Program Kartu Santri, Upaya Meningkatkan Literasi dan Kesejahteraan Santri di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Andri Satria ST, Ketua Mualem Center Banda Aceh bersama dengan Muzakir Manaf atau Mualem. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Andri Satria ST, Ketua Mualem Center Banda Aceh mengatakan bahwa dengan hadirnya program Kartu Santri yang digagas oleh pasangan calon nomor urut 02 pada Pilkada Aceh, ini jadi momen penting dalam pendidikan agama.
Program ini bukan sekadar strategi politik, melainkan upaya konkret untuk mengatasi buta huruf hijaiyah dan meningkatkan kesejahteraan santri di Aceh. Program yang berfokus pada pengentasan buta huruf hijaiyah
Andri Satria ST menjelaskan bahwa program Kartu Santri menawarkan bantuan non-tunai untuk memenuhi berbagai kebutuhan santri, termasuk kitab suci, buku pelajaran, alat tulis, seragam, sepatu, hingga makanan bergizi.
"Kartu ini adalah langkah strategis untuk memastikan bahwa santri memiliki dukungan yang memadai dalam proses belajar mereka. Kami ingin memastikan bahwa tidak ada santri yang terkendala akses belajar hanya karena keterbatasan ekonomi,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Senin (4/11/2024).
Program ini dirancang dengan mekanisme yang ketat, di mana penggunaan Kartu Santri hanya dapat dilakukan untuk kebutuhan khusus dan tidak bisa dicairkan secara tunai.
Dengan demikian, dana bantuan ini akan difokuskan secara optimal untuk mendukung pendidikan santri tanpa risiko penyalahgunaan.
“Kami juga memahami kebutuhan khusus, seperti alat bantu dengar bagi santri difabel, akan diakomodasi melalui program ini,” tambah Andri.
Di Aceh, para santri kerap mengalami tantangan yang serius, mulai dari keterbatasan akses bahan bacaan, hingga kurangnya kebutuhan dasar seperti gizi dan perlengkapan belajar.
Bagi mereka yang tinggal jauh dari keluarga, situasi ini semakin sulit karena banyak yang harus bertahan dalam kondisi ekonomi yang terbatas
Andri menjelaskan bahwa program ini bertujuan untuk menghapus beban finansial yang seringkali menghantui santri selama masa pendidikan.
“Dengan Kartu Santri, mereka tidak lagi harus bekerja sampingan untuk mencukupi kebutuhan mereka. Kita ingin santri bisa fokus belajar, meningkatkan literasi, memperdalam ilmu, dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis mereka,” ujarnya.
Selain itu, peningkatan asupan gizi bagi santri diharapkan dapat mendukung mereka secara fisik dan mental agar proses belajar berjalan lebih efektif.
Dengan lebih dari 247.000 santri di Aceh pada tahun ajaran 2022/2023, Kartu Santri diharapkan mampu memberikan perubahan signifikan dalam ekosistem pendidikan agama.
Berdasarkan perhitungan, program ini membutuhkan anggaran sebesar Rp593,287 miliar untuk mencakup seluruh santri.
Namun, dengan skema awal yang menyasar 1.200 santri per kabupaten/kota, dibutuhkan sekitar Rp66,24 miliar untuk membantu 27.600 santri.
“Kita pahami, jumlah ini belum mencakup seluruh santri, namun ini langkah awal yang realistis untuk mulai membantu mereka yang paling membutuhkan,” jelas Andri.
Ia juga berharap agar alokasi anggaran dari Disdik Dayah yang mencapai Rp390,7 miliar di tahun 2023 dapat dioptimalkan untuk mendukung keberhasilan program ini.
Tidak hanya santri, kesejahteraan para guru di dayah juga menjadi perhatian dalam program ini. Di Kabupaten Bireuen, misalnya, sudah ada alokasi insentif bagi pimpinan dayah dan guru-guru sebesar Rp1,575 miliar.
Insentif ini, menurut Andri, sangat membantu guru untuk tetap fokus mengajar tanpa beban ekonomi.
"Program ini mengakui peran penting guru dalam membimbing para santri. Dukungan ini diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi para guru untuk terus mendidik tanpa gangguan finansial,” ungkapnya.
Kartu Santri adalah harapan baru bagi pendidikan agama di Aceh. Program ini diharapkan mampu mendorong partisipasi banyak pihak dalam memajukan literasi dan kesejahteraan santri di Aceh.
"Jika program ini dapat berjalan dengan baik, kita bisa menjadi pionir dalam pengembangan pendidikan santri di Indonesia,” ujarnya.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, Andri yakin bahwa Kartu Santri tidak hanya akan menjadi simbol politik, tetapi juga solusi nyata untuk kesejahteraan santri di Aceh.
Program ini diharapkan mampu menghasilkan generasi santri yang tidak hanya mendalami agama, tetapi juga memiliki wawasan dan keterampilan akademis yang kuat.
“Kita tidak hanya membentuk generasi yang paham agama, tetapi juga yang berkompeten di berbagai bidang, untuk masa depan Aceh dan Indonesia yang lebih baik,” tutup Andri. [nh]