Proyek MYC Berpotensi Rugikan Keuangan Negara, KPA Desak KPK Usut Tuntas
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Koordinator Kaukus Peduli Aceh, Muhammad Hasbar Kuba. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Kaukus Peduli Aceh, Muhammad Hasbar Kuba mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar dan mengusut segera indikasi potensi korupsi pengadaan proyek pembangunan 14 ruas jalan yang dibangun dengan sistem Multiyears Contract (MYC) secara tuntas tanpa pandang bulu.
Berdasarkan kajiannya, pihaknya menemukan adanya indikasi potensi kerugian negara puluhan milyaran rupiah serta sejumlah pelanggaran aturan yang dilakukan.
Hasbar menyebutkan, untuk dua ruas jalan dari paket MYC saja ditemukan sejumlah pelanggaran dan indikasi potensi kerugian negara mencapai milyaran rupiah. Ia ikut mempertanyakan dengan keadaan 12 ruas jalan lainnya yang menurut dia bisa bernilai lebih fantastis.
"Adanya indikasi kerugian negara yang diakibatkan persekongkolan vertikal atau ketidakabsahan berkontrak dengan kantor cabang illegal dan KSO ilegal atau markup/kemahalan harga pada Paket Pekerjaan Jalan dengan Pendanaan Tahun Jamak (Multy Years) pada Pemerintah Aceh, khususnya Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Blangkejeren," ujar Muhammad Hasbar Kuba kepada Dialeksis.com, Jumat (25/6/2021).
Sementara itu, pihaknya juga melihat adanya sejumlah fakta kejanggalan pelanggaran dan indikasi korupsi.
Ia menguraikan, adanya indikasi persekongkolan vertikal pada pemenangan paket Peningkatan Jalan Blangkejeren - Tongra - Batas Aceh Barat Daya (P.038.11) (MYC) dan Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Batas Aceh Timur - Pining - Blangkejeren (P.035.12) (MYC) dengan cara tidak diberikannya Surat Izin Prinsip mendirikan Aspalt Mixing Plant (AMP) dan Stone Crusher oleh salah satu kepala daerah tingkat kabupaten kepada calon penyedia lain yang mengajukan permohonan yang sama atas anjuran Pokja Pemilihan dan koordinasi dengan salah satu kepala daerah.
Hal ini, lanjutnya, secara jelas telah melanggar Prinsip Pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu Bersaing dan Adil/Tidak Diskriminif.
Kemudian, lanjutnya, indikasi mark-up/kemahalan harga yang terjadi akibat oleh pelelangan diskriminatif tersebut, sehingga PT Telaga Mega Buana sebagai Pemenang Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Blangkejeren - Tongra - Batas Aceh Barat Daya (P.038.11) (MYC) dapat dengan leluasa hanya menyisihkan 2,256 persen dari HPS untuk 2,101 persen dari HPS untuk dimenangkan tanpa pesaing oleh Pokja Pemilihan.
Selanjutnya, kata dia, indikasi potensi terjadinya mark-up/kemahalan harga terjadi akibat persaingan diskriminatif tersebut, sehingga PT Guna Karya Nusantara - PT Maju Perdana Abadi KSO sebagai Pemenang Paket Pekerjaaan Peningkatan Jalan Batas Aceh Timur - Pining - Blangkejeren (P.035.12)
(MYC) dapat dengan leluasa hanya menyisihkan 2,101 persen dari HPS untuk dimenangkan tanpa pesaing oleh Pokja Pemilihan.
Lalu, sambung dia, isinyalir adanya ketidakabsahan berkontrak dengan kantor cabang illegal dan KSO ilegal terjadi pada PT Guna Karya Nusantara - PT Maju Perdana Abadi KSO sebagai Pemenang Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Batas Aceh Timur - Pining - Blangkejeren (P.035.12) (MYC).
"Karena bentuk usaha Kerjasama Operasi (KSO) yang wajib memiliki dokumen, Akta Otentik, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) atau Surat Pemusatan Pemungutan PPN, Rekening Bank, yang terpisah dari Lead Firm dan Member Firm yang membentuk Kerjasama Operasi (KSO)," jelasnya.
Sedangkan PT Guna Karya Nusantara - PT Maju Perdana Abadi KSO, kata dia, tidak memiliki ke semua syarat tersebut sehingga sama sekali tidak memiliki kekuatan hukum untuk membuat perikatan.
