Sabtu, 22 Maret 2025
Beranda / Berita / Aceh / Polemik Pelantikan Dekan di Unaya: Klaim Legalitas Vs Gelombang Penolakan

Polemik Pelantikan Dekan di Unaya: Klaim Legalitas Vs Gelombang Penolakan

Jum`at, 21 Maret 2025 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Gedung rektorat Universitas Abulyatama Banda Aceh. Foto: doc Unaya


DIALEKSIS.COM | Aceh - Semarak buka puasa bersama Forkopimda Aceh dan santunan anak yatim di Hermes Palace Hotel, Kamis (20/3), ternoda oleh gelombang kontroversi. Di balik kemeriahan acara yang dihelat Universitas Abulyatama (Unaya), terselip drama politik akademik yang memicu polemik sengat. Tujuh dekan dan satu kepala biro dilantik dalam seremoni megah, namun langkah ini justru dibayangi tuduhan ilegalitas dari dalam tubuh yayasan sendiri.

Pelantikan yang dipimpin Rektor Unaya, Dr. Nurlis Effendi SH MH, ini mengusung janji peningkatan kualitas fakultas dan penanaman moralitas ala pendiri kampus, H. Rusli Bintang. “Moralitas adalah filosofi kami. Seperti wisudawan yang sungkem pada orang tua, mahasiswa harus berbakti,” tegas Nurlis dalam pidato berapi-api. Namun, di balik retorika harmoni, tersimpan kisah berbeda.

Dua Kubu, Dua Klaim

Sekretaris Yayasan Abulyatama Aceh Darussalam, dr. Maidayani M.Kes, melancarkan serangan balik. Melalui surat terbuka, ia menyebut pelantikan ini liar dan ilegal. 

“Akta notaris Heri Martino nomor 02 tanggal 5 Februari 2025 cacat hukum. Pengelola resmi Unaya adalah Yayasan Abul Yatama dengan akta notaris Teuku Irwansyah,” paparnya. Surat bernada keras itu telah dikirim ke Pangdam, Kapolda, LLDIKTI, hingga media massa, memperingatkan publik agar tak terjebak legitimasi semu.


Nurlis tak tinggal diam. Menyikapi penolakan, ia berkilah, “Kalau saya salah, takkan bertahan. Tapi memaksa saya mundur? Tidak! Kebenaran bisa dicek ke LLDIKTI.” 

Sementara Rusli Bintang, sang pendiri, membalas keraguan dengan nostalgia getir: “Dulu dosen tak digaji 8 bulan, kami jaga kampus bergiliran. Kini Unaya takkan mati!” Ucapannya ditutup dengan sumpah, “Rusli Bintang boleh mati, universitas ini tetap hidup!”

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, melalui Sekda M. Nasir, menyatakan pelantikan ini “bukan sekadar seremoni”. Namun, dukungan ini justru memantik tanya: di tengah dualisme kepemimpinan, mana pihak yang sah? Maidayani menegaskan, Rektor R. Agung Efriyo Hadi masih aktif, dan operasional akademik berjalan normal. “Pelantikan Nurlis dan dekan barunya adalah tindakan sepihak,” serunya.

Luka Lama yang Terbuka

Konflik ini menguak sejarah kelam Unaya. Rusli Bintang mengisahkan masa lalu universitas yang nyaris kolaps: tak ada satpam, dosen berjibaku tanpa gaji. Kini, di tengah klaim kemajuan, benturan yayasan versus yayasan mengancam stabilitas kampus. Pertaruhan tak hanya soal jabatan, melainkan masa depan ribuan mahasiswa dan nama Aceh di peta pendidikan nasional.

Sementara selebaran undangan pelantikan yang diklaim “ilegal” terus beredar, publik Aceh menanti ke mana angin hukum akan bertiup. Apakah LLDIKTI dan aparat akan turun tangan, atau polemik ini akan tenggelam dalam ritual sungkem dan buka puasa? Satu yang pasti: pertaruhan di Unaya adalah cermin kompleksitas pendidikan yang terjepit antara ambisi dan integritas.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dishub