Qanun Lambang dan Bendera Aceh Harus Secepatnya Direvisi
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM| Banda Aceh - Pemerintah pusat melalui Mendagri sudah menganulir lambang dan bendera Aceh. Seharusnya pihak eksekutif dan legeslatif di Aceh secepatnya melakukan revisi qanun tentang lambang dan bendera.
"Kalau pemerintah pusat sudah menganulir, artinya ada sesuatu yang belum menyentuh substansi keacehan dan keindonesiaan. Makanya perlu segera direvisi," sebut Arif Tajul aktivis muda Aceh, Jumat malam, (2/8/2019).
Arif Tajul menilai, merevisi qanun bendera adalah satu cara untuk mempertemukan kepentingan Aceh dan pusat dan tidak menurunkan gengsi atau kredibilitas politisi di DPR Aceh.
Lambang dan bendera Aceh di dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013 sudah disahkan oleh DPRA pada tanggal 15 Mei 2016. Kemudian Mendagri melalui suratnya nomor 188.34-4791 Tahun 2016, mencabut dan membatalkan beberapa pasal tentang bendera Aceh yang sudah ditetapkan dalam qanun.
Arif, menilai jika merujuk diterbitkannya keputusan Mendagri tersebut. Maka dapat dilihat tidak optimalnya eksekutif dan legislatif Aceh dalam menyikapi qanun tersebut.
"Kalau bendera bintang bulan mendapat penolakan. Maka revisi saja dengan alam peudeung yang memang miliki nilai sejarah bagi Aceh," ungkap Arif.
Keberadaan bendera alam peudeung dinilai sudah menjadi representasi mewakili harapan rakyat Aceh. Sebagai bendera pemersatu yang sudah digunakan sejak masa kerajaan masa lampau.
Disisi lain, Arif Tajul menyesali sikap elit politik Aceh yang lamban merespon keputusan Mendagri soal qanun bendera. Padahal, rentang waktunya sudah jelas diatur, selama 14 hari setelahnya dapat dilakukan revisi atau tindaklanjut lainnya.
Selain itu, bila merujuk stateman senator Aceh, Gazali Abbas Adan. Maka dipastikan tidak akan ada titik temu bila DPR Aceh ngotot meloloskan bulan bintang sebagai bendera Aceh," demikian penjelasan Arif Tajul. (baga/rel)