Prof Farid: Cendikiwan Menyongsong Kebangkitan Islam di Tengah Pandemi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Indra Wijaya
Prof Farid Wajdi Ibrahim
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pandemi virus corona yang melanda seantero dunia dapat disebabkan oleh ulah tangan manusia. Namun, bisa saja virus tersebut melanda dunia lantaran kuasa Allah SWT.
Demikian disampaikan melalui Live Streaming (Online) oleh Prof Farid Wajdi Ibrahim, MA, dalam pengajian rutin yang digelar Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Studio Kantin SMEA Banda Aceh, Rabu (9/2020) malam.
Pengajian itu mengangkat tema "Arah Global Masa Pandemi dan Peran Cendikiawan Songsong Kebangkitan Islam"
"Pandemi ini bagi kita sebagai manusia, sebagai ummat Islam, sebagai ummat nabi, bukan hal yang baru. Malah Allah mengatakan, 'sungguh-sungguh Kami menguji kamu semuanya sedikit saja dari rasa takut," kata Prof Farid Wajdi.
Firman Allah QS Al Baqarah ayat 155, yang selengkapnya berbunyi, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
Dalam tausiahnya, kataFarid, saat ini ada perubahan isu asal mula kemunculan virus tersebut. Padahal, kata Prof Farid, pada mulanya virus corona itu disebutkan muncul lantaran manusia tidak menghargai kebersihan dan memakan makanan yang tidak bersih. Namun belakangan isu itu menguap. Ada pihak-pihak tertentu yang menuduh bahwa virus ini diciptakan oleh manusia.
"Orang Amerika itu menuduh ulah China, senjata biologis China. (Sementara) China menuduh Amerika. Aksi saling tuduh antara negara adidaya itulah yang kemudian memperkuat persepsi bahwa virus ini adalah ciptaan manusia. Meskipun dugaan itu baru 50 persen kebenarannya," kata Prof Farid.
Kendati demikian, Farid tidak menampik jika kemunculan corona virus disease juga bagian dari murka Tuhan. Pendapat itu muncul lantaran pemimpin China pernah menyebutkan bahwa negaranya tidak lagi takut dengan siapapun.
"Sudah seperti Fir'aun. Ini mungkin kemurkaan Tuhan dan beredar hingga ke Eropa," kata Prof Farid lagi.
Munculnya wabah tersebut tidak hanya berdampak pada sisi kesehatan manusia di dunia, tetapi juga turut berdampak pada faktor ekonomi. Hal itu ditandai dengan adanya beberapa negara yang mulai mengalami resesi.
Di sisi lain, pandemi tersebut juga kini mulai menyentuh dunia pendidikan. Menurut Prof Farid Wajdi hal ini sesungguhnya yang patut diwaspadai dari dampak pandemi tersebut.
"Hari ini kampus sudah diam, kemudian perguruan tinggi secara umum seperti tidak berfungsi, mahasiswa hari ini sudah seperti terbelenggu, ini persoalan yang sebenarnya. Karena kalau cendikiawan senjatanya itu berfikir, kata orang berfikir sejenak lebih baik daripada bekerja berhari-hari," lanjut Prof Farid Wajdi.
Mantan Rektor UIN Ar Raniry tersebut mengatakan kondisi sekarang banyak cendikiawan diam. Padahal kondisi hukum dalam negeri sedang karut marut dan ekonomi negara hampir karam. Hampir semua sektor kian tidak jelas. Di sinilah, menurut Prof Farid, diperlukan peran penting cendikiawan untuk mengkritisi selaku agen perubahan. "Kalau orang-orang ini tidak bergerak, tidak ada harapan," katanya.
Lebih lanjut, dalam pengajian tersebut Prof Farid Wajdi juga turut memaparkan sejarah kebangkitan Islam. Dia menyebutkan saat ini ada beberapa ciri yang menandakan kebangkitan Islam di dunia. Adapun ciri-ciri itu terlihat dari mulai ramainya jamaah salat Subuh, munculnya komunitas-komunitas peduli Islam dan sebagainya. Meskipun kebangkitan Islam yang sesungguhnya diprediksi baru benar-benar terlihat rentang 40-50 tahun ke depan.
"Saya lihat jamaah Subuh di Aceh sekarang sudah luar biasa, di Sigli, di Banda Aceh bukan cerita lagi. Sudah luar biasa, masjid penuh dimana-mana," kata Prof Farid.
Selain itu, Prof Farid juga mencontohkan adanya kebanggaan anak-anak untuk mengenyam pendidikan di pesantren-pesantren yang memiliki kurikulum tafsir Alquran. Menurutnya orang-orang yang mampu menghafal Alquran memiliki daya ingatan yang sangat kuat. Dan hal tersebut adalah fenomena yang luar biasa.
"Jika ada orang yang mencemooh orang hafal Quran, itu orangnya tidak jelas. Jangan-jangan agamanya tidak jelas," kata Prof Farid.
Prof Farid berharap ummat Islam dapat kembali bangkit agar dapat memanfaatkan segala keberkahan yang diberikan oleh Allah SWT, baik yang ada di muka bumi maupun di laut. Saat ini, menurutnya, keberkahan tersebut justru dimanfaatkan oleh orang lain di luar ummat muslim. "Karena ada 'on-'onnya sedikit, maka keberkahan itu dimanfaatkan oleh orang lain. Padahal keberkahan itu diberikan Tuhan kepada kita," tukas Prof Farid.
Sejatinya, segala kekayaan alam di negeri ini seharusnya dinikmati oleh rakyat sendiri karena sesuai dengan falsafah UUD 1945 yang menyebutkan bahwa, "laut, langit, air, tanah dan sebagainya dimanfaatkan oleh negara sebaik-baiknya untuk mensejahterakan rakyat."
Masih dalam pengajian itu, Prof Farid mengatakan segala fenomena yang terjadi saat ini telah menunjukkan ciri-ciri kebangkitan Islam. Hal tersebut bahkan disadari oleh orang-orang Islam sendiri.
Namun sayangnya kata Prof Farid, ada orang-orang yang tidak senang dengan hal ini. Untuk itulah kemudian diciptakan Islamofobia untuk mendiskreditkan ummat Islam.
Dia juga menyebutkan bahwa peradaban Islam sesungguhnya tidak mundur, meskipun era kejayaan Islam ditandai dengan berakhirnya Kesultanan Turki Utsmani di Eropa. Namun yang terjadi adalah peradaban bangsa barat sekarang lebih maju dibandingkan negara-negara Islam.
"Kita tertinggal sedikit karena kita dijajah," ujar Prof Farid.
Memudarnya kejayaan Islam juga dilatarbelakangi oleh ketakutan-ketakutan ummat Islam sendiri terhadap sistem khilafah. Hal ini menurutnya sangat aneh, karena pada satu sisi menekan kemunculan sejarah kekalifahan tetapi di sisi lain justru memperjuangkan komunis.
"Khilafah ditakuti, komunis diperjuangkan. Jadi kan lucu, jadi kita ditakuti dengan khilafah-khilafah. Padahal kalau orang sudah memahami khilafah, itulah orang Islam (yang sebenarnya). Yang tidak paham khilafah itu, belajar lagi agamanya, belajar lagi sejarahnya, pasang igoe' atret dulu berarti dia ," katanya lagi.(IDW)