Perspektif Edi Yandra, Kadis Arpus Aceh: Transformasi Perpustakaan di Era Digital
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Dr. Edi Yandra, S. STP, MSP, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh (DPKA/Arpus Aceh). [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Perpustakaan kini tidak lagi hanya menjadi tempat menyimpan buku, tetapi telah bertransformasi menjadi pusat literasi yang inklusif, menyesuaikan diri dengan loncatan peradaban dan perkembangan teknologi.
Hal ini diungkapkan oleh Dr. Edi Yandra, S. STP, MSP, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh (DPKA), dalam diskusi mendalam bersama wartawan Dialeksis.com, Senin (13/1/2025) di Banda Aceh.
“Ilmu perpustakaan dan informasi sangat dipengaruhi oleh loncatan peradaban dunia dan perkembangan teknologi. Peranan perpustakaan tidak lagi berpusat pada manajemen pengetahuan semata, melainkan telah bertransformasi sesuai kebutuhan zaman. Pengetahuan kini menjadi bagian esensial dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara,” ujar Dr. Edi.
Menurutnya, pergeseran paradigma ini menuntut masyarakat untuk tidak hanya menguasai literasi tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga literasi baru yang melibatkan data, teknologi, dan manusia.
“Peranan manusia kelak akan tereduksi dan digantikan oleh mesin-mesin canggih. Maka keberadaan seseorang akan semakin diperhitungkan melalui soft skill yang dimiliki, seperti kemampuan memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis, dan kreatif,” tambahnya.
Dr. Edi menjelaskan bahwa transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial (TPBIS) merupakan kunci dalam menjawab tantangan ini. Transformasi tersebut menempatkan perpustakaan sebagai ruang terbuka bagi masyarakat untuk belajar secara kontekstual, berbagi pengalaman, dan meningkatkan keterampilan hidup.
“Perpustakaan harus menjadi pusat inklusi sosial yang mendukung literasi data, teknologi, dan manusia. Dengan demikian, perpustakaan dapat memberikan dampak nyata dalam kehidupan masyarakat,” jelasnya.
Dalam konteks pendidikan tinggi, perpustakaan juga memiliki peran yang semakin strategis.
“Perpustakaan di perguruan tinggi tidak hanya mensupport kurikulum yang ada, tetapi juga melakukan praktik baik melalui pendekatan ilmu pengetahuan. Hal ini penting untuk menciptakan sinergi antara dunia akademis dan dunia praktis dalam meningkatkan kompetensi di bidang ilmu perpustakaan dan informasi,” tuturnya.
Dr. Edi juga menekankan bahwa kemampuan memahami dan mengolah informasi membutuhkan keterampilan melihat dari berbagai sudut pandang serta memahami konteks setiap informasi. Rendahnya kemampuan literasi masyarakat, lanjutnya, dapat berdampak negatif pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, pemerintah Aceh berkomitmen untuk memperkuat kelembagaan perpustakaan. “Berbagai upaya telah dilakukan sehingga berdampak pada peningkatan kegemaran membaca masyarakat di Provinsi Aceh,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, ilmu perpustakaan menjadi salah satu program studi yang diminati. Dr. Edi berharap konferensi ini dapat memberikan manfaat nyata kepada seluruh peserta.
“Tidak ada nilai dari sebuah konferensi jika ilmu yang didapat tidak diaplikasikan dalam dunia nyata, khususnya di dunia perguruan tinggi,” tegasnya.
“Melalui transformasi yang berkelanjutan, perpustakaan Aceh diharapkan mampu menjadi pusat inovasi dan literasi bagi masyarakat, sekaligus menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan,” tutupnya. [ar]