Hasbar mengatakan, kondisi ini menjadi semakin fatal dengan kenyataan bahwa PT Guna Karya Nusantara yang berkantor pusat di Bandung sebagai Lead Firm ternyata tidak langsung terlibat dalam KSO ini, tetapi melalui PT Guna Karya Nusantara Cabang Nanggroe Aceh Darussalam yang berkantor cabang di Banda Aceh.
Sementara cabang Nanggroe Aceh Darussalam, jelasnya, tidak memiliki Akta Otentik yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI; Nomor Pokok Wajib Pajak; Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) atau Surat Pemusatan Pemungutan PPN; Surat Izin Tempat Usaha (SITU); Tanda Daftar Perusahaan (TDP)/Nomor Induk Berusaha (NIB); sehingga hanya bersifat cabang boneka atau cabang cangkang atau cabang bayangan atau cabang liar yang tidak memiliki kekuatan hukum untuk membuat perikatan atau operasional.
Berdasarkan kondisi tersebut, ujar Hasbar telah nyata bahwa Pokja Pemilihan telah dengan sengaja memenangkan PT Guna Karya Nusantara - PT Maju Perdana Abadi KSO yang tidak memenuhi syarat sebagai KSO karena seharusnya bernama PT Guna Karya Nusantara Cabang Nanggroe Aceh Darussalam - PT Maju Perdana Abadi KSO dan Mawardi, ST selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah dengan sengaja berkontrak dengan pihak yang tidak memiliki kekuatan hukum untuk berkontrak dan menggunakan nama KSO yang tidak sebenarnya, sehingga tidak dapat memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata.
Muhammad Hasbar melanjutkan, PT Telaga Mega Buana sebagai Pemenang Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Blangkejeren - Tongra - Batas Aceh Barat Daya (P.038.11) (MYC) dan PT Guna Karya Nusantara - PT Maju Perdana Abadi KSO sebagai Pemenang Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Batas Aceh Timur - Pining - Blangkejeren (P.035.12)
(MYC) dalam berkontrak dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah dikuasa Direkturkan pada Pihak Ketiga yang tidak terdapat dalam Akte Pendirian dan Perubahan PT Telaga Mega Buana.
"PT Guna Karya Nusantara dan PT Maju Perdana Abadi yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, sehingga sangat jelas bahwa telah terjadi praktek 'Pinjam Bendera' atau 'Sub-Kontrak 100 persen' yang sangat dilarang berdasarkan Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia," tuturnya.
Hasbar mengatakan, perbandingan antara jumlah Penawar, Pagu, HPS Dan Nilai Penawaran pada paket pekerjaan tahun jamak (multi years) disinyalir bahwa Anomali penyisihan penawaran =< 2,5 persen hanya terjadi pada Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan Blangkejeren - Tongra - Batas Aceh Barat Daya (P.038.11) (MYC) dengan Kode Tender 29456106 dan Paket Pekerjaaan Peningkatan Jalan Batas Aceh Timur - Pining - Blangkejeren (P.035.12) (MYC) dengan Kode Tender 29457106.
Hasbar menambahkan, dari perhitungan kewajaran, perhitungan penawaran harga terendah dan tertinggi yang wajar maka dapat ditemukan adanya indikasi potensi kerugian negara untuk Pembangunan ruas jalan Tongra - Batas Aceh Barat Daya (P.038.11) (MYC) dengan Kode Tender 29456106 paling rendah Rp. 4.216.823.011 dan kemungkinan paling tinggi mencapai Rp.21.911.438.910,-.
Sementara itu, untuk Paket Pekerjaaan Peningkatan Jalan Batas Aceh Timur - Pining - Blangkejeren (P.035.12) (MYC) dengan Kode Tender 29457106 pada LPSE Provinsi Aceh diperkirakan adanya indikasi potensi kerugian negara paling rendah sebesar Rp. 8.568.247.187 atau paling tinggi bisa jadi mencapai Rp. 47.095.081.672,-.
"Untuk itu, kita meminta KPK mengusut tuntas adanya indikasi kerugian negara dari proyek MYC tersebut dengan tanpa pandang bulu. Keseriusan KPK untuk membongkar indikasi Mega korupsi ini akan mempengaruhi integritas dan kredibilitas KPK di mata masyarakat Aceh nantinya. Jangan sampai KPK mengecewakan masyarakat Aceh," pungkasnya. [AKH]