DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) Aceh meminta pemerintah untuk segera mengaktifkan layanan pendidikan darurat bagi anak-anak korban banjir dan tanah longsor yang hingga kini masih bertahan di lokasi pengungsian.
Sejak bencana besar melanda Aceh pada 26 November 2025 lalu, ribuan anak terpaksa kehilangan akses belajar akibat sekolah rusak dan kondisi pengungsian yang belum memungkinkan aktivitas pendidikan berjalan normal.
Ketua Umum PW IPM Aceh, Arif Yandika Rahman, menegaskan bahwa kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Menurutnya, pendidikan merupakan hak dasar anak yang harus tetap dipenuhi meskipun dalam situasi darurat bencana.
“Korban banjir ini sangat banyak dan masa pengungsian sudah cukup lama. Anak-anak masih tinggal di tenda-tenda pengungsian tanpa kepastian kapan bisa kembali ke sekolah. Kami berharap pemerintah segera membuat dan mengaktifkan pendidikan darurat bagi anak-anak korban banjir dan longsor di Aceh,” ujar Arif kepada media dialeksis.com, Senin (15/12/2025).
Ia menilai, tanpa intervensi cepat dari pemerintah, anak-anak akan menjadi kelompok paling rentan terdampak secara psikologis dan sosial.
Aktivitas belajar, kata Arif, bukan hanya soal akademik, tetapi juga bagian penting dari pemulihan trauma pascabencana.
“Pendidikan darurat ini penting agar anak-anak tetap memiliki rutinitas, semangat, dan harapan. Jangan sampai bencana ini memutus masa depan mereka,” tegasnya.
Berdasarkan data terbaru yang dirilis Pos Komando Tanggap Darurat Bencana Banjir dan Longsor Aceh pada Minggu, 14 Desember 2025 pukul 19.00 WIB, jumlah korban terdampak terus mengalami peningkatan.
Juru Bicara Pos Komando, Murthalamuddin, menyampaikan bahwa korban meninggal dunia telah mencapai 430 orang, sementara 32 orang masih dinyatakan hilang.
“Dari jumlah tersebut, tercatat korban luka ringan sebanyak 3.845 orang, luka berat 474 orang, serta total korban meninggal dunia sebanyak 430 orang,” ungkap Murthalamuddin.
Ia menjelaskan, skala bencana ini tergolong sangat besar karena mencakup 225 kecamatan dan 3.678 gampong di berbagai wilayah Aceh. Total warga terdampak mencapai 518.742 kepala keluarga atau sekitar 1.984.018 jiwa.
Selain korban jiwa, bencana juga memaksa ratusan ribu warga meninggalkan rumah mereka. Saat ini, terdapat 2.185 titik pengungsian yang menampung 129.794 kepala keluarga atau 474.962 jiwa.
Kerusakan infrastruktur akibat banjir dan longsor juga dilaporkan cukup parah. Data Pos Komando mencatat kerusakan pada 258 unit perkantoran, 287 tempat ibadah, 305 sekolah, 431 pondok pesantren, serta 206 unit rumah sakit dan puskesmas.
Kondisi ini semakin memperkuat urgensi penyelenggaraan pendidikan darurat. Arif Yandika Rahman menyebut, PW IPM Aceh siap berkolaborasi dengan pemerintah, organisasi kemanusiaan, dan relawan untuk membantu pelaksanaan sekolah darurat di pengungsian.
“Kami siap turun langsung, mengerahkan kader IPM untuk mendampingi anak-anak di pengungsian. Tapi tetap harus ada kebijakan dan dukungan nyata dari pemerintah, baik dari sisi fasilitas, kurikulum darurat, maupun tenaga pendidik,” katanya.
Arif berharap, pemerintah pusat dan daerah tidak hanya fokus pada penanganan fisik dan logistik, tetapi juga memperhatikan aspek pemulihan jangka panjang, khususnya pendidikan anak-anak korban bencana.
“Bencana ini jangan sampai meninggalkan luka berkepanjangan bagi generasi Aceh. Pendidikan darurat adalah langkah awal untuk menjaga masa depan mereka,” pungkasnya. [nh]