DIALEKSIS.COM| Takengon- Walau kini bertugas sebagai anggota DPRK DKI Jakarta, namun Sardy Wahab menaruh perhatian pada tanah leluhurnya di Takengon, Aceh Tengah. Khususnya soal tambang ilegal, galian C dan tambang rakyat.
Putra Gayo asal Bintang, Aceh Tengah ini menyoroti indikasi praktik dan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Aceh tengah sudah sampai taraf memprihatinkan. Eksavator kembali marak beroperasi di sepanjang aliran sungai, serta kerusakan jalan di Kecamatan Bintang dan Kecamatan Lingge.
Dalam keterangan tertulisnya kepada Dialeksis.com, Senin (18/08/2025) via selular, Sardy Wahab mengungkapkan keprihatinannya terhadap efek yang ditimbulkan di masyarakat. Tambang illegal harus dihentikan, sementara tambang masyarakat harus dihidupkan.
Sardy mengingatkan tentang aktivitas tambang ilegal ini sangat merusak lingkungan, mencemari sungai, dan mengancam kelestarian ekosistem serta kehidupan masyarakat yang menggantungkan diri pada sumber daya air
“Belum lagi lalu lalang alat berat yang mengangkut galian C, tanah uruk, di Kecamatan Linge dan Bintang, berpotensi merusak jalan yang tentunya ini sangat merugikan masyarakat,” sebutnya.
Menurut anggota DPR DKI Jakarta ini, dari pengakuan para reje kampung melaporkan, aktivitas pengerukan dengan alat berat dan keluar-masuk truk telah membuat jalan licin, berlumpur di koridor wisata Danau Laut Tawar. Akses wisata di koridor Danau Laut Tawar terganggu oleh tumpahan material.
Pemerintah mulai dari Presiden, melalui Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian ESDM harus menekan pemerintah daerah dan untuk bersikap tidak akan mentolerir aktivitas penambangan emas tanpa izin.
Akvitas ini sudah terbukti merusak lingkungan, mencemari sungai, dan mengganggu ekosistem serta ketertiban masyarakat. Tunjukkan bahwa penegakan hukum bukan sekadar wacana, tapi tindakan nyata, jelasnya.
“Pemda Aceh Tengah melalui DPMPTSP dan DLH harus memberikan edukasi serta himbauan kepada masyarakat sekitar lokasi PETI, untuk tidak lagi melakukan kegiatan ilegal tersebut dan mengingatkan akan sanksi hukum yang menanti jika tetap membandel,” kata Sardy.
Lakukan upaya edukasi kepada masyarakat, penguatan pengawasan di lapangan, hingga pelaksanaan operasi gabungan yang melibatkan berbagai instansi. Tujuan utamanya adalah menekan aktivitas pertambangan ilegal yang sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan dan berdampak buruk bagi ekosistem.
Soal galian C, Sardy menyebutkan, keselamatan publik dan akses wisata kini terkena dampak. Banyak pengendara, terutama roda dua, dilaporkan terjatuh akibat tumpahan tanah liat ke badan jalan. Jalur mengelilingi Danau Laut Tawar jadi licin, berdebu.
Lingkungan pun terganggu dimana longsoran talud, kebun di atas lokasi galian, peningkatan kekeruhan saat hujan; berpotensi memperburuk kualitas drainase sekitar danau, kata Sardy .
”Untuk tambang rakyat (emas), jika ditemukan kantong aktivitas tradisional yang layak lingkungan, usulkan WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) ke pusat (via provinsi). Lalu terbitkan IPR (Izin Pertambangan Rakyat) agar aktivitas rakyat berpindah ke jalur legal dan terbatas sesuai dengan UU 3/2020 Pasal 86“91 juga PP 96/2021 Pasal 135“142,” ujar Sardy
Lindungi dan edukasi rakyat dengan legalisasi aktivitas tambang rakyat agar tidak termasuk kategori PETI (Pertambangan Tanpa Izin). Pemerintah daerah bisa mengusulkan penetapan WPR ke Menteri ESDM, lalu menerbitkan IPR kepada kelompok penambang.
Pastikan itu memang penduduk asli bukan kaki tangan pemodal luar.Utamakan kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat. Mitigasi potensi kerusakan bantaran, kekeruhan air, sedimentasi, gangguan jalan umum (licin/berdebu), dan risiko longsor, jangan wariskan kerusakan pada anak cucu kelak.”pinta Sardy.
Sardy juga dengan tegas menuntut negara hadir untuk rakyat sebagaimana Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas prikemanusiaan dan keadilan sosial.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Seluruh isi pasal ini menegaskan pentingnya pengelolaan sumber daya dan perekonomian nasional yang berkeadilan dan berpihak pada rakyat, serta peran negara dalam mengatur sektor strategis,” jelasnya.
Untuk saat ini, yang mendesak menurut Sardy adalah perbaikan jalan dari Kabupaten Aceh Tengah menuju Kabupaten Gayo Luwes , dimana kondisinya sangat memprihatinkan dan tentunya membahayakan keselamatan pengguna jalan.