Rawa Gambut Payanie Perlu Dikelola Berbasis Otoritas Adat
Font: Ukuran: - +
Aceh Wetland Foundation (AWF) didukung PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM), UMKM Beujroh yang memproduksi hasil kerajinan gambut, dan Camp Uteuen (Event Organizer) menggelar diskusi partisipatif terkait penyusunan dan pengesahan draft kesepakatan adat mukim di Lingkar Payanie dan pengukuhan FPKG, Senin (5/4/2021). [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Bireuen - Belasan orang Keuchik yang ada di Kecamatan Kutablang mengelar diskusi partisipatif terkait pengelolaan gambut Payanie sebagai kawasan pengelolaan berbasis otoritas adat.
Diskusi tersebut berlangsung di Kantor Camat Kutablang Kabupaten Bireuen, Senin (5/4/2021) yang difasilitasi oleh Aceh Wetland Foundation (AWF) didukung PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM), UMKM Beujroh yang memproduksi hasil kerajinan gambut, dan Camp Uteuen (Event Organizer).
Ketua Panitia, Zulfikar Syehpeng dalam sambutannya mengatakan, kegiatan ini merupakan langkah awal mencari informasi untuk pengelolaan kawasan gambut berbasis hukum adat.
Zulfikar menambahkan, Rawa Gambut Payanie adalah sebuah kawasan hutan gambut yang menjadi habitat burung air dan kaya keanekaragaman hayati.
“Payanie memerlukan peningkatan status kawasan untuk menjamin keberlangsungan biota, spesies, dan vegetasi secara berkesinambungan," katanya
Sementara itu Camat Kutablang, Mukhsin SAg dalam sambutannya mengatakan, persoalan Payanie patut menjadi perhatian bersama. Karena kawasan Paya Nie adalah potensi sumber daya alam yang sangat kaya.
Camat mengatakan, banyak persoalan di lingkup Payanie yang saat ini masih belum ada jalan keluar, seperti penggunaan alat setrum, racun dan berbagai aktivitas perburuan terhadap spesies burung air.
“Ini harus jadi perhatian utama kita agar berbagai persoalan ini bisa kita cari jalan keluar,” kata Camat Mukhsin.
Sementara itu, Imum Mukim Teungku Dimanyang, Said Fakhrurazi mengatakan, pemangku adat atau lembaga Mukim adalah sebuah lembaga negara yang peran dan kewenangannya diakui dalam UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
UU tersebut juga memberikan wewenang kepada Mukim untuk dapat mengelola kawasan hutan, rawa, sungai, dan laut yang menjadi wilayah kekuasaan mukim.
Kawasan Rawa Gambut Payanie adalah sebuah kawasan yang kaya dengan keanekaragaman hayati dan satwa burung air.
Namun, habitat satwa liar kian terancam akibat meningkatnya aktivitas ilegal berupa perburuan, dan penangkapan dengan alat-alat lain yang tidak ramah lingkungan.
Selain itu, kawasan Rawa Gambut yang kaya anekaragaman hayati ini memiliki banyak potensi untuk bisa dikelola dan dimanfaatkan secara berkesinambungan.
“Alhamdulillah, melalui kegiatan ini kita akan dapat menyerap aspirasi seluruh elemen masyarakat untuk dapat kita inventarisir masalah dan mencari solusi bersama,” kata Said Fakhrurazi. (Faj)