Qanun Ketahanan Pangan Mengamanatkan Pemerintah Jamin Ketersediaan Cadangan Pangan
Font: Ukuran: - +
Sekda Aceh, Bustami, SE, M.Si, memberikan sambutan saat membuka Sosialisasi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh di Grand Arabia Hotel, Banda Aceh, Rabu (6/9/2023). [Foto: Humas Aceh]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Sesuai tuntunan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, melaksanakan urusan pangan berarti memenuhi kebutuhan makanan dan gizi yang mencukupi, aman, beragam, merata, dan terjangkau, agar masyarakat dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah Aceh Bustami Hamzah, dalam sambutannya saat membuka Sosialisasi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh, di Aula Grand Arabia Hotel, Rabu (6/8/2023) pagi.
“Untuk mencapai tujuan tersebut, ketersediaan pangan harus selalu dijaga. Baik melalui produksi dalam negeri, cadangan pangan, atau impor, jika memang kedua sumber utama tidak bisa memenuhi kebutuhan. Pemerintah Pusat memandang masalah pangan ini sebagai hal yang sangat krusial, yang ditandai dengan dibentuknya Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada tahun 2021, yang langsung berada di bawah Presiden,” kata Sekda.
Namun, sambung Sekda, sebelum Bapanas terbentuk, Pemerintah Aceh telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 43 Tahun 2012 tentang Cadangan Pangan Pemerintah Aceh. Selanjutnya pada 27 April 2021 menginisiasi lahirnya surat Gubernur Aceh Nomor 510/8358 yang mengamanatkan agar Kabupaten/Kota juga memiliki regulasi serupa.
Selanjutnya, setelah Bapanas terbentuk, Presiden mengeluarkan Perpres Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan dan petunjuk pelaksanaan serta didukung oleh dana Dekon. “Agar up to date, Pemerintah Aceh bergerak cepat dengan melahirkan regulasi terbaru, yakni Qanun Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Aceh. Qanun ini tidak hanya mengatur tentang Cadangan Pangan untuk Pemerintah Aceh, kabupaten/kota, tetapi juga untuk pemerintahan desa dan gampong,” kata Sekda.
Bustami mengungkapkan, gerak cepat Aceh sebagai salah satu daerah tingkat provinsi yang cepat menyesuaikan regulasi cadangan pangan, tentu tak terlepas dari kerja keras para pihak yang terlibat dalam penyusunan qanun ini. Untuk itu, Sekda mengapresiasi Pimpinan dan Anggota DPRA, Dinas Pangan Aceh, dan Biro Hukum Setda Aceh.
“Mudah-mudahan qanun ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat Aceh. Oleh karena itu, sosialisasi qanun ini penting karena bertujuan bertujuan untuk menyamakan persepsi dan memberikan pemahaman pentingnya regulasi cadangan pangan bagi semua kabupaten/kota,” kata Sekda.
Bustami mengungkapkan, hingga saat ini baru lima kabupaten/kota yang memiliki regulasi tersebut, yaitu Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Tamiang, Aceh Utara, dan Aceh Tengah. Sedangkan Bireuen, Aceh Barat, dan Aceh Singkil sedang dalam proses penyusunan.
Oleh karena itu, Sekda mengimbau daerah-daerah yang belum menyusun, agar segera memulainya karena regulasi ini menjadi salah satu indikator penilaian kinerja oleh Kemendagri dan BPKP.
Dalam sambutannya, Sekda juga menjelaskan, pertemuan itu bertujuan juga bertujuan untuk merumuskan strategi mendukung Ketahanan Pangan Aceh, terutama beras, sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 11 yang menekankan cadangan pangan beras Aceh harus mencukupi kebutuhan masyarakat selama tiga bulan.
“Cadangan pangan kita harus mencukupi kebutuhan masyarakat selama tiga bulan. Hal ini sebagai ancang-ancang jika bencana menimpa lahan pertanian, karena waktu menanam kembali padi hingga panen itu minimal tiga bulan,” kata Sekda.
Namun, Sekda juga mengingatkan, bahwa penyelenggaraan cadangan pangan Aceh pasca qanun ini harus mencakup berbagai jenis makanan, bukan hanya beras yang memang selalu dialokasikan dalam APBA. Berbagai kebutuhan pokok lain seperti jagung, minyak goreng, gula, cabe, bawang merah, telur, daging ayam, daging, dan ikan juga perlu ada cadangannya.
Untuk diketahui bersama, qanun ini juga memungkinkan cadangan bahan makanan lokal seperti ikan kayu, dendeng aceh, gula tebu, sagu/beurene, janeng, dan pangan pokok lainnya yang dikonsumsi di seluruh pelosok Aceh. Hal tersebut bertujuan untuk mempersiapkan berbagai persediaan cadangan pangan saat dibutuhkan.
“Maka dari itu, kita perlu mengampanyekan kepada masyarakat agar mau melakukan keanekaragaman pangan. Selamat mengikuti sosialisasi, manfaatkan waktu singkat ini untuk memahami maksud dan tujuan serta kemanfaatan Qanun Cadangan Pangan. Mudah-mudahan, setelah disahkannya qanun ini, DPRA dan TAPA mencadangkan beberapa komoditi penting lainnya mengingat Aceh salah satu provinsi rawan bencana,” pungkas Sekda. [HA]
- Buka Olimpiade Sains, Sekda: Pendidikan harus Dipadukan Kompetensi
- Manfaatkan Anggaran Ketahanan Pangan Dana Desa, BUMG Uteun Reutoh Lahirkan 3 Unit Usaha
- BI Aceh Terus Dukung Ketahanan Pangan dengan Penguatan Sektor Unggulan
- Jaga Ketahanan Pangan, Kadispang Aceh Besar Beri Edukasi Kepada Warga Pulo Nasi