024).
“Rata-rata lama sekolah yang kita miliki masih perlu ditingkatkan. Kita harus mencari penyebab banyaknya anak yang putus sekolah di kelas 1 SMA dan fokus untuk mengatasi masalah ini. Selain dari aspek kuantitas, kualitas pendidikan pun harus kita tingkatkan agar lulusan kita memiliki daya saing tinggi,” ujar Safrizal.
Di samping itu, Safrizal menekankan pentingnya upaya memperkuat angka literasi di seluruh daerah Aceh, terutama di kawasan pedalaman yang minim akses internet dan fasilitas pendidikan.
Menurutnya, kondisi geografis Aceh yang mencakup banyak wilayah terpencil menjadi tantangan besar dalam upaya pemerataan literasi dan pendidikan.
“Di beberapa daerah terpencil, jaringan internet belum memadai, bahkan beberapa wilayah tidak memiliki akses internet sama sekali. Ini jelas berpengaruh pada angka literasi yang rendah di daerah-daerah tersebut. Kita harus mencari terobosan-terobosan untuk menutup celah ini,” tambah Safrizal.
Dalam pidatonya, Safrizal mendorong Dinas Pendidikan Aceh serta Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh untuk memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai alat peningkat literasi.
Ia mencontohkan perlunya program sekolah siaran yang menggunakan modul daring untuk menjangkau wilayah-wilayah tanpa akses internet. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan di kalangan siswa dan guru.
“Perpustakaan digital dan tutorial daring perlu dimanfaatkan secara maksimal. Jika anak-anak tidak bisa mengakses materi langsung di sekolah, maka setidaknya mereka bisa memperoleh pengetahuan dari media digital. Misalnya, tutorial pembuatan kerajinan, pelajaran matematika, atau pelajaran lainnya yang dikemas dalam format sederhana dan menarik,” jelasnya.
Selain itu, Safrizal menekankan perlunya dukungan berbagai dinas terkait seperti Dinas Syariat Islam, Biro Kesra, serta Dinas Komunikasi dan Informatika untuk bersama-sama meningkatkan angka literasi di Aceh.
Ia juga menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dan organisasi keagamaan menjadi kunci dalam upaya membangun budaya literasi yang kuat di tingkat akar rumput.
“Budaya literasi bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah-sekolah formal, tapi juga komunitas masyarakat dan lembaga keagamaan. Ini adalah langkah bersama yang harus kita ambil untuk membentuk generasi yang tidak hanya terampil membaca, tapi juga berpikir kritis,” tutur Safrizal.
Dalam acara ini, Safrizal mengukuhkan Hj. Safriati sebagai Bunda Literasi yang baru. Ia berharap agar Bunda Literasi mampu mendorong semangat membaca di kalangan masyarakat Aceh, terutama anak-anak dan remaja.
Selain itu, penghargaan juga diberikan kepada peraih prestasi di bidang perpustakaan dan kearsipan dari berbagai kabupaten/kota di Aceh.
Sebagai penutup, Teater Library juga diresmikan dalam upaya menjadikan perpustakaan sebagai ruang yang lebih inklusif dan menarik bagi masyarakat. Safrizal mengungkapkan harapannya agar perpustakaan ini bisa menjadi pusat kegiatan literasi yang inspiratif.
Acara ini menandai langkah penting Aceh dalam memperkuat budaya literasi dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Di tengah berbagai tantangan, tekad dan kolaborasi semua pihak menjadi harapan besar bagi Aceh untuk mencetak generasi yang berdaya saing global.
“Dengan adanya Teater Library, kita berharap masyarakat, terutama generasi muda, semakin tertarik untuk mengunjungi perpustakaan dan menjadikannya sebagai tempat belajar yang menyenangkan. Ini adalah langkah kita untuk membangun Aceh yang lebih cerdas dan berwawasan luas,” tutup Safrizal. [nh]