PPKM Darurat di Jawa dan Bali Bisa Menular ke Aceh
Font: Ukuran: - +
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang dimulai di Jawa dan Bali bisa saja ‘menular’ ke Aceh, apabila kasus positif Covid-19 melonjak dan keterisian tempat tidur rumah sakit terus meningkat. PPKM Darurat Covid-19 di Jawa dan Bali mulai diterapkan pada 3 Juli hingga 20 Juli 2021.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani kepada awak media, Sabtu (3/7/2021) menyikapi Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali, yang diteken Menteri Tito Karnavian pada 2 Juli 2021, dan langsung berlaku efektif pada hari berikutnya.
“Pemerintah mulai bertindak lebih tegas atas peningkatan kasus Covid-19 seminggu terakhir di Jawa dan Bali, dengan keterisian tempat tidur rumah sakit yang melampaui angka lonjakan kasus terakhir usai libur natal dan tahun baru 2020,” ujarnya.
Mantan Juru Bicara Pemerintah Aceh yang akrab disapa SAG itu menjelaskan, PPKM Darurat Covid-19 yang diberlakukan di semua kabupaten/kota dalam wilayah Jawa dan Bali itu membatasi semua aspek kehidupan sosial masyarakat, kecuali sektor farmasi seperti apotik dan toko obat yang dibebaskan beroperasi selama 24 jam.
Sementara sektor-sektor esensial lainnya seperti sektor keuangan, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non-karantina Covid-19, dan sektor industri ekspor, berlaku sistem 50 persen Work From Home (WFH), dan 50 persen Work From Office (WFO). Sedangkan sektor non esensial dilakukan kegiatan sepenuhnya dari rumah, WFH 100 persen.
Kegiatan sektor kritikal, seperti energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan dan minuman, pergudangan, penanganan bencana objek vital dan proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (listrik dan air), dan industri penyedia kebutuhan pokok masyarakat, 100 persen staf bekerja di kantor (WFO) dengan protokol kesehatan yang ketat.
Sementara itu, lanjut SAG, kegiatan belajar mengajar pada semua jenjang satuan pendidikan dilakukan secara daring atau online. Pasar tradisional dan supermarket dibatasi pengunjungnya maksimal 50 persen dari kapasitas, dan waktu beroperasi juga dibatasi maksimal sampai pukul 20.00 waktu setempat.
Kemudian SAG menuturkan, kegiatan makan-minum di tempat-tempat umum (rumah makan, warung makan, warung kopi/kafe, pedagang kaki lima, pedagang jajanan) di lokasi sendiri maupun di mall hanya melayani take away, tidak makan di tempat itu. Pusat perbelanjaan modern atau mall ditutup sementara di daerah PPKM Darurat Covid-19 itu.
Bahkan, kata SAG lebih lanjut, pada diktum ketiga poin g Instruksi Mendagri tentang PPKM Darurat Covid-19 Jawa-Bali menyatakan, tempat ibadah ( masjid, musala, gereja, pura, vihara dan klenteng, atau tempat lain yang difungsikan sebagai rumah ibadah ditutup sementara. Fasilitas umum, seperti area publik, tempat umum, tempat wisata, juga ditutup.
“Pembatasan kegiatan nyaris di semua aspek kehidupan itu harus diterima masyarakat di wilayah PPKM Darurat sebagai pengorbanan untuk memutuskan penularan virus corona dan mengakhiri Pandemi Covid-19,” ujarnya.
Antisipasi
Menurut SAG, masih ada kesempatan Aceh menghindari PPKM Darurat Covid-19 itu dengan cara sungguh-sungguh mejalankan upaya pemutusan penularan virus corona di masyarakat. Sebaliknya, bila kasus baru Covid-19 terus meningkat hingga melampaui sistem kesehatan di Aceh, PPKM Darurat versi di Jawa dan Bali itu kemungkinan tak bisa dihindari.
Belajar dari Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, misalnya, awalnya hanya berlaku di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. PPKM Mikro perluasan pertama meliputi Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
Aceh bersama Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Utara, dan Papua, mulai diberlakukan pada perluasan ketiga PPKM Mikro. Kemudian, dilanjutkan dengan perluasan PPKM Mikro keempat, kelima, dan keenam, hingga meliputi semua kabupaten/kota di Indonesia, jelasnya.
“PPKM Darurat Covid-19 yang kini mulai berlaku di Jawa dan Bali juga bakal mengikuti pola PPKM Mikro, tergantung pola penyebaran virus corona dan tren kasus Covid-19,” kata SAG.
Lebih lanjut ia mengatakan, semua eleman masyarakat seyogyanya berkolaborasi mencegah PPKM Darurat Covid-19 tersebut dengan bersungguh-sungguh menjalankan Instruksi Gubernur Aceh Nomor 11/INSTR/2021 tetang PPKM Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan. Covid-19 di Tingkat Gampong.
Posko Penanganan Covid-19 Gampong yang sudah terbentuk di seluruh Aceh segera menjalankan fungsinya, dan memastikan pelaksanaan pengendalian Covid-19 pada tingkat mikro skala gampong. Melaksanakan skenario pengendalian Covid-19 sesuai kriteria zona merah, oranye, kuning, dan zona hijau. Bukan sekadar ada posko dan papan namanya saja.
