Minggu, 20 April 2025
Beranda / Berita / Aceh / Presma UIN Ar-Raniry: DPRA Harus Serius Perjuangkan Perpanjangan Dana Otsus

Presma UIN Ar-Raniry: DPRA Harus Serius Perjuangkan Perpanjangan Dana Otsus

Jum`at, 18 April 2025 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Tengku Raja Aulia Habibie, menegaskan kepada DPRA untuk serius perjuangkan dana Otsus. [Foto: HO/dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Tengku Raja Aulia Habibie, menegaskan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk tidak lagi berpangku tangan dalam menyikapi masa depan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang akan berakhir pada tahun 2027. 

Dalam pernyataan resminya pada Sabtu (18/4/2025), Habibie mendesak DPRA untuk segera mengambil langkah nyata melalui revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) demi memastikan keberlanjutan dana tersebut.

“Perpanjangan Dana Otsus bukan sekadar wacana, ini adalah komitmen negara untuk Aceh,” ujar Habibie dengan tegas.

Habibie menegaskan bahwa Dana Otsus bukan hanya sekadar instrumen fiskal. Ini adalah bagian dari kesepakatan politik yang mengikat, dan penghentiannya tanpa transisi yang tepat akan mencederai komitmen negara terhadap Aceh.

“Aceh menerima Dana Otsus bukan karena kemurahan hati pusat, tetapi sebagai hasil dari kesepakatan yang sah untuk pembangunan dan pemerataan. Negara tidak boleh mundur dari kewajibannya,” tegasnya.

Habibie juga menyoroti kenyataan bahwa meski Dana Otsus telah mengalir hampir dua dekade, Aceh masih tertinggal dalam banyak sektor. Tingginya angka kemiskinan, pengangguran yang meluas, dan ketimpangan pembangunan menunjukkan bahwa Dana Otsus belum dikelola secara optimal. Namun, ia menegaskan bahwa bukan berarti dana tersebut harus dihentikan, melainkan harus diperbaiki dan diperkuat.

“Kita membutuhkan Dana Otsus, namun yang lebih penting adalah pengelolaan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Saatnya menjadikan perpanjangan Dana Otsus sebagai momentum reformasi tata kelola, bukan mengulang kegagalan yang sama,” ujar Habibie.

Ia juga menegaskan bahwa konsep desentralisasi asimetris adalah pengakuan atas keragaman bangsa. Keistimewaan yang diberikan kepada Aceh bukanlah bentuk ketidakadilan terhadap daerah lain, tetapi sebagai bentuk koreksi atas ketidakadilan masa lalu yang harus diperbaiki.

Habibie mengkritik sikap DPRA yang belum menunjukkan keseriusan dalam menyikapi hal ini. Ia menilai lembaga legislatif itu terlalu lambat dalam merespons ancaman hilangnya Dana Otsus.

“Waktu semakin sempit? Apakah DPRA menunggu sampai 2027 baru mulai bergerak?” ujar Habibie dengan tegas.

Ia pun menyerukan agar Pemerintah Aceh, Pemerintah Pusat, dan semua pemangku kepentingan segera duduk bersama untuk merancang ulang skema Dana Otsus dengan pendekatan yang lebih partisipatif, berbasis data, dan lebih sesuai dengan kebutuhan rakyat.

“Perpanjangan Dana Otsus bukan hanya soal memperpanjang waktu, tetapi memastikan bahwa pembangunan yang merata dan berkelanjutan dapat tercapai, dan Aceh tidak tertinggal lebih jauh,” pungkasnya. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
dinsos
inspektorat
koperasi
disbudpar