Rahmat, Caleg Muda Yang Memiliki Visi 'One Village One Product'
Font: Ukuran: - +
Reporter : Im Dalisah/Baim
Rahmat Risla Saputra foto:Ist
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penggunaan dana desa yang tidak efektif, karena hanya focus pada pembangunan infrastruktur, membuat peningkatan ekonomi masyarakat desa menjadi tertinggal. Kondisi ini diperparah dengan ketidakmampuan dewan yang sudah ada untuk memberikan perubahan bagi masyarakat Dapil 3 (Kec Ulee Kareng dan Kec Syiah Kuala) Banda Aceh, khususnya peningkatan ekonomi masyarakat desa.
Pandangan tersebut menjadi motivasi bagi Rahmat Risla Saputra (29 th) untuk maju sebagai calon legislatif (Caleg) mewakili Partai Hanura pada Dapil 3 Banda Aceh no urut 2.
"Sebenarnya ini beranjak dari pandangan saya tentang kondisi di gampong sendiri, khususnya di dapil ini, begitu begitu saja dewan yang sudah ada. Jadi tidak ada harapan yang baru, tidak ada perubahan. Makanya kemudian, saya menyertakan tagline '1 mesjid, 1 komunitas, 1 usaha' pada spanduk saya. Hal ini untuk merangsang ekonomi masyarakat bawah, karena dana desa tidak efektif lagi penggunaannya, sebab hanya focus pada pembangunan infrastruktur, tidak menyentuh persoalan ekonomi," ujarnya kepada Dialeksis.com, Rabu (4/4) disela-sela aktifitasnya berkampanye.
Dia melanjutkan, memiliki ambisi menciptakan inovasi 'one village one product'. Menurutnya, ini merupakan bagian dari program nawacita yang sudah terlaksana di beberapa provinsi.
"Harapan saya agar setiap gampong memiliki satu product. Ini sebenarnya bagian dari program Nawacita, dan sudah jalan di beberapa provinsi lain. Kenapa di Aceh belum jalan? Nah, saya ingin mengarah kesitu. Seandainya saya terpilih nanti, saya memilih di Komisi B, agar bisa mengurus ekonomi rakyat," jelas pria jebolan Fisip Unsyiah ini.
Sebenarnya, lanjutnya, terkait hal tersebut, dia berpendapat anggaran tersedia, tapi tidak tepat sasaran.
"Anggaran ada, tapi sasarannya yang tidak tahu kemana," sambung dia.
Bagi Ketua Badan Saksi Partai Hanura DPD Aceh ini, walaupun tidak terpilih sebagai anggota dewan, dia tetap komitmen untuk tetap memperjuangkan perbaikan ekonomi masyarakat.
"Diluar status saya sebagai caleg, jauh hari saya sudah mendapat mandat sebagai koordinator Indonesian Islamic Youth Economic Forum (ISYEF) Provinsi Aceh. Program ini menyasar mesjid, satu komunitas, satu usaha. Itu bagian perjuangan saya sebelum nyalon sebagai caleg. Jadi, meskipun tidak mendapat kursi, saya akan tetap berbuat," tuturnya.
Sebagai caleg yang baru pertama sekali turun di gelanggang politik, dirinya mengaku ada kendala tertentu untuk meraih simpati masyarakat. Salah satunya finansial.
"Tapi untungnya masyarakat Banda Aceh, khususnya dapil 3 ini adalah pemilih cerdas. Masyarakat pasti akan menilai dari track record saya, sudah pernah berbuat apa. Jadi, saya tidak terlalu mengkhawatirkan itu," ungkapnya.
Rahmat menghimbau kepada masyarakat, agar menghindari politik uang. Dia menyebut istilah 'tolak mobil mogok' bagi masyarakat yang menerima politik uang.
"Uang bukan segalanya. Hari ini anda terima sejumlah uang, itu akan menentukan nasib anda 5 tahun kedepan. Seperti 'nolak mobil mogok', setelah mobil itu hidup, anda akan ditinggal," kata Rahmat.
Meskipun budaya politik uang sudah begitu mengakar, ia tetap optimis dengan perjuangannya. Dengan pendekatan membangun hubungan emosional sesama anak muda, Rahmat mengaku diterima dengan baik dimanapun ia berkampanye.
"Pasti, saya tetap optimis. Dimanapun saya berkampanye, saya merasa diterima baik sekali oleh kalangan anak muda,"tandas Ketua Badan Saksi Partai Hanura DPD Aceh.