Rabu, 24 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Sampah Jadi Tantangan Adipura, GPA Ajak Masyarakat Aceh Barat Peduli Lingkungan

Sampah Jadi Tantangan Adipura, GPA Ajak Masyarakat Aceh Barat Peduli Lingkungan

Rabu, 24 September 2025 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Al-Washliyah (PD GPA) Aceh Barat, Muhammad Fawazul Alwi yang akrab disapa Awie, menegaskan bahwa penghargaan lingkungan tersebut tidak akan tercapai jika masalah sampah hanya dibebankan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), petugas kebersihan, atau pemerintah saja. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Meulaboh - Dalam ajang Adipura 2025, persoalan sampah menjadi salah satu tantangan utama yang harus dihadapi Aceh Barat. Ketua Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Al-Washliyah (PD GPA) Aceh Barat, Muhammad Fawazul Alwi yang akrab disapa Awie, menegaskan bahwa penghargaan lingkungan tersebut tidak akan tercapai jika masalah sampah hanya dibebankan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), petugas kebersihan, atau pemerintah saja.

“Dalam sehari, Aceh Barat bisa menghasilkan puluhan ton sampah. Kalau kita hanya mengandalkan DLHK dan pemerintah, tidak akan ada jalan keluarnya. Harus ada pemahaman dan kesadaran bersama masyarakat terhadap lingkungan,” ujarnya, Rabu (24/9/2025).

Ia menilai, kebiasaan membuang sampah sembarangan dipicu oleh dua faktor utama. Pertama, masih kurangnya ketersediaan tempat sampah di sekitar pemukiman warga, dan kedua, sikap malas atau tidak peduli sebagian masyarakat.

Lebih jauh, Awie menyinggung soal banjir di wilayah perkotaan Aceh Barat yang kerap terjadi akibat menumpuknya sampah di Daerah Aliran Sungai (DAS). 

“Minimnya kepekaan sosial-lingkungan membuat masyarakat enggan peduli. Kalau hujan deras lalu banjir, pemerintah yang disalahkan, padahal sudah dilakukan pembersihan dan pengerukan di DAS,” tegasnya.

Sebagai perbandingan, ia mencontohkan gerakan peduli lingkungan di luar Aceh, seperti komunitas Pandawara Group di Jawa yang secara mandiri membersihkan sungai dari sampah. Namun, meski sungai dibersihkan, sampah kembali menumpuk dalam waktu singkat karena perilaku masyarakat yang masih abai.

Dalam pandangannya, permasalahan ini seharusnya membangkitkan kepekaan sosial-lingkungan bersama. “Sampah itu hama, sumber penyakit. Bencana alam terjadi karena ulah manusia. Allah Swt. sudah memperingatkan dalam Al-Qur’an: ‘Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya...’ (QS. Al-A’raf: 56). Ini jelas larangan merusak bumi,” kutip Awie.

Selain mengajak masyarakat lebih peduli, Ketua PD GPA Aceh Barat itu juga memberikan masukan kepada Pemkab terkait penegakan sanksi. Ia mengusulkan agar sanksi denda sampah ditegakkan secara tegas namun tetap humanis. Uniknya, Awie menyarankan agar 50 persen dari uang denda dialokasikan untuk memberikan merchandise khas Aceh Barat kepada pelanggar.

“Misalnya peci atau kupiah motif Aceh, sarung, baju motif Teuku Umar, dan lainnya. Dengan begitu, meskipun harus membayar denda, masyarakat tidak merasa ‘weuh hate’ (kecewa) karena masih mendapat sesuatu yang bernilai budaya. Sekaligus ini bisa memperkenalkan dan melestarikan budaya Aceh Barat,” pungkasnya.

Awie menutup pernyataannya dengan harapan agar semua elemen dapat bersinergi menjaga kebersihan dan peduli terhadap lingkungan. 

“Jika masyarakat, pemerintah, dan semua pihak bisa bergandengan tangan, insyaAllah Aceh Barat mampu meraih penghargaan Adipura 2025,” tutupnya. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
bpka - maulid