Saat Zoom Mudah Diretas, Ini Tips Aman dari Akademisi TI UIN Ar-Raniry
Font: Ukuran: - +
Akademisi Teknologi Informasi (TI) UIN Ar-Raniry, Ima Dwitawati. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aplikasi video conference yakni Zoom, menjadi sangat populer saat merebaknya virus corona di seluruh dunia. Aplikasi tersebut digunakan untuk berkomunikasi baik itu saat rapat resmi, hingga kelas perkuliahan bagi mahasiswa dan dosen di tengah pandemi Covid-19.
Meski begitu, aplikasi Zoom ditenggarai memiliki banyak masalah keamanan. Mulai dari kemudahan akses bagi para peretas (hacker) untuk memasukkan gambar tidak senonoh saat berlangsungnya conference, hingga dikabarkan ratusan ribu akun Zoom dijual di forum peretas secara global.
Lalu bagaimana cara aman saat melakukan video conference menggunakan aplikasi daring?
Akademisi Teknologi Informasi (TI) UIN Ar-Raniry, Ima Dwitawati menjelaskan, salah satu celah masuknya peretas saat melakukan video conference adalah dengan membagikan tangkap layar (screenshot) saat berlangsungnya atau sebelum berlangsungnya conference.
"Biasanya itu yang sering mahasiswa kita. Saat berlangsungnya conference, mereka screenshot lalu bagi ke media sosial. Biar terlihat kekinian, padahal risikonya bahaya, bisa diretas orang," jelas Ima saat dihubungi, Sabtu (2/5/2020).
"Diimbau untuk tidak meng-update status di WhatsApp atau di manapun itu, saat berlangsungnya video," tegas akademisi yang juga Sekretaris Prodi Teknologi Informasi (TI) UIN Ar-Raniry itu.
Kemudian pihaknya mengaku untuk tidak merekomendasikan aplikasi Zoom ke mahasiswa, karena dikhawatirkan lemahnya keamanan di aplikasi video conference tersebut.
"Kita tidak rekomendasikan aplikasi Zoom. Kalau di UIN Ar-Raniry sendiri, kita sarankan pakai Google Hangout. Selain lebih aman, kita juga sudah melakukan kerjasama," ungkap Akademisi UIN Ar-Raniry itu.
Kemudian Ima juga menyarankan agar tidak menggunakan aplikasi online berbasis real-time karena menghabiskan banyak kuota internet dan juga masalah keterbatasan jaringan pada daerah-daerah tertentu.
"Misalnya saat menyampaikan materi perkuliahan. Saya lebih menyarankan pakai YouTube, tapi diprivasi dan dibagikan ke orang-orang tertentu saja yang mengikuti perkuliahan," jelas Akademisi UIN Ar-Raniry itu.
"Selain bisa menghemat kuota karena tidak real-time, juga bisa diakses oleh mereka yang tidak sedang berada di dalam jaringan, terutama di daerah perkampungan yang terbatas jaringan internet," pungkasnya. (sm)