Apabila Posko Covid-19 Gampong berfungsi dan sistem koordinasi dengan semua elemen masyarakat dan stakeholder di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, hingga Satgas Covid-19 Aceh, berlangsung dengan baik, target uji swab 1 : 1000 penduduk/minggu dapat dipenuhi, katanya.
Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah, MT telah menyurati bupati/walikota sejak 15 Oktober 2020 tentang Pemeriksaan Sampel Covid-19 dengan Test RT-PCR, untuk memenuhi uji swab sesuai ketentuan WHO, yakni 1:1000 penduduk/minggu.
Surat yang berisi manajemen sampel Covid-19 itu telah menetapkan jumlah kuota pengambilan swab suspek Covid-19 setiap kabupaten/kota, lengkap dengan waktu dan jadwal pengirimannya kepada Satgas Penanganan Covid-19 Aceh, agar hasil uji laboratorium dapat diterima kembali dalam waktu 24 jam.
Selanjutnya SAG menghimbau Satgas Penanganan Covid-19 kabupaten/kota untuk mempelajari dan menindaklanjuti pelbagai kebijakan Pemerintah Aceh tentang Protokol Kesehatan dari segala aspek kehidupan masyarakat, sejak awal Pandemi Covid-19.
Sekadar contohnya, kata SAG, Surat Edaran Gubernur Aceh Nomor 440/4820 tanggal 12 Maret 2020 tentang Cegah Virus Corona melalui Ibadah, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pada 17 Maret 2020 juga ada Seruan Bersama Forkopimda Aceh tentang Pencegahan dan Antisipasi Penyebaran Virus Corona (Covid-19) di Aceh.
Bahkan, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah pula mengeluarkan beberapa Taushiyah terkait pencegahan penularan virus corona, yang salah satunya, Taushiyah bertarikh 6 Syaban 1441 H/31 Maret 2020 tentang Pelaksanaan Ibadah dan Kegiatan Sosial Keagamaan Lainnya dalam Kondisi Darurat.
“Aneka kebijakan sudah ada sejak awal Pandemi Covid-19 melanda Aceh, hanya perlu dilihat kembali, dievaluasi, disesuaikan dengan kebijakana PPKM Mikro saat ini, agar PPKM Darurat Covid-19 tidak perlu diterapkan di Aceh,” tambah SAG.
Kasus akumulatif
Lebih lanjut SAG melaporkan kasus akumulatif Covid-19 di Aceh, per 3 Juli 2021, telah mencapai 19.499 orang. Para penyintas Covid-19, (penderita yang sembuh) sebanyak 15.146 orang. Pasien yang sedang dirawat 3.529 orang, dan kasus meninggal dunia secara akumulatif sudah mencapai 824 orang.
Data pandemi Covid-19 di atas sudah termasuk kasus positif baru harian yang dilaporkan bertambah hari ini sebanyak 72 orang, pasien yang sembuh 209 orang, dan penderita meninggal dunia bertambah sembilan orang lagi.
Penderita baru yang dilaporkan 72 orang itu, meliputi warga Banda Aceh 20 orang, Aceh Besar 15 orang, Lhokseumawe tujuh orang, Pidie Jaya enam orang, warga Aceh Utara, Bireuen, Pidie, dan warga Aceh Barat, sama-sama tiga orang.
Kemudian warga Sabang dan Aceh Selatan masing-masing dua orang. Selanjutnya warga Langsa dan warga Aceh Jaya, sama-sama satu orang. Sedangkan enam orang lagi teridentifikasi sebagai warga dari luar Aceh.
Sementara itu, pasien Covid-19 yang sembuh sebanyak 209 orang, meliputi warga Banda Aceh mencapai 99 orang, Aceh Tenggara 19 orang, Aceh Besar 17 orang, Lhokseumawe 11 orang, dan warga Langsa 10 orang.
Kemudian warga Aceh Barat enam orang, Aceh Timur lima orang, warga Pidie Jaya dan Pidie, sama-sama empat orang. Warga Bener Meriah dan Nagan Raya, masing-masing tiga orang. Kemudian warga Aceh Utara, Aceh Tengah, dan warga Simeulue, sama-sama dua orang.
Selanjutnya warga Gayo Lues, Bireuen, Sabang, dan warga Aceh Barat Daya, masing-masing satu orang. Sedangkan 18 orang lagi yang dilaporkan sembuh dari Covid-19 di Aceh warga luar daerah.
“Pasien terkonfirmasi Covid-19 yang dilaporkan meninggal dunia bertambah lagi sembilan orang,” katanya.
Para penderita Covid-19 yang meninggal tersebut, urai SAG, warga Bireuen dan warga Banda Aceh sama-sama tiga orang, warga Aceh Besar, Aceh barat, dan warga Nagan Raya, masing-masing satu orang.
Lebih lanjut SAG memaparkan data akumulatif kasus probable, yakni sebanyak 871 orang, meliputi 741 orang selesai isolasi, 50 orang isolasi di rumah sakit, dan 80 orang meninggal dunia. Kasus probable yakni kasus yang gejala klinisnya menunjukkan indikasi kuat sebagai Covid-19, jelasnya.
Sedangkan kasus suspek secara akumulatif tercatat sebanyak 9.541 orang. Suspek yang telah usai isolasi sebanyak 9.357 orang, sedang isolasi di rumah 163 orang, dan 21 orang sedang diisolasi di rumah sakit, tutupnya.[*]