Pusat Tarik Kewenangan Pengelolaan Tambang Minerba, Kadis ESDM Aceh: Kita Punya Kekhususan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara mengirim surat kepada seluruh Gubernur yang ada di seluruh Indonesia.
Lampiran surat dengan Nomor 1481/30.01/DJB/2020 berisi maklumat tentang Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Adapun isi yang tertulis di dalamnya ialah mulai tanggal 11 Desember 2020 Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara beralih ke Pemerintah Pusat.
Peralihan tersebut meliputi pelayanan pemberian perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara, pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap pemegang perizinan, pelaksanaan lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), pemberian WIUP mineral bukan logam kemudian mineral bukan logam jenis tertentu dan WIUP batuan.
Selanjutnya pemberian persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Tahunan, pemberian persetujuan pengalihan saham pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan kewenangan lainnya yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
"Mulai tanggal 11 ini seluruh Provinsi di Indonesia sudah dinyatakan tidak ada kewenangan lagi terhadap pengelolaan sumber daya mineral dan batubara sesuai dengan UU Minerba," ujar Kepala Dinas ESDM Aceh, Mahdinur saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (9/12/2020).
Ia melanjutkan, untuk Provinsi Aceh sendiri permasalahan peralihan kewenangan ini akan ditahan untuk sementara waktu, karena Aceh punya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Kepemerintahan Aceh.
Dalam pasal 156 disebutkan bahwa pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten dan kota itu mengola sumber daya alam yang ada di Aceh baik darat maupun laut sesuai dengan kewenangan yang diberikan.
Kadis ESDM ini melanjutkan, dalam UU Minerba Tahun 2020 ini terdapat pasal 173 A yang mengatur bahwa UU ini juga berlaku untuk provinsi-provinsi yang punya kekhususan, seperti Papua, Aceh, DKI Jakarta, Yogyakarta, sepanjang tidak diatur secara khusus.
"Jadi sepanjang tidak diatur secara khusus di dalam Undang-Undang kekhususannya, maka berlakulah Undang-Undang ini (UU Minerba) untuk provinsi tersebut," jelasnya.
"Aceh diatur secara khusus, artinya kita tidak ikut Undang-Undang itu (UU Minerba), karena Undang-Undang kita telah mengatur secara khusus," lanjutnya.
Selanjutnya, Mahdinur mengatakan, urgensi saat ini bukan terletak pada bagus atau tidaknya terkait peralihan kewenangan pengelolaan tambang ini kepada pusat, tetapi tentang bagaimana kita menjalankan amanat Undang-Undang keistimewaan Aceh.
"Kalau misalnya kita kembalikan semuanya ke pusat, artinya kita mengakui bahwa Undang-Undang kita (UU No 11 Tahun 2006) tidak diatur secara khusus. Tapi kan UU kita ada keistimewaannya dan diatur secara khusus, maka sebagai rakyat Aceh kita tidak mau hal itu terjadi," terangnya.
Mahdinur menyampaikan, dalam waktu dekat ini semua elemen dan pihak terkait akan melakukan pertemuan untuk membahas permasalahan ini.
"Jika nanti dalam rapat kedepannya ternyata diputuskan untuk mengembalikan semua kewenangan ke pusat, yasudah kita kembalikan. Tetapi, selama belum ada arahan seperti itu, kita dari Pemerintah Aceh akan tetap bertahan dan memperjuangkan hak kita sebagai rakyat Aceh," tuturnya.