Polda Aceh Diminta Turun Tangan Tertibkan Grasstrak Liar di Tamiang
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM| Banda Aceh- Salah seorang penggemar otomotif roda dua meminta pihak Polda Aceh untuk turun tangan menertibakan balapan liar di Tamiang, karena tidak mengantongi rekomendasi dari IMI Aceh.
“Seharusnya setiap ada event balapan seperti ini harus mengantongi izin rekomendasi, izin tehnis dari Ikatan Motor Indonesia sebagai organisasi resmi yang diakui legal secara hukum,” sebut Ismail, salah seorang penggemar motor otomotif, Jumat (14/10/2022).
Menurut Ismail, di Tamiang akan dilaksanakan grasstrak pada 23 Oktober 2022 Sirkuit Gedung Water II, Seruwey, di Bukit Tekuruk Tualang, Tamiang yang non regulasi. Sementara pada waktu bersamaan juga dilaksanakan grasstrak di Bener Meriah yang resmi mendapatkan izin dari IMI Provinsi Aceh.
Untuk event di Bener Meriah yang mendapat izin resmi merupakan ajang olahraga uji coba menjelang PORA Aceh di Pidie. Pihak panitia di Bener Meriah sudah secara resmi mengantongin izin tehnis dari Ikatan Motor Indonesia (IMI) Aceh. Sementara di Tamiang tidak ada rekomendasi dari IMI Aceh.
“Otomatis kegiatan resmi di Bener Meriah dirugikan, karena event ini merupakan grasstrak resmi ada regulasinya dari IMI Aceh. Tetapi mengapa hal ini dibiarkan IMI tanpa ada penertiban,” jelasnya.
Untuk itu, Ismail meminta agar pihak Polda Aceh menertipkan grasstrak di Tamiang yang tidak mendapatkan rekomendasi dari IMI Aceh.
Selain itu, dia juga meminta agar pengurus IMI Aceh untuk mengambil tindakan tegas terhadap grasstrak liar yang tidak mendapatkan rekomendasi dari IMI. Hal itu harus dilakukan demi marwah IMI dan tertibnya peraturan.
Sebagaimana diatur dalam undang undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2022, tentang keolahragaan nasional, setiap penyelenggara yang mendatangkan penonton wajib mendapatkan rekomendasi dari induk organisasi.
Apabila melanggar ketentuan tersebut maka dapat dipidana dan didenda Rp 1 miliar, sebut Ismail, untuk itu dia selaku penggemar dan pecinta otomotif, sekaligus ikut sebagai salah seorang pengurus IMI di salah satu kabupaten di Aceh, meminta pihak Polda Aceh dan IMI Aceh untuk menertibkanya.
Apalagi kejadian seperti ini sudah sering. Sementara mereka yang setia dan patuh kepada peraturan senantiasa mengurus rekomendasi tehnis dari induk organisasi, namun ada pihak yang dibiarkan melakukan kegiatan tanpa adanya izin tehnis organisasi.
Benarkah grasstrak yang akan dilangsungkan di Tamiang pada 23 Oktober nanti tidak mengantongi izin tehnis IMI Aceh? Ketua IMI Aceh H. Ibnu Rusdi ketika dikonfirmasi Dialeksis.com soal izin tehnis grasstrak di Tamiang, mengakui dia tidak hafal, apalagi kegiatanya selama ini padat, apakah ada rekomendasi atau tidak.
“Coba tanya sama ketua Harian IMI Aceh saudara Ampoen, saya kirimkan nomor kontaknya,” sebut Ibnu Rusdi yang menyebutkan dianya sedang mengikuti rapat.
Ketua harian IMI Aceh, Teuku Erwin Irham,SP,M.Si, yang akrab dipanggil Ampoen ketika Dialeksis.com meminta penjelasanya, setelah Dialeksis.com mengirimkan brosur grasstrak di Tamiang menyebutkan, bahwa kegiatan grasstrak di Tamiang tidak mengantongi izin tehnis dari IMI Aceh.
“Sebenarnya untuk pembinaan kalau dilakukan pada waktu yang sama, namun jaraknya mencapai 300 kilometer dibenarkan untuk menyelenggarakan event grasstrak. Asalkan mendapat izin tehnis resmi dari IMI,” sebut Teuku Erwin.
“Olahraga ini banyak diminati masyarakat dan kegiatanya padat di Aceh. Kita bangga bakat para penggemar otomotif roda dua tersalurkan dengan baik bila dilaksanakan event-event,” sebutnya.
Namun, soal izin keramaian seharusnya pihak kepolisian tidak mengeluarkanya bila tanpa adanya rekomendasi tehnis dari IMI Aceh. Sebenarnya persoalan ini sudah lama dan sering pihak IMI mengirimkan surat kepada pihak kepolisian di kabupaten kota di Aceh.
Ampoen panggilan akrabnya juga mengirimkan file Undang- Undang RI Nomor 11 tahun 2022, tentang keolahragaan, dimana penekanya ada pada pasal 54 sampai 103 tentang kewajiban peyelenggaran kejuaraan untuk mendapatkan rekomendasi dari induk cabang olahraga saat akan melaksanakan kejuaraan.
Bila hal itu tidak dilakukan, maka berpotensi melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi hukum. Dimana dalam pasal 103 ditegaskan, dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun/ atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Ketua Harian IMI Aceh ini mengakui kalau kegiatan grasstrak di Tamiang tanpa izin tehnis dari IMI Aceh.