PLN Pastikan Stok Batu Bara untuk PLTU Aman
Font: Ukuran: - +
Gambar ilustrasi PLN. [Dok: web.pln.co.id]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - PT PLN (Persero) memastikan stok batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik perusahaan masih dalam kondisi yang aman. Pihak PLN meyakini bahwa pemerintah khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menjaga stok batu bara tersebut.
Adi Priyanto, Direktur Bisnis Regional Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara PLN mengatakan, suplai batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) khususnya ke PLN masih terjaga. Oleh karena itu, Adi menegaskan kondisi batu bara ke PLN masih terpenuhi.
"HOP kita masih terpenuhi dengan baik, memang Pak Menteri (Menteri ESDM, Arifin Tasrif) mengatakan ada potensi, nanti pasti dijagain sama pak Menteri HOP di PLN. Ini kan hajat hidup orang banyak, sehingga pasti Pak Menteri akan menjaga soal itu," terang Adi, Rabu (10/8/2022).
Seperti yang diketahui, sebagai salah satu cara menyelesaikan isu suplai batu bara ke PLN, pemerintah tengah merumuskan pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Iuran Batu Bara.
Kelak, dengan BLU batu bara, PLN akan membeli batu bara dengan mekanisme pasar, adapun sebagai gantinya nanti BLU akan memungut iuran kepada perusahaan batu bara yang akan dibayarkan selisih harga pasar dengan harga patokan US$ 70 per ton kepada PLN.
Adi berharap pembentukan BLU Batu Bara bisa selesai dalam waktu dekat ini. "BLU harus ada, jadi BLU itu harus segera dibentuk lah secepatnya. Kalau bisa jangan melewati Agustus lah," tandas Adi.
Dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII DPR, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan bahwa pihaknya sudah menerbitkan sebanyak 123 surat penugasan kepada perusahaan pertambangan batu bara.
Namun, baru ada 52 perusahaan yang sudah menyetor batu bara kepada PLN. Artinya tersisa sebanyak 71 perusahaan lagi yang belum melaksanakan kewajibannya. "Sampai Juli realisasinya 8 juta ton. Itu dari 52 perusahaan," terang Arifin dalam Raker bersama Komisi VII DPR, Selasa (9/8/2022).
Menteri Arifin membeberkan alasan bahwa 71 perusahaan belum dapat melaksanakan penugasan tersebut, diantaranya: 5 perusahaan diantaranya karena alasan cuaca ekstrem ditambang. Lalu 12 perusahaan tidfak sesuai spesifikasi batu bara dengan PLTU milik PLN.
Selanjutnya 2 perusahaan belum beroperasi karena masalah lahan dan empat perusahaan kesulitan mendapatkan sewa dan moda angkutan batu bara. Kemudian, 48 perusahaan tidak melaporkan. "Pemberian sanksi badan usaha yang tidak melaksanakan penugasan tanpa ada keterangan yang jelas, maka fitur ekspornya pada aplikasi MOMS akan diblokir," terang Menteri Arifin.
Menteri Arifin mengatakan, perusahaan pertambangan batu bara cenderung lebih memilih membayar sanksi dan denda sesuai dengan aturan ketimbang tidak menjual batu bara secara ekspor.
Pasalnya, harga batu bara di pasar ekspor sedang tinggi-tingginya dibandingkan dengan harga dalam negeri yang untuk PLN misalnya hanya US$ 70 per ton. "Cenderung lebih memilih membayar denda sanksi dan kompensasi dibandingkan dengan nilai ekspor yang bisa diperoleh," ungkap Menteri Arifin.
Adapun salah satu yang menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan batu bara dalam negeri ini adalah dengan membentuk Entitas Khusus Badan Layanan Umum (BLU) Iuran Batu Bara.
Menteri Arifin bilang, progres pembentukan terus berjalan. Saat ini izin Prakarsa belum mendapatkan persetujuan karena masih ada perdebatan payung hukum , apakah BLU itu memakai Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres).
"ESDM sudah menyampaikan surat ke Setneg, agar payung hukum berupa Perpres. Adapun draft Perpres dan aturan turunan lainnya sudah disiapkan, secara paralel ini dibahas," tandas Menteri Arifin.(CNBC Indonesia)