Potensial Komoditi Nilam Aceh Wajib di Optimalkan
Font: Ukuran: - +
Peneliti Jaringan Survei Inisiatif dan Ketua Ikatan Alumni Magister Teknik Mesin USK, Samsul Bahri, ST, MT. [Foto: Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Peneliti Jaringan Survei Inisiatif, Samsul Bahri, ST, MT menyebutkan, Nilam merupakan salah satu komoditi unggulan di Aceh yang sangat bernilai ekonomi.
"Di Provinsi Aceh ada beberapa daerah yang mengembangkan komoditi nilam di antaranya Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Besar, Gayo Lues, Nagan Raya, Aceh Singkil, Abdya, Aceh Utara dan Aceh Timur dengan luas lahan +-2140 H dengan produksi minyak nilai sebanyak 460 ton/tahun dan menyerap tenaga kerja 5453 Petani Nilam," sebutnya kepada Dialeksis.com, Minggu (6/2/2022).
Kemudian, dirinya mengatakan, dengan potensi ini diharapkan pemerintah agar dapat membina proses baik hulu hilir minyak nilam.
"Seperti proses penyulingan minyak nilam yang di gunakan petani menggunakan drum. Sehingga kualitas nya minyak nilam turun dan kebanyakan nilam di Aceh hanya di eskpor sebagai bahan baku saja," ujarnya yang juga Ketua Ikatan Alumni Magister Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala (USK).
Dalam hal ini, kata Samsul, Pemerintah Aceh, seharusnya membangun industri pengolahan minyak nilam tersebut dan membuat produk produk turunan minyak nilam yang nantinya bisa di jual ke Eropa maupun Amerika.
Diketahui, bahwa Atsiri Research Center Universitas Syiah Kuala (ARC Unsyiah) sudah mulai melakukan budidaya nilam, membentuk green house untuk pembibitan nilam, pembuatan pupuk organik, dan bio pestisida.
Berdasarkan presentasi dari Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta 24 Agustus 2021, bahwa Aceh masuk dalam Komoditas dan lokasi Major Project Pengelolaan UMKM Terpada tahun 2022, yaitu Komoditas Nilam Provinsi Aceh.
Namun adapun Isu dan Permasalahan komoditas Nilam di Aceh yaitu, bahan baku yang sulit didapatkan (Bibit berkualitas, pupuk organik, biopestisida). Kemudian, kurangnya kualitas lahan dan pola tanam yang bergeser (Kesuburan tanah tidak terkontrol dengan baik, lahan petani terbatas, pola tanam tradisional), pengendalian hama sulit, dan fasilitas dan sarana produksi masih belum memadai.
Kemudian, Distribusi dan pemasaran Nilam Aceh hanya diekspor sebagai bahan baku saja. Kemudian, pasar hasil penjualan nilam tidak terawat dengan baik. Kemudian, permasalahan kartel perdagangan yang merugikan masyarakat, pengiriman minyak nilam belum memenuhi spesifikasi standar yang dibutuhkan dan adanya gap kualitas minyak nilam membuat harga nilam tidak stabil.
Dalam hal kelembangaan dan infrastruktur, para petani nilam merasa belum diperhatikan oleh pemerintah setempat. Kemudian, sistem pendukung yang masih lemah: sinergi, infratruktur, akses modal, regulasi dan lain-lain